Mohon tunggu...
Muhammad Bagus
Muhammad Bagus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Islam Progresif

11 Maret 2023   19:45 Diperbarui: 11 Maret 2023   21:38 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam memaparkan teori yang ditawarkan Khaled juga menegaskan bahwa terdapat empat asumsi dasar yang berfungsi sebagai landasan dalam membangun analisis hukum yaitu: 1) asumsi berbasis nilai yang lebih bersifat prosedur substansi normatif 2) asumsi berbasis metodologis yang lebih bersifat prosedur ilmiah 3) asumsi berbasis iman yang lebih bersifat teologis sesuai karakteristik pesan Tuhan dan tujuannya 4) asumsi berbasis akal yang lebih bersifat nalar rasionalistik . Sementara persyaratan yang harus dipenuhi dalam setiap tindakan penafsiran yakni jujur, kesungguhan,  menyeluruhan ,rasionalitas dan  pengendalian diri.

Aktivitas nalar bermula dari percakapan antara nabi dengan muadz bin Jabal ketika ia ditunjuk menjadi gubernur di dalam percakapan tersebut, diriwayatkan bahwa nabi bertanya kepada Muadz tentang sumber yang akan digunakan dalam memerintah provinsi dan memutuskan perkara di sana .

Urgensi ijtihad sebagai alat Istanbul ahkam diakui oleh anak im sebagai pemikir kontroversial asal sudan. Dalam hal ini anak'i mengatakan bahwa ijtihad yang secara bahasa berarti usaha keras dan Gigih. Sementara secara teknis berarti penggunaan penalaran hukum secara independen untuk memberikan jawaban atas suatu masalah ketika Alquran dan surat tidak memberikan jawaban sangat relevan sebagai interpretasi terhadap Alquran dan Sunnah.

Salah satu komentarnya tatkala anak'i menyikapi isu tertutupnya pintu ijtihad yang  sempat mewarnai bahasan dalam disiplin ilmu Ushul fiqh an Naim mengatakan: pintu ijtihad diyakini oleh mayoritas kaum muslimin telah ditutup sejak abad X M hingga hari ini namun banyak ulama kontemporer menuntut dibukanya kembali pintu ijtihad itu. Pernyataan krusial yang layak diajukan membuka pintu ijtihad namun dengan tetap berpegang pada kerangka prinsip-prinsip syariah yang ada apakah penggunaan istilah sekarang akan mampu memecahkan problem fundamental kaitannya dengan hukum publik Syariah tanpa menentang struktur syariah secara keseluruhan sebagaimana telah dibangun oleh para ahli hukum perintis.

Pemikiran yang dikagumi an Naim karena dianggap telah mendobrak kebekuan ijtihad adalah Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah dianggap telah menegaskan kembali eksistensi ijtihad di tengah pendapat umum yang meyakini akan tertutupnya pintu ijtihad namun, bagi anak Naim kelemahan Tamiya adalah penolakan terhadap rok you sebagai sumber syariah dan pengakuannya terhadap otoritas salaf sebagai generasi muslim awal.

An Naim mengakui akan adanya teks yang bersifat qath'i dilalah dan dzanniy dialah . Namun dalam rumusannya tidaklah sama dengan apa yang telah disebutkan oleh ulama Ushul pada umumnya. Oleh karena bagian anak im teks dilalah maksudnya adalah teks yang universal atau teks yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan teks yang dzanniy dilalah adalah teks yang memiliki arti jelas dan rinci atau teks yang mengancam nilai-nilai kemanusiaan.

Terkait tawaran epistemologis anak yang berupaya untuk menandingi kalangan ulama tradisional yang mengkonsepsikan Alquran sebagai sumber pertama dan hadis sebagai sumber kedua. Sehingga kedua sumber ini menjadi sumber justifikasinya. Misalnya ketika mereka berbicara tentang keadilan sebagaimana terdapat dalam ayat tentang pembagian warisan maka sumbernya adalah Alquran dan hadis. Berbeda dengan anak im yang menjadikan teks yang universal sebagai pesan permanennya sehingga ketika berbicara tentang kewarisan maka konsep keadilannya adalah berdasarkan pada teks yang universal dalam arti teks yang mengandaikan adanya kesetaraan tanpa diskriminasi.

Dalam bidang aksiologis anak yang berupaya membangun hukum Islam untuk tujuan kesucian dengan teks yang universal dalam Alquran dan sunnah tetapi dengan aksentuasi pada pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan hal ini berbeda dengan rumusan hukum yang dibangun oleh ulama tradisional yang bertujuan untuk menyesuaikan dan totalitas teks yang rinci dan jelas dalam Alquran dan Sunnah sebagai referensi untuk mengetahui maqashid Syariah.

Mencermati pandangan an Naim secara sepintas dengan menggunakan aturan ijtihad yang membatasi hanya pada persoalan yang diatur secara dzanniy bukan dalam wilayah yang sifatnya codei dapat dinilai telah menentang aturan yang sudah pasti. Anake memiliki argumentasi yang kuat dengan mengacu pada tindakan Umar bin Khattab ketika menolak untuk membagikan zakat yang diambil dari kas negara kepada mustahik zakat yang disebut dengan Al muallafatu qulubuhum. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan dana khusus yang diberikan kepada mereka hanya berlaku pada saat kaum muslimin masih lemah dan sangat membutuhkan dukungan dari mereka.

Al mulmualafatu qulubuhum secara tegas dicantumkan dalam surat at-taubah ayat 60 sebagai salah satu mustahik zakat. Dalam ayat tersebut dinyatakan, sesungguhnya zakat zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, orang yang dibujuk hatinya untuk mau merdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.

Kesimpulan bahwa konsep dzanniy sebenarnya adalah konsep yang masih bisa diperdebatkan, sehingga munculnya pemahaman-pemahaman yang beraneka ragam tentang konsep tersebut adalah suatu keniscayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun