Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perspektif Warga dan Dampaknya PPN 12 Persen di Pasar, Keringanan atau Beban Baru?

2 Januari 2025   11:30 Diperbarui: 2 Januari 2025   16:36 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kegiatan ramai di pasar. (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA via kompas.com)

Pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen, sebuah kebijakan yang membawa pro dan kontra di kalangan masyarakat. 

Keputusan ini datang di tengah tantangan ekonomi global dan domestik yang semakin berat, di mana beban anggaran negara semakin besar. 

Penerimaan pajak yang lebih tinggi dianggap sebagai langkah penting untuk menyeimbangkan keuangan negara dan mendukung berbagai program pembangunan. 

Namun, kebijakan ini juga menuai kritik, terutama dari masyarakat yang merasakan dampak langsung melalui kenaikan harga barang dan jasa.

Bagi sebagian pihak, kebijakan PPN 12 persen dipandang sebagai solusi untuk meningkatkan pendapatan negara, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan penyediaan layanan publik yang lebih baik. 

Sebaliknya, bagi banyak konsumen, terutama mereka yang sudah terbebani dengan harga barang yang terus merangkak naik, keputusan ini dirasakan sebagai tambahan beban ekonomi yang semakin mempengaruhi daya beli.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan stabilitas fiskal negara, dampaknya di pasar sangat terasa. Banyak warga yang mulai khawatir dengan efek domino yang ditimbulkan, terutama dalam jangka panjang. 

Apakah kebijakan ini akan berhasil menyeimbangkan beban fiskal negara tanpa menyulitkan kehidupan masyarakat? 

Pajak dan Beban Negara

Tidak bisa dipungkiri, ketika suatu negara menghadapi kondisi fiskal yang sulit, salah satu jalan yang diambil adalah meningkatkan penerimaan negara, salah satunya melalui pajak. 

Pajak menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan, mulai dari pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, hingga program kesejahteraan sosial. 

Dalam konteks Indonesia, dengan defisit anggaran yang terus meningkat dan kebutuhan pembiayaan negara yang terus berkembang, pemerintah harus mencari cara untuk meningkatkan penerimaan negara.

Pengenaan PPN 12 persen ini merupakan salah satu langkah konkret yang diambil oleh pemerintah untuk memenuhi target pendapatan negara. Namun, ada perbedaan pandangan mengenai dampak kebijakan ini terhadap masyarakat, terutama dalam konteks daya beli. 

Pajak yang lebih tinggi tentu dapat memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang pada gilirannya berpotensi menurunkan kemampuan konsumen untuk membeli kebutuhan pokok. 

Hal ini sangat terasa bagi kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, yang sudah tertekan dengan inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.

Pada satu sisi, kebijakan ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menjaga agar negara tetap dapat memenuhi kewajibannya, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Namun, di sisi lain, pajak yang lebih tinggi sering kali berisiko memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sudah sulit. 

Seiring dengan kenaikan PPN, harga barang-barang konsumsi sehari-hari, mulai dari sembako hingga barang-barang elektronik, bisa menjadi semakin mahal. 

Jika ini terjadi, tentu saja masyarakat akan semakin kesulitan untuk bertahan, terlebih mereka yang sudah terbelit utang atau menghadapi kesulitan ekonomi akibat pandemi.

Dampak pada Pasar: Kenaikan Harga yang Tak Terelakkan

Ilustrasi Sejumlah barang kebutuhan sehari-hari di pasar (sumber gambar: unsplash via ayobandung.com)
Ilustrasi Sejumlah barang kebutuhan sehari-hari di pasar (sumber gambar: unsplash via ayobandung.com)

Setelah keputusan pemerintah untuk mengenakan PPN 12 persen, banyak kalangan yang mulai merasakan dampaknya, terutama dalam hal harga barang dan jasa. 

Meskipun PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa tertentu, kenyataannya hampir seluruh sektor ekonomi terpengaruh. 

Di pasar, banyak barang yang sebelumnya dijual dengan harga stabil kini mengalami kenaikan. Kenaikan ini tidak hanya terjadi pada barang-barang konsumsi seperti makanan dan minuman, tetapi juga pada berbagai layanan yang sebelumnya terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Bagi konsumen, terutama keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah, kenaikan harga ini terasa sangat memberatkan. Misalnya, harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan telur yang sudah mengalami kenaikan beberapa bulan sebelumnya, kini kembali melonjak. 

Hal ini membuat pengeluaran keluarga semakin besar, dan semakin sulit untuk menyeimbangkan anggaran rumah tangga. Bukan hanya itu, harga barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya seperti pakaian, peralatan rumah tangga, hingga barang elektronik, juga terdampak oleh kebijakan PPN 12 persen.

Di sisi lain, sektor jasa pun tidak luput dari dampak kebijakan ini. Biaya transportasi, terutama untuk layanan taksi online dan angkutan umum, juga mengalami peningkatan. 

Begitu pula dengan harga makanan dan minuman di restoran atau kafe yang ikut terimbas oleh PPN 12 persen. Meskipun beberapa pelaku usaha mencoba menahan kenaikan harga agar tetap kompetitif, namun pada akhirnya, konsumen tetap merasakan dampaknya.

Bagi sebagian masyarakat, terutama yang sudah merasa terbebani dengan biaya hidup yang tinggi, kebijakan ini membuat mereka semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Setiap kenaikan harga menjadi beban tambahan yang sulit ditanggung, apalagi bagi mereka yang memiliki utang atau pengeluaran tetap yang besar. 

Masyarakat yang berada pada lapisan ekonomi yang lebih rentan, seperti pekerja harian atau keluarga dengan penghasilan pas-pasan, sering kali merasa terjepit oleh kebijakan ini.

PPN 12 Persen: Keringanan atau Beban Baru?

Di satu sisi, PPN 12 persen bisa dilihat sebagai keringanan bagi pemerintah dalam hal pendapatan, yang mungkin dibutuhkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur atau program sosial yang berdampak positif bagi masyarakat. 

Dengan adanya tambahan penerimaan dari pajak, pemerintah memiliki lebih banyak sumber daya untuk menggerakkan ekonomi negara, memperbaiki kualitas pelayanan publik, serta mendanai proyek-proyek besar yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Pembangunan infrastruktur, misalnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan konektivitas antar daerah, mengurangi kemacetan, dan mempermudah distribusi barang. Proyek-proyek ini pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja dan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. 

Selain itu, dana yang diperoleh dari PPN juga bisa digunakan untuk program sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial yang akan menguntungkan masyarakat, terutama yang berada dalam kelompok rentan.

Namun, meskipun tujuan dari kebijakan ini dapat dilihat positif dari perspektif pemerintah, tantangan utama adalah bagaimana agar manfaat yang dihasilkan oleh kebijakan ini bisa terasa oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan justru menambah beban mereka. 

Untuk memastikan bahwa PPN 12 persen tidak menjadi sebuah beban yang semakin memperburuk kesenjangan sosial, pemerintah harus memastikan bahwa hasil dari penerimaan pajak tersebut benar-benar digunakan untuk program-program yang memberikan dampak langsung dan signifikan bagi masyarakat.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?

Pemerintah tentu harus mempertimbangkan dengan cermat dampak dari kebijakan ini terhadap masyarakat, terutama kelompok-kelompok rentan. 

Masyarakat yang sudah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, seperti pekerja dengan upah rendah, keluarga dengan tanggungan besar, dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, sangat rentan terhadap dampak negatif dari kenaikan pajak. 

Kenaikan PPN 12 persen yang berlaku pada barang dan jasa tertentu bisa memperburuk daya beli mereka, yang sudah tertekan oleh inflasi dan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. 

Kelompok-kelompok rentan ini, yang meliputi para pekerja harian, petani kecil, pedagang kaki lima, dan keluarga dengan anak-anak, sering kali tidak memiliki banyak ruang untuk menyesuaikan pengeluaran mereka. 

Setiap kenaikan harga barang yang mereka konsumsi atau jasa yang mereka butuhkan akan langsung menggerus penghasilan mereka. 

Selain itu, masyarakat di daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki akses yang mudah ke barang-barang dengan harga lebih rendah atau subsidi juga akan merasa dampak ini lebih besar.

Jika kebijakan PPN ini tidak disertai dengan program pengamanan yang memadai untuk kelompok rentan, seperti pemberian bantuan langsung tunai atau subsidi bagi mereka yang terdampak, maka ketimpangan sosial akan semakin melebar. Ini bisa berujung pada meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah, yang dapat memicu ketegangan sosial.

Pemerintah juga perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai barang-barang yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, dan mempertimbangkan untuk memberikan pengecualian atau tarif pajak yang lebih rendah pada barang-barang tersebut. 

Misalnya, bahan pangan pokok, obat-obatan, dan bahan bakar yang menjadi kebutuhan dasar sehari-hari, seharusnya tidak dikenakan PPN atau diberikan tarif yang lebih ringan. Hal ini dapat mengurangi tekanan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan barang-barang tersebut untuk bertahan hidup.

Selain itu, upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana yang diperoleh dari PPN sangat penting. 

Masyarakat harus dapat melihat dengan jelas bagaimana pajak yang mereka bayarkan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan program-program sosial yang langsung menyentuh kehidupan mereka.

Jika masyarakat merasa bahwa pajak yang mereka bayar digunakan secara efektif dan adil, maka kebijakan ini dapat diterima dengan lebih baik.

Kesimpulan

Kebijakan PPN 12 persen merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk menambah penerimaan negara dan mendukung pembangunan. 

Namun, dampaknya pada masyarakat, terutama kelompok rentan, harus menjadi perhatian utama. Tanpa langkah-langkah mitigasi yang tepat, kebijakan ini berpotensi meningkatkan kesenjangan sosial dan membebani masyarakat yang sudah kesulitan bertahan hidup. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pengaturan tarif PPN, memberikan subsidi atau bantuan bagi kelompok rentan, serta memastikan transparansi dalam penggunaan dana pajak agar kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun