Mohon tunggu...
Muhammad Fatahillah Darma
Muhammad Fatahillah Darma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (43222010005)

Bicara seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Serat WedhaTama Mangkunegara IV dalam Upaya Pencegahan Korupsi

10 November 2023   00:27 Diperbarui: 10 November 2023   00:28 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Muhammad Fatahillah Darma Husadha

NIM : 43222010005

Jurusan : Akuntansi

Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi & Etik

Universitas Mercu Buana

LATAR BELAKANG

Serat Wedha Tama seolah-olah belajar tentang kehidupan praktis, kehidupan lahiriah yang diliputi kebajikan, seperti mengikuti aturan keluarga, peraturan pemerintah, aturan agama, pendidikan rendah, Mendidik anak, mempunyai cita-cita luhur, cinta tanah air, dan kendali keinginanmu, berbudi pekerti dan menjauhi budaya jahat, dengan kata lain ajaran ini merupakan syariat lahiriah yang disertai akhlak mulia.

Serat Wedha Tama terdiri dari tiga suku kata, Serat, wedha dan tama. Serat artinya menulis atau berkarya dalam bentuk tulisan, wedha artinya ilmu atau pengajaran, dan tama berasal dari kata utama yang artinya baik, luhur atau mulia.

Dengan demikian, Serat Wedha Tama dimaksudkan sebagai karya sastra yang berisi ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan ajar untuk mencapai keutamaan dan keluhuran hidup dan kehidupan  manusia.

Karya sastra berupa sastra tradisional Jawa  (Tembang) yang mengandung filsafat Jawa ini  ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkunagara IV pada tanggal 3 Maret 1811 di Surakarta.

Serat Wedha Tama mempunyai dua versi naskah dengan beberapa perbedaan. Naskah pertama berjumlah 72 bait dan naskah kedua berjumlah 100 bait,  umumnya berdasarkan 100 bait, namun secara umum makna pengajarannya sama.

Nilai-nilai pendidikan yang disampaikan dalam Wedha Tama tetap relevan digunakan oleh masyarakat dan pendidik di sekolah saat ini.

Nilai-nilai tersebut terutama berkaitan dengan aspek ranah kognitif  atau aspek nilai dan sikap kepribadian siswa.

Sikap membuang jauh-jauh segala nafsu jahat, emosi tak terkendali, egois, bermalas-malasan dan sebagainya. Sikap mau membangun semangat kerja atau semangat belajar dengan giat, memacu prestasi demi kehidupan yang layak dan tenteram lahir batin. 

Sikap ingin menjalin relasi yang baik dengan sesama, sehingga menumbuhkan suasana suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Sementara untuk aspek ilmu dan pengetahuan, dari konvensi tembangnya itu sendiri, banyak kita dapatkan nilai nilai pengetahuan seperti kekayaan permainan aliterasi, asonansi juga kalau Wedha Tama itu sendiri dipandang dari segi filsafat.Sepeninggal Sri Mangkunagara III, R.M.H Gondokusumo diangkat sebagai penggantinya pada tanggal 14 Rabiul Awal Jimawal 1781 atau 24 Maret 1853 dan sambil menyandang gelar K.G.P.A.A. Letkol Prabu Prangwadana dari Korps Infanteri  Mangkunagaran. Keputusan menyandang gelar K.G.P.A.A Mangkunagara IV diambil ketika beliau berumur 47 tahun, yang jatuh pada hari Rabu Kliwon, 27 Surah, Jimakir 1786 berdasarkan Serat Kakancingan sejak tanggal 16 Agustus 1857. Sejak tahun 1853 sampai wafatnya masa pemerintahannya berlangsung 28 tahun.

Beliau mengalami masa keemasan baik dalam bidang sosial ekonomi  maupun budaya. Pada masa pemerintahannya dikenal dengan masa Kala Sumbaga. Sumbaga artinya terkenal dan sangat makmur,negeri sehingga konon Sri Mangkunagara IV adalah orang utama yang menciptakan ketenaran gelar tersebut, dan menjadi tumpuan kekayaan keluarga Mangkunegaran baik di dalam maupun  luar negeri. Pada masa ini, perkebunan kopi dan tebu mulai didirikan hampir di seluruh wilayah Mangkunagaran. Kemudian  pabrik gula didirikan di Colomadu dan pabrik gula Colomadu  masih beroperasi sampai sekarang. Apa saja upaya pencegahan korupsi dalam kepemimpinan Serat Wedha Tama K.G.P.A.A Mangkunegara IV ? Dalam upaya pencegahan korupsi kita dapat menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Serat Wedha Tama

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SERAT WEDHA TAMA

Nilai edukasi yang terkandung dalam Serat Wedha Tama Karya K.G.P.A.A. Mangkunagara IV Ajaran akhlak mulia dari Serat Wedha Tama  K.G.P.A Mangkunagara IV sering dinyanyikan oleh Waranggana dan Niyaga serta masyarakat awam. Serat Wedha Tama mengandung nilai moral dan estetika yang terpuji karena  karya sastranya  indah, luhur dan isinya mengandung nilai-nilai pendidikan yang cukup penting, niali-nilai pendidikan yang tersedia dalam Serat Wedha Tama sebagai berikut:

1). Nilai Pendidikan Kehidupan

2). Nilai Pendidikan Kebersamaan

3). Nilai Pendidikan Profesionalisme

4). Nilai Pendidikan Kejiwaan

5). Nilai Pendidikan Keindahan

6). Nilai Pendidikan Kebijaksanaan

7). Nilai Pendidikan Kesucian

8). Nilai Pendidikan Agama

9). Nilai Pendidikan Budi Pekerti Luhur

10). Nilai Pendidikan Ketuhanan

1. Nilai Pendidikan Kehidupan

Sebagaimana tercantum dalam tembang Pupuh Sinom, bait 15.

Bonggan kang tan merlokena

Mungguh ugering ngaurip

Uripe lan tri-prakara

Wirya arta tri winasis

Kalamun kongsi sepi

Saka wilangan tetelu

Telas tilasing janma

Aji godhong jati aking

Temah papa papariman ngulandara.

Dalam bait ini, beberapa kata yang digunakan penulis perlu dianalisis lebih lanjut. Pertama, kata wirya tidak sekedar berarti "keberanian" atau "kekuatan" seperti yang dipahami secara umum. Wirya juga berarti "energi". Keberanian didasarkan pada kebodohan, bahkan orang bodoh pun bisa menunjukkan keberanian yang luar biasa. Dia tidak disiplin dalam menjalankan tugas, arogan dan merendahkan orang lain. Dia mungkin menganggap dirinya orang yang berani. Hal ini akan dianggap bodoh. Kebodohannya membahayakan diri sendiri dan orang lain. Ini tidak bisa disebut wirya.

 Wirya juga tidak bisa diterjemahkan dengan "kedudukan" belaka. Karena orang bodoh yang tidak peduli dengan peraturan, meskipun dapat sanksi, bisa menempati jabatan teratas. Apakah dia bisa dipanggil Vira atau manusia hebat?

Wirya adalah keberanian yang didasarkan pada kemuliaan. Bela negara dan bangsa dari serangan musuh, melindungi rakyat dari kekuasaan yang korup, bisa disebut wirya. Namun, bahkan di sini pun Anda harus sangat berhati-hati. Yang menjadi pelindung adalah kepentingan seseorang atau  suatu kelompok,  bahkan kepentingan individu.

Kata kedua adalah Arta atau Artha yang sering diterjemahkan sebagai "kekayaan".

 Sebenarnya artha juga berarti "makna". Arti lain dari kata artha adalah lebih dekat dengan dorongan. Memberikan makna pada kehidupan.Kelahiran tidak ada artinya jika tidak memberi makna pada kehidupan.

 Hewan dilahirkan dan mati. Kita dilahirkan dan suatu hari kita akan mati. Apa bedanya? Ada orang yang terlahir dalam keluarga miskin, ada pula yang terlahir dalam keluarga kaya, namun tujuan akhirnya tetap sama: "kematian".

Kata ketiga  winasis jelas tidak bisa diterjemahkan sebagai "kecerdasan atau pengetahuan".

 Wasis, sang peramal dan sekarang winasis; Kata-kata ini mempunyai arti yang sama dan harus diterjemahkan sebagai "kesadaran" yang tidak dapat diperoleh melalui pengetahuan akan tetapi harus diperoleh melalui pengalaman. Sebagai pemimpin kita harus sadar apa yang harus kita lakukan itu benar atau salah, jika kita melakukan tindakan korupsi atau tindakan yang melanggar peraturan maka akan merugikan diri kita sendiri yaitu dikenakan sanksi atau merugikan orang lain  karena kita mengambil hak orang lain.

2. Nilai Pendidikan Kebersamaan

Nilai pendidikan ini dipaparkan pada Tembang Sinom bait 17 sebagai berikut.

Mangkono janma utama

Tuman tumanem ing sepi

Ing saben rikala mangsa

Masah amemasuh budi

Laire anetepi

Ing reh kasatriyanipun

Susila anoraga

Wignya met tyasing sasami

Yeku aran wong barek berag agama

Ada beberapa kata yang perlu dipertimbangkan kembali. Penggunaan kata kasatriyani di sini  tidak boleh diartikan merujuk pada kelompok militan, khususnya pegawai negeri sipil. Satria dalam konteks ini mempunyai arti yang jauh lebih luas.

 Ksatria berarti keberanian. Ksatria juga berarti memiliki status yang tinggi dalam masyarakat.

 Penggunaan kata satria di sini dikaitkan dengan sikap orang yang sudah sadar. Patut diperhatikan ciri-ciri khusus seorang ksatria yang diberikan oleh penyair. Pertama, dia bisa mengendalikan dirinya kapan saja dan dalam situasi apa pun. Suasananya tenang, bahkan di tengah keramaian.

Jika ia menjauh dari keramaian dan  masyarakat, ketenangannya tidak lagi bisa diukur.

 Dalam situasi darurat, jika Anda masih tetap tenang, Anda hanya bisa disebut pejuang.

Ciri kedua yang tak kalah pentingnya adalah  ia selalu berusaha menjaga kesadarannya ini sangat sulit. Setelah memberi mereka jabatan dan kuasa, mereka langsung terlena.

 Mereka lupa bahwa jabatan itu, kuasa itu, diamanatkan untuk rakyat, demi keamanan rakyat itu sendiri. Untuk melayani rakyatnya sendiri.

 Tetapi, Mereka yang seharusnya melayani masyarakat justru menjadi arogan dan tinggi hati.

Ciri yang ketiga adalah perilakunya didasari oleh moralitas dan etika.

 Susila dan Sushila dapat diartikan sebagai "tindakan bijaksana".

 Orang yang berperilaku baik disebut Sushil.

 Dan anoraga atau anurag berarti "cinta".

 Bukan sekedar cinta tapi juga kasih sayang.

 Menganggap orang lain, bagian atau dari dirinya sendiri itulah anurag.

 Mereka yang berada di tingkat atas harus sadar bahwa tanpa adanya orang-orang di bawah, jabatan mereka tidak berarti sama sekali. Tetapi mereka yang berada di bawah juga membutuhkan pemimpin yang bisa mengatur bawahan atau rakyatnya hidup tentram, aman dan nyaman. Jabatan, kuasa, dan wewenang Anda semuanya merupakan titipan, bahkan pemberian, dari rakyat.

 Menyadari hal ini akan menimbulkan rasa kasih sayang dan persahabatan antara diri kita dan orang lain.

3. Nilai Profesionalisme

Nilai ini dapat dilihat dalam tembang Pocung pada bait 1.

Ngelmu iku, kalakone kanthi laku

Lekase lawan kas

Tegese kas nyantosani

Setya budya pangekese dur angkara.

Ditegaskannya, sekadar menguasai ilmu  atau belajar tanpa bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari tidak ada artinya.

 Apa yang ingin disampaikannya jauh lebih dalam, jauh lebih luas dari apa yang dirasakan dan dilihat dari luar.

Artinya ilmu  yang tidak dapat ditegakkan, yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya  dalam kehidupan sehari-hari tidak menjadi masalah.

 Misalnya saja menguasai teknologi yang sangat canggih dan berteknologi tinggi. Mungkin berguna bagi negara-negara yang sudah tertarik.

Kata yang digunakannya adalah lakoni.

 Jika diterjemahkan secara bebas, artinya ilmu terapan-ensiklopedia.

 Misalnya, apa yang dianggap strategis oleh  negara maju di Eropa belum tentu atau selalu mungkin dianggap strategis oleh  negara  berkembang.

 Kebutuhan dan keadaan darurat kita sangat bervariasi.

 Ia juga percaya bahwa negara-negara  berkembang akan dapat mengimpor teknologi yang lebih kompleks di masa depan tanpa harus membuktikannya sekarang.

 Sebab menurutnya apa yang dikembangkan saat ini akan segera menjadi usang.

 Teknologi terus berkembang  dan meskipun industri ini dapat digolongkan sebagai 'industri strategis', kita selalu perlu mengimpor pengetahuan teknis terkini.

Pekerjaan yang dilakukan dengan keikhlasan "nyantosani" akan membuat manusia merasakan kedamaian, atau santosh.

 Santosh bukan sekedar kebahagiaan tetapi juga kebahagiaan yang timbul dari kepuasan batin.

 Rumah, mobil mewah, penghasilan  jauh melebihi kebutuhannya.

 Mungkin dompetnya bahagia, tubuhnya bahagia, namun pikirannya juga belum puas.

 Tidak ada kepuasan batin dan ini juga membuat mentalnya tidak puas.

 Tidak ada kepuasan batin dan ini membuatnya sengsara.

 Saat ini penghasilannya mungkin jauh lebih sedikit tetapi  kepuasan batin masih ada.

 Kebahagiaan yang diperoleh dari kepuasan batin disebut santosh.

Lebih lanjut menurut penulis, rasa santosh adalah yang dapat membangkitkan kesadaran  sejati atau setya budya, yang dapat mengikis kesombongan atau tinggi hati.

 Apa yang penulis uraikan di sini adalah hasil akhir dari kehidupan meditatif. Jika Anda masih belum merasa santosh, Anda masih akan terjebak dalam proses  mengejar diri sendiri dengan hasrat marah dan amarah.

4. Nilai Pendidikan Kejiwaan

Nilai pendidikan ini contohnya pada tembang Wedha Tama Pupuh Pocung, bait 2.

Angkara gung, neng angga anggung gumulung Gegolonganira

Triloka lekere kongsi

Yen den umbar ambabar dadi rubeda

Angkara atau kesombongan inilah yang menyebabkan Anda menjadi iri hati, serakah, egois dan tidak memedulikan orang lain.

 Jangan khawatir terhadap lingkungan, jangan khawatir terhadap alam semesta.

 Orang bisa menjadi sombong karena kekayaan, status atau reputasi.

 Ulama menjadi sombong karena menguasai ilmu. Para ulama menjadi sombong karena merasa lebih dekat dengan Tuhan.

 Tidak heran mereka memandang diri mereka sebagai perantara yang penting. Jika kamu ingin bertemu  Tuhan. Harus menyerah tanpa izin.

5. Nilai Pendidikan Keindahan

Nilai pendidikan ini tertulis pada pupuh tembang Pangkur, bait 14, sebagai berikut :

Sajatine kang mangkana

Wis kakenan nugrahaning Hyang Widhi

Bali alaming asuwung

Tan karem karameyan

sipat wisesa winisesa wus

Mulih mula-mulanira

Mulane wong anom sami

Sebutan yang digunakan  Sri Mangkunegara untuk Tuhan atau Allah adalah Hyang Widhi.Namun, kita tidak hanya memecah belah manusia, tetapi Tuhan juga terpecah.Umat Islam keberatan dengan penggunaan istilah Hyang Widhi. Umat Hindu keberatan dengan penggunaan istilah Allah. Umat Buddha menciptakan istilah baru yang disebut Sang Hyang Buddha. Lucunya, antara umat Islam dengan umat 

Katolik/Protestan, yang keduanya merupakan keturunan Nabi Ibrahim atau abraham, pengucapan  istilah yang sama -- khususnya "Allah" -- harus ditekankan dengan cara yang sangat berbeda. Manusia telah berhasil memisahkan Tuhan. Setidaknya itulah yang kami pikirkan.

 Sri Mangkunegara akan menertawakan kita.Kita akan dianggap sangat bodoh. Perbedaan Hyang Widhi, Allah, Tuhan, Budha dan nama-nama lain yang digunakan  umat manusia sejak dahulu.

 Pada masa Sri Mangkunegara kita  mencapai realisasi tersebut. Sekarang kesadaran kita bergerak mundur, bukan maju. Ironis dan tragis, tapi itulah yang terjadi sekarang. Untuk mencapai realisasi ini, Anda sangat membutuhkan rahmat Tuhan, Anda membutuhkan rahmat-Nya. Dapat juga dikatakan bahwa orang yang  mencapai realisasi tersebut diberkati oleh Allah. Faktanya, kita tidak bisa mengatakan mana yang  lebih dulu, kasih karunia atau kesadaran Tuhan. Nampaknya apa yang disebut dengan "hati nurani" dan apa yang dianggap "rahmat Allah". Setiap koin memiliki dua sisi. Kesadaran identik dengan rahmat Tuhan atau rahmat Tuhan.

Menurut Sri Mangkunegara IV, orang yang  mencapai kesadaran demikian menikmati keheningan batin.

 Kerumunan dunia luar tidak lagi menarik minatnya. Ini perlu dikupas bersama-sama.

 Akankah orang yang telah mencapai kesadaran seperti itu akan meninggalkan kerumunan duniawi dan pergi ke hutan?

 Keheningan yang diinginkan adalah keheningan yang muncul dari dalam diri sendiri. Sri Mangkunegara IV tidak berbicara tentang  tempat yang sepi. Ini adalah sikap mental dan keadaan emosional seseorang.

 Sri Mangkunagara juga melanjutkan bahwa orang yang sadar  tidak lagi dikendalikan oleh nafsunya tetapi dapat mengendalikannya. Orang yang bisa mengendalikan diri bisa mengendalikan nafsunya dan tidak lagi menjadi budak panca indera. Dia menjadi seorang yang berdaulat, dalam arti  sebenarnya.Ia menguasai panca inderanya, tidak lagi dikuasai olehnya.

6. Nilai Kebijaksanaan

Nilai pendidikan nomor 11 ini tertera pada tembang Pocung, bait 9.

Uger lugu, den ta mrih pralebdeng kalbu

Yen kabul kabula

Ing drajat hajating urip

Kaya kang wus winahyeng sekar Srinata

Kita harus jujur pada diri kita sendiri: apa yang  kita cari? Apa itu keajaiban? Apa itu promosi? Apa itu kekayaan dan ketenaran? Atau dia sedang serius mencari kesadaran, mencari jati diri.

 Jika yang  Anda melakukan tindakan korupsi atau suap untuk ketenaran, kekayaan, dan status, Anda bisa menemukannya di luar sana.

 Tetapi, apabila yang sedang dicari itu adalah kesadaran atau kebijaksanaan, tidak akan bisa memperolehnya dari luar, jika anda melakukan tindakan yang melanggar hukum

 Mungkin bisa memperoleh ilmu pengetahuan dari luar, tetapi "ilmu diri" tidak dapat diperoleh dari luar.

 Mungkin bisa menguasai teknologi dan sains, tetapi pengendalian diri dan kebijakaksanaan tidak akan Anda peroleh.

Perjalanan spiritual adalah perjalanan menuju diri sendiri. Setiap agama mempunyai dua tingkatan. Lapisan luarnya adalah syariah, hukum, keyakinan dan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku di dunia ini dan lapisan dalam  dapat mengarah pada hakikat agama. Keduanya harus dianut, dipahami, dialami, dan diterapkan. Jangan hanya mengkhawatirkan kulit Anda

siapa yang bisa menjamin surga untukmu. Adakah yang  kembali dari surga dan membicarakan situasi di sana? Selama ini Surga, Moksha, Nirvana Murud ing Kasidan Jati hanya sebatas harapan. Namun, Anda memiliki kesempatan untuk mengubah kualitas hidup Anda. Kita bisa mengubah kualitas hidup ini menjadi surga

7. Nilai Pendidikan Kesucian

Pada nilai pendidikan nomer 13 tertulis dalam pupuh tembang Gambuh, bait 12.

Sucine tanpa banyu

Amung nynyada hardaning kalbu

Pambukae tata titi ngati-ati

Tetep telaten atul

Tuladan marang waspaos

Dalam bait ini, penulis menggunakan istilah waspaos untuk menyebut kesadaran.

 Kesadaran, penemuan diri atau pencerahan adalah  kata yang menggambarkan fenomena yang  sama.

 Sudut pandang penulis menjadi lebih jelas.

 Keempat jenis penawaran ini tidak bisa berdiri sendiri sehingga Anda tidak bisa memilih salah satunya.

 Yang satu membawa kita ke tahap penawaran berikutnya.

Sembah Raga bersifat persiapan, sedangkan Sembah Cipta sudah mulai masuk hakikat agama.

 Hasil akhir dari Sembah Cipta adalah Kesadaran.

 Bagaimana cara mendapatkannya.

 Yang dirawat bukan lagi tubuhnya.

 Membersihkan tubuh dengan air sudah tidak bisa membantu lagi.

 Yang perlu disucikan adalah jiwa.

 Jiwa diselimuti oleh awan ketidaksadaran, kabut ketidaktahuan.

 Jiwa itu ibarat cermin yang sudah bertahun-tahun tidak digunakan.

 Terdapat lapisan debu yang sangat tebal sehingga terlihat sangat buram.

 Anda tidak dapat melihat wajah Anda sendiri.

 Cermin jiwa ini perlu dibersihkan.

Inilah mengapa Anda harus berhati-hati sejak awal.

 Dibalik lapisan debu yang tebal terdapat kaca.

 Jika Anda membersihkan kaca, yang mudah pecah.

 Anda tidak bisa membersihkannya  sembarangan.

Dengan cara Perlahan.

 Debu yang menempel di badan harus dibersihkan dengan sangat hati-hati.

 Harus disiplin, yaitu tidak boleh ceroboh dan tidak malas.

 Saat kita sedang terburu-buru, kaca jiwa ini bisa retak dan pecah.

 Ketika orang malas, kapankah cermin jiwa itu suci?

 Setelah bersih, kamu tidak bisa tidur.

 Setiap hari, kapan saja, Anda harus menjaga kemurnian jiwa Anda.

 Kita selalu berhubungan dengan orang-orang yang mempunyai jiwa najis atau najis.

 Jangan biarkan kotorannya berpindah dan mengotori lagi.

 Kita harus waspada setiap saat.

 Ini tidak berarti Anda harus menjauhi dunia ini atau orang-orang di dunia ini.

 Sama sekali tidak: kesadaran harus digunakan sebagai mekanisme penyaringan.

 Dengan demikian, tetap bersentuhan dengan dunia luar namun tidak terpengaruh oleh debu dunia.

 Gunakan masker untuk melindungi pernapasan anda, sehingga udara yang anda hirup tetap merupakan udara segar.

 Namun berhati-hatilah, jangan sampai keduniawian ini menyusup ke dalam diri kita.

Tempat-tempat yang dianggap suci akan kehilangan kesakralannya jika dipenuhi oleh orang-orang yang tidak menyadarinya, seperti kita.

 Dengan demikian, terciptalah medan energi yang tidak mendukung peningkatan kesadaran.

 Begitu kita memasuki tempat ini, kita  menjadi semakin kotor.

 Tempat-tempat suci ini menjadi sakral dan dapat mempertahankan karakter sakralnya bila dikunjungi dan ditempati oleh orang-orang yang  sadar.

 Kehadiran mereka menjadikan tempat ini sebagai medan energi yang akan meningkatkan kesadaran.

 Hal lain yang dikemukakan penyair adalah kemunafikan.

 Jumlah masyarakat yang berkunjung ke tempat ibadah terus meningkat, namun bagaimana dengan pendapat dan persepsi mereka?

 Saat ini, seruan Sri Mangkunegara IV menjadi semakin relevan.

 Kenapa kita beribadah?

 Bersyukurlah atas apa yang  kita miliki, atau berdoalah untuk  sesuatu yang ingin kita capai melalui suatu keajaiban, bukan melalui kerja keras kita sendiri.

Kami telah menjelaskan hal ini berkali-kali.

 Sekali lagi, penekanan kembali.

 Pembicara dalam program televisi harus memahami hakikat agama dan spiritualitas.

 Sejauh ini, jelas mereka hanya menggores kulit agama saja.

 Setiap kali mereka menyeru umat beragama agar lebih rajin beribadah, mereka hanya berharap pahala dan pahala.

 Cinta kepada Tuhan, kepada makhluk lain, tidak hanya kepada orang lain atau manusia lain, tidak akan pernah mampu menanggung tekanan yang cukup.

 Cinta  tanpa syarat, hampir tidak pernah disebutkan.

 Ketika cinta itu bersyarat, ketika cinta itu mementingkan diri sendiri, lalu apa bedanya cinta dengan perdagangan.

8. Nilai Pendidikan Agama

Nilai pendidikan ini tercantum dalam pupuh tembang Sinom, bait 9 sebagai berikut.

Anggung anggubel sarengat

Saringane tan den wruhi

Dalil dalaning ijemak

Kiyase nora mikani

Ketungkul mungkul sami

Bengkakan mring masjid agung

 Kalamun maca kutbah

 Lelagone dhandhanggendhis

 Swara arum ngumandhang cengkok Palaran

Dalam setiap agama terdapat hukum, peraturan, ritual atau syariat yang  indah dan harus dihormati.

 Namun kita tidak boleh berhenti di level ini.

 Dalam menjalankan peraturan agama atau hukum syariat agama masing-masing, kita juga harus berusaha memahami hakikat agama.

 Tanpa memahami hakikat agama, maka tidak akan ada hakikat agama dalamkepribadian kita.

 Tidak akan ada peningkatan kesadaran dalam diri kita masing-masing.

 Aturan atau ritual agama tersebut harus mengarah tepat pada tahapan berikutnya, yaitu spiritualitas, kesadaran tertinggi atau alam kasih sayang.

9. Nilai Pendidikan Budi Pekerti Luhur

Dalam nilai Pendidikan ini terantum dalam tembang Pocung, bait 11.

Lila lamun, kelangan nora gegetun

 Trima yen ketaman

 Sak serik sameng dumadi

 Tri legawa nalangsa srah ing Bathara.

Istilah lila yang sering diterjemahkan sebagai "rela" sebenarnya memiliki arti yang jauh lebih dalam.

 Lila juga berarti "permainan".

 Persetujuan hanya bisa terjadi jika kita melihat dunia ini sebagai sebuah permainan, sebuah tontonan.

 Untung dan rugi, suka dan duka, semua itu hanya terjadi di dalam game, "permainan" yang  dimainkan.

 Kehilangan kami adalah bagian dari pementasan, kekalahan juga terjadi saat pementasan.

 Sesuatu telah lahir, kita tidak membawa apa-apa.

 Genggaman kita kuat, namun tak terisi apa pun.

 Kami tiba dengan tangan kosong.

 Ketika kematian datang, kita pun meninggalkan dunia ini dengan tangan hampa.

Sukses dan gagal, kemenangan dan kekalahan, suka dan duka, semuanya hanya terjadi di atas panggung.

 Hari ini kita  bermain, besok orang lain mungkin memainkan peran kita.

 Jika kita menyadari hal ini, otomatis kita sudah siap.

 Keterikatan dan rasa memiliki akan hilang dengan sendirinya.

 Karakteristik kedua adalah "Terima".

 Selama ini kami mengkritik orang Jawa.

 Kami rasa konsep nrimo  membuat mereka sangat pesimis.

 Kita goda mereka, apapun yang terjadi, mereka  tetap bilang "masih untung".

 Nyatanya, sikap "penerimaan" inilah yang membuat hidup menjadi dinamis.

 Penerimaan adalah penerimaan seutuhnya terhadap kehidupan ini.

 Penerimaan adalah kesadaran penuh bahwa setiap cabang yang memiliki bunga mawar juga penuh  duri.

 Penerimaan adalah memahami mekanisme kehidupan, memahami ciri-ciri sebuah potongan puzzle.

 Penerimaan berarti tidak terus menerus mengeluh.

 Penerimaan berarti menerima tanggung jawab penuh, tidak lagi mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahan.

 Penerimaan berarti tidak lagi berusaha membenarkan diri sendiri.

Di sisi lain, mustahil memperoleh pengetahuan diri dengan cara ini.

 Pengetahuan diri harus diperoleh melalui studi dan pengalaman pribadi.

 Faktanya, tiga sifat  ditambah dua sifat kejujuran dan kesabaran bahkan lebih hebat lagi.

 Jadi kalau diurutkan dari (1) lila yang berarti keikhlasan, (2) narima yang berarti penerimaan, (3) temen yang berarti "kejujuran", (4) sabar, memaafkan dan (5) budi luhur yang berarti jiwa yang mulia .

10. Nilai Pendidikan Ketuhanan

Nilai Pendidikan terakhir ini tertera dalam pupuh tembang Gambuh, bait 11 sebagai berikut:

Samengko ingsun tutur

Sembah catur supaya lumuntur

Dhihin raga cipta jiwa rasa kaki

Ing kono lamun ketemu

Tandha nugrahaning Manon

Istilah doa sangat bagus.

 Mempersembahkan sesuatu berarti menawarkan sesuatu.

 Doa artinya mempersembahkan sesuatu kepada Sang Hyang Widhi, kepada Allah, kepada Tuhan.

 Selama ini doa kita  belum bisa disebut ibadah.

 Dalam doa, kita hanya meminta.

 Tidak ada Persembahan.

 Dalam bahasa Jawa ada kata doa dan Pangesthi (permintaan) yang berarti keinginan

 Dalam doa, percayakanlah dirimu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

 Dalam doa kita meminta sesuatu, dan mengharapkan sesuatu.

 Tetapi dalam persembahan kita justru memberi sesuatu.

Apa saja nilai dan ajaran yang ditekankan dalam Serat Wedha Tama dalam upaya pencegahan korupsi?

Serat Wedha Tama, ditulis oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, mengandung berbagai nilai dan ajaran yang ditekankan. Ini termasuk:

1. Pendidikan Nilai-Nilai Kehidupan: Pada bagian ini menekankan pentingnya menjalani kehidupan yang berbudi luhur, menaati aturan keluarga, peraturan pemerintah, ajaran agama, dan mempunyai cita-cita yang luhur. Hal ini mendorong individu untuk mengendalikan keinginannya, menumbuhkan karakter yang baik, dan menghindari perilaku negatif.

2. Nilai-Nilai Kebersamaan: Serat Wedha Tama mengedepankan nilai membangun hubungan baik dengan sesama, menumbuhkan rasa kekeluargaan dan persatuan antar sesama.

3. Nilai-Nilai Profesionalisme: Pada bagian ini menekankan pentingnya kerja keras, berjuang untuk mencapai keunggulan, dan mencapai kesuksesan dalam profesi atau bidang keahliannya.

4. Nilai-Nilai Pembangunan Batin: Serat Wedha Tama mengajak individu untuk mengolah batin, mengendalikan emosi, serta menghindari sikap egois dan malas.

5. Nilai-Nilai Kecantikan: Pada bagian ini menyoroti pentingnya menghargai dan memupuk keindahan, baik di dunia luar maupun dalam pikiran dan tindakan seseorang.

6. Nilai-Nilai Kebijaksanaan: Serat Wedha Tama mengedepankan nilai kearifan, mendorong individu untuk mengambil keputusan secara bijaksana dan bertindak dengan penuh kehati-hatian.

7. Nilai-Nilai Kesucian: Pada bagian ini menekankan pentingnya kesucian dan kesucian dalam pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang.

8. Nilai-Nilai Agama: Serat Wedha Tama menggarisbawahi pentingnya ajaran agama dan pengamalan keimanan seseorang.

9. Nilai-Nilai Akhlak Mulia: Teks ini mempromosikan penanaman kebajikan mulia dan karakter moral yang baik.

10. Nilai-Nilai Ketuhanan: Serat Wedha Tama menekankan pentingnya mengenali dan menghormati Tuhan dalam kehidupan seseorang.

Nilai-nilai dan ajaran-ajaran ini berfungsi sebagai panduan bagi pemimpin atau individu untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan beretika, serta tetap relevan dalam masyarakat kontemporer.

Kenapa integritas dan moral penting bagi pemimpin?

Integritas dan moral penting bagi pemimpin karena mereka membangun kepercayaan, kredibilitas, dan perilaku etis dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Integritas mengacu pada ketaatan pada prinsip moral dan etika, kejujuran, dan konsistensi dalam tindakan dan keputusan. Ini adalah landasan kepercayaan antara pemimpin dan pengikutnya. Ketika pemimpin menunjukkan integritas, mereka menginspirasi kepercayaan dan loyalitas di antara bawahannya. Kepercayaan ini sangat penting untuk kepemimpinan yang efektif dan kelancaran fungsi organisasi.

Moral, di sisi lain, mencakup prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang memandu perilaku etis. Pemimpin yang memiliki nilai moral yang kuat bertindak sesuai dengan apa yang benar dan adil, dengan mempertimbangkan kesejahteraan orang lain dan kebaikan bersama. Mereka mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan etis, bukan keuntungan pribadi atau kepentingan pribadi.

Pemimpin yang memiliki integritas dan nilai moral yang kuat akan memberikan contoh positif bagi pengikutnya. Mereka menciptakan budaya kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas dalam organisasi mereka. Hal ini menumbuhkan rasa persatuan, kerja sama, dan komitmen di antara anggota tim, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan kesuksesan.

Selain itu, pemimpin dengan integritas dan nilai-nilai moral yang kuat lebih mungkin mengambil keputusan etis, bahkan dalam situasi yang menantang. Mereka memprioritaskan kesejahteraan jangka panjang organisasi dan masyarakatnya dibandingkan keuntungan jangka pendek. Hal ini membantu mencegah korupsi, praktik tidak etis, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Singkatnya, integritas dan moral penting bagi para pemimpin karena mereka membangun kepercayaan, menginspirasi loyalitas, mendorong perilaku etis, dan berkontribusi terhadap kesuksesan dan kesejahteraan organisasi atau masyarakat secara keseluruhan.

 Bukan sekedar cinta tapi juga kasih sayang. Menganggap orang lain, bagian atau dari dirinya sendiri itulah anurag. Mereka yang berada di tingkat atas harus sadar bahwa tanpa adanya orang-orang di bawah, jabatan mereka tidak berarti sama sekali. Tetapi mereka yang berada di bawah juga membutuhkan pemimpin yang bisa mengatur bawahan atau rakyatnya hidup tentram, aman dan nyaman. Jabatan, kekuasaan, dan wewenang Anda semuanya merupakan titipan, bahkan pemberian, dari rakyat. Menyadari hal ini akan menimbulkan rasa kasih sayang dan persahabatan antara diri kita dan orang lain. 3. Nilai Profesionalisme Nilai ini dapat dilihat dalam tembang Pocung pada bait 1.

whatsapp-image-2023-11-09-at-21-48-11-1-654d0b77ee794a12a332f712.jpeg
whatsapp-image-2023-11-09-at-21-48-11-1-654d0b77ee794a12a332f712.jpeg

Bagaimana teks tersebut mempromosikan pentingnya spritualitas dan nilai-nilai moral dalam kepemimpinan?

Pada Serat Wedha Tama mengedepankan pentingnya spiritualitas dan nilai-nilai moral dalam kepemimpinanan melalui berbagai ajaran dan nilai. Misalnya pada pupuh tembang Sinom umpan 9 disebutkan, "Anggung anggubel sarengat, Saringane tan den wruhi, Dalil dalaning ijemak, Kiyase nora mikani". Bagian ini menekankan perlunya untuk melampaui aturan dan ritual keagamaan yang tampak di permukaan, dan berusaha memahami esensi agama. Hal ini mengisyaratkan bahwa tanpa memahami hakikat agama, maka tidak akan ada hakikat agama dalam kepribadian kita dan tidak ada peningkatan kesadaran diri.

Lebih lanjut, teks tersebut menyoroti pentingnya budi pekerti luhur atau akhlak mulia dalam kepemimpinan. Dalam tembang Pocung umpan 11 disebutkan, "Lila lamun, kelangan nora gegetun, Trima yen ketaman, Sak serik sameng dumadi, Tri legawa nalangsa srah ing Bathara". Bagian ini menunjukkan bahwa penerimaan dan kepuasan hanya dapat dicapai ketika kita melihat dunia sebagai sebuah drama, sebuah tontonan. Hal ini menekankan bahwa kesuksesan dan kegagalan, suka dan duka, semuanya adalah bagian dari pertunjukan, dan kita harus menyikapinya dengan rasa tidak terikat dan pengertian.

Ajaran dan nilai-nilai ini mendorong pentingnya spiritualitas dan nilai-nilai moral dalam kepemimpinan dengan mendorong individu untuk melampaui praktik dan ritual yang dangkal, dan untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang esensi agama dan pengembangan karakter mulia. Dengan memasukkan ajaran-ajaran ini ke dalam pendidikan, individu didorong untuk mengembangkan pedoman moral yang kuat dan rasa spiritualitas yang dapat memandu tindakan dan keputusan mereka dalam hidup.

 merasa santosh, Anda masih akan terjebak dalam proses mengejar diri sendiri dengan hasrat marah dan amarah. 4. Nilai Pendidikan Kejiwaan Nilai pendidikan ini contohnya pada tembang Wedha Tama Pupuh Pocung, bait 2. Angkara gung, neng angga anggung gumulung Gegolonganira Triloka lekere kongsi Yen den umbar ambabar dadi rubeda Angkara atau kesombongan inilah yang menyebabkan Anda menjadi iri hati, serakah, egois dan tidak memedulikan orang lain.

KESIMPULAN

Sebagai penutup, Serat Wedha Tama menekankan pentingnya integritas dan nilai moral bagi pemimpin. Pemimpin dengan integritas menginspirasi kepercayaan dan loyalitas di antara para pengikutnya, sementara pemimpin dengan nilai moral yang kuat membuat keputusan etis dan memprioritaskan kesejahteraan orang lain. Kualitas-kualitas ini menciptakan budaya kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas dalam organisasi, mencegah korupsi dan memajukan kebaikan bersama. Dengan mewujudkan integritas dan nilai-nilai moral, para pemimpin dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan yang kredibel dan etis, yang mengarah pada keberhasilan dan kesejahteraan organisasi dan masyarakat secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, Sudrajat, Djoko Suryo, and Dwi Siswoyo. 2018. "Moral Values of Javanese Leader in Serat Wedhatama." Asian Social Science 14 (3). Canadian Center of Science and Education: 49.

Sulistyo, Edy Try. 2015. "THE IMPLICATURE OF TEMBANG GAMBUH IN SERAT WEDHATAMA AND ITS SIGNIFICANCE FOR THE SOCIETY." Jurnal Humaniora 27 (1). Universitas Gadjah Mada

 Ilmi, Achmad Miftachul, M. Ramli Ramli, and Fitri Wahyuni Wahyuni. 2022. "Konseling Realita Berbasis Nilai-Nilai Serat Wedhatama Untuk Membentuk Karakter Unggul Peserta Didik: Literature Review." Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling 12 (1). Universitas PGRI Madiun

 Wibawa, Sutrisna. 2016. "FILSAFAT JAWA DALAM SERAT WEDHATAMA." Jurnal IKADBUDI 2 (12). Universitas Negeri Yogyakarta.

uady, Farkhan. 2022. "PENDIDIKAN MORAL MASYARAKAT JAWA DALAM SERAT WEDHATAMA DAN SERAT WULANGREH." JURNAL HURRIAH: Jurnal Evaluasi Pendidikan Dan Penelitian 3 (1). Yayasan Pendidikan dan Kemanusiaan Aceh: 83--92.

Sutarno, S. 2016. "Kajian Bahan Informasi Bimbingan Yang Terkandung Di Dalam Serat Wedhatama." ... "Optimalisasi Active Learning Dan Character Building 

Purwadi. 2017. "NILAI THEOLOGIS DALAM SERAT WEDHATAMA." DIKSI Vol 14, No: 81--88.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun