Mohon tunggu...
Muhammad Fajariansyah
Muhammad Fajariansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG

saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik “Dalam demokrasi, politik adalah seni membuat orang percaya bahwa ia memerintah.” - Louis Latzarus

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gerakan 212: Dinamika Sosial dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Indonesia

15 April 2024   21:18 Diperbarui: 19 April 2024   00:46 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik atau golongan tertentu. Dalam konteks penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, perdebatan seputar kebebasan berpendapat dan hukuman yang seharusnya diterapkan juga menjadi sorotan. Beberapa pihak berpendapat bahwa kebebasan berpendapat harus dijaga, namun tidak boleh menghina atau melecehkan agama atau keyakinan orang lain. Sementara itu, ada juga yang mendukung hukuman bagi pelaku penistaan agama sebagai bentuk perlindungan terhadap nilai-nilai keagamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

Menurut Latief (JURNAL MAARIF Vol. 11, No. 2-Desember 2016), gerakan Bela Islam berbeda dari gerakan sosial lain di Indonesia. Hal ini karena gerakan Bela Islam fokus pada politik praktis, khususnya kontestasi pemilihan gubernur DKI Jakarta, dan posisi Ahok sebagai gubernur pertahanan yang mencalonkan diri untuk periode lima tahun berikutnya. Tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial politik yang melatar belakangi gerakan Aksi Bela Islam ini, yaitu Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

Lalu Menurut Jati (Jurnal Maarif Vol.12, No.1-Juni 2017), peristiwa pemilu kepala daerah di Jakarta telah menimbulkan spekulasi bahwa Aksi Bela Islam merupakan gerakan politik. Selain itu, beberapa hari sebelum pemilihan, terjadi gerakan politik yang disebut "Tamasya Al-Maidah" dengan tujuan mendorong pemilih Jakarta untuk memilih pemimpin muslim.

Dan menurut Sholikin (Madani, Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan, Vol. 10, No. 1, 2018) menyatakan bahwa Aksi Bela Islam adalah gerakan intensifikasi yang didasarkan pada solidaritas dan didorong oleh masalah penistaan agama. Banyak tokoh Islam yang hadir dalam Aksi Bela Islam dan memiliki banyak jamaah. 

Namun, ciri khas dari tokoh-tokoh islam ini adalah mereka menggunakan pendekatan dakwah yang berbeda-beda, bahkan jika mereka berbicara tentang topik yang sama setiap kali. Tokoh seperti Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), pimpinan Pesantren Daarut Tauhid di Bandung; Muhammad Arifin Ilham, pimpinan Majlis Zikir Az-Zikra; Habib Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI); Bachtiar Nasir, Ketua GNPF dan Sekretaris Jendral 1 Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI); dan KH. Ma'ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). dan tokoh tokoh dari ormas islam lain yang memiliki banyak jamaah. Secara keseluruhan, ketiga artikel tersebut menyatakan bahwa Aksi Bela Islam 212 bukan hanya demonstrasi; itu telah berkembang menjadi gerakan sosial yang rumit yang berdampak besar pada struktur sosial, politik, dan keagamaan Indonesia.

Dinamika Sosial

Peristiwa penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama, atau yang lebih dikenal sebagai Ahok, telah menimbulkan dinamika sosial yang signifikan di Indonesia. Gerakan massa 212 adalah salah satu contohnya. Perdebatan lama tentang kebebasan agama dan kebebasan berpendapat muncul sebagai akibat dari peristiwa ini. Ini juga menunjukkan seberapa kompleks hubungan antara agama dan politik di Indonesia. 

Bermula dari demonstrasi besar-besaran di Jakarta pada 2 Desember 2016, Gerakan 212 menuntut penegakan hukum terhadap Ahok atas tuduhan penistaan agama. Para demonstran, yang sebagian besar terdiri dari orang Islam, menuntut agar Ahok segera didakwa karena pernyataannya tentang ayat 51 dari surah Al-Maidah dalam Al-Quran. 

Proses sosial yang terjadi selama peristiwa tersebut menunjukkan ketidaksepakatan masyarakat Indonesia. Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung gerakan 212 sebagai bentuk pembelaan terhadap agama dan keadilan.

Di sisi lain, ada pula kelompok yang mengkritik gerakan tersebut karena dianggap memperkeruh situasi sosial dan politik di Tanah Air. Salah satu dampak dari dinamika sosial yang tercipta adalah polarisasi opini di masyarakat. Pendukung gerakan 212 merasa bahwa Ahok harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, sementara pihak lain berpendapat bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tidak dipengaruhi oleh tekanan massa. 

Selain itu, peristiwa penistaan agama Ahok juga memperkuat narasi tentang pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Masyarakat mulai menyadari bahwa toleransi dan kerjasama antar umat beragama merupakan kunci keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun