Mohon tunggu...
Muhammad Fajariansyah
Muhammad Fajariansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG

saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik “Dalam demokrasi, politik adalah seni membuat orang percaya bahwa ia memerintah.” - Louis Latzarus

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gerakan 212: Dinamika Sosial dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Indonesia

15 April 2024   21:18 Diperbarui: 19 April 2024   00:46 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa ini memengaruhi dinamika kekuasaan dalam konteks politik. Akhirnya, Ahok, yang saat itu menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, menghadapi proses hukum. Pada pemilihan umum selanjutnya, Anies Baswedan terpilih sebagai gubernur, yang menandai perubahan politik yang signifikan. 

Peristiwa ini juga memicu diskusi lebih luas tentang hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Ada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan prinsip demokrasi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Oleh karena itu, dinamika sosial yang terjadi di 212 terkait penistaan agama Ahok bukan hanya peristiwa sejarah tetapi juga gambaran dari bangsa Indonesia.

Politik indonesia

Gerakan sosial 212 telah berkembang menjadi peristiwa politik yang signifikan. Gerakan ini bermula dari demonstrasi besar-besaran di Jakarta pada 2 Desember 2016. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama juga dikenal sebagai Ahok diduga melakukan penistaan agama, yang memicu protes. Ahok, seorang penganut agama Kristen, dianggap telah menista agama Islam ketika dia membahas ayat 51 dari surat Al-Maidah dalam sebuah pidato kampanye. Orang-orang Muslim di Indonesia marah karena pernyataannya yang dianggap merendahkan Islam, yang memicu gerakan sosial besar yang disebut Gerakan 212. Gerakan 212, yang mengambil nama dari tanggal protes tersebut, dipimpin oleh sejumlah ormas Islam konservatif di Indonesia.

Gerakan ini menuntut agar Ahok segera ditahan dan diproses hukum atas tuduhan penistaan agama. Selain itu, mereka juga menuntut agar Ahok dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Politik Indonesia pun terusik dengan adanya Gerakan 212 ini. Para politisi pun berusaha menjaga keseimbangan di tengah gejolak politik yang terjadi. Beberapa politisi mengambil sikap mendukung Gerakan 212 sebagai bentuk dukungan terhadap aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat. Sementara itu, ada juga politisi yang berusaha menenangkan massa dan mencari jalan keluar damai dari konflik yang sedang terjadi. Peran politik dalam kasus Ahok dan Gerakan 212 ini sangat krusial. Pembahasan politik di Indonesia menjadi semakin kompleks dengan adanya isu-isu agama yang terus mencuat ke permukaan. Politisi dituntut untuk mampu mengayomi dan meredakan ketegangan yang ada, sekaligus tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum. Selain itu, kasus Ahok dan Gerakan 212 juga membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut mengenai toleransi dan pluralisme di Indonesia.

Sebagai negara dengan beragam suku, agama, dan budaya, Indonesia harus mampu menciptakan ruang bagi semua pihak untuk berpendapat tanpa adanya diskriminasi atau kekerasan. Dalam konteks politik Indonesia, Gerakan 212 juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik Melalui demonstrasi, masyarakat menunjukkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip penting. Ini menunjukkan bahwa seluruh rakyat Indonesia sekarang memiliki peran dalam politik Indonesia, bukan hanya para politisi tertentu. Meskipun kasus Ahok dan Gerakan 212 mungkin telah berlalu seiring berjalannya waktu, pengaruh mereka terhadap Indonesia masih melekat di ingatan masyarakat.

Identitas Komunal

Identitas komunal dapat sangat memengaruhi politik suatu negara, seperti yang ditunjukkan oleh gerakan sosial 212 di Indonesia pada tahun 2016. Salah satu penyebab utama gerakan ini adalah kasus yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Ahok, seorang politisi beragama Kristen keturunan Tionghoa- Indonesia, menjadi sasaran dari sejumlah tuduhan dan serangan selama kampanye Pilkada DKI Jakarta. Sejumlah bagian masyarakat, terutama yang dikenal sebagai kelompok Islam konservatif, menjadi marah karena pernyataannya yang dianggap menista agama Islam. Dalam konteks ini, identitas komunal memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk persepsi dan reaksi terhadap kasus Ahok. Kelompok-kelompok yang merasa terancam atau diidentifikasi sebagai bagian dari komunitas yang dilukai oleh pernyataan Ahok merasa perlu untuk bersatu dan menunjukkan solidaritas dalam menegakkan nilai-nilai dan identitas mereka.

Gerakan sosial 212 yang kemudian terbentuk menjadi wadah bagi ekspresi identitas komunal ini. Dengan mengusung narasi agama dan kebangsaan sebagai poin sentral, gerakan ini berhasil menggalang dukungan massif dari berbagai elemen masyarakat yang merasa terpanggil untuk membela "kebenaran" dan "martabat" agama dan bangsa. Namun, di balik solidaritas dan semangat yang digelorakan oleh gerakan sosial 212, terdapat kompleksitas yang perlu dipahami lebih dalam. Identitas komunal yang digunakan sebagai basis persatuan juga bisa menjadi alat yang mudah dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Identitas dan agama digunakan sebagai katalisator untuk menimbulkan polarisasi dan perselisihan di masyarakat dalam kasus Ahok.

Dalam konteks gerakan sosial seperti 212, penting untuk mempertimbangkan cara identitas komunal dilihat dan digunakan. Meskipun solidaritas dan kebersamaan dalam memperjuangkan nilai-nilai bersama sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif, juga perlu di ingat bahwa kemungkinan marginalisasi terhadap kelompok minoritas yang tidak sejalan dengan sejarah mayoritas mungkin terjadi. Memahami dinamika identitas komunal menjadi penting dalam menjaga keberagaman dan keadilan sosial dalam konteks Indonesia yang pluralistik. Gerakan sosial seperti 212 dapat menjadi gambaran dari banyaknya hubungan antar identitas yang ada di masyarakat dan menjadi panggilan untuk meningkatkan diskusi dan pemahaman antara kelompok.

DAMPAK GERAKAN 212

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun