Mohon tunggu...
Muhammad Bagus
Muhammad Bagus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Islam Progresif

11 Maret 2023   19:45 Diperbarui: 11 Maret 2023   21:38 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemikiran kordhawi tentang ijtihad transformatif bagi koro dhawi ijtihad sebagai pencerahan kemampuan intelektual dalam menemukan rumusan hukum terdiri dari dua macam yakni ijtihad intiqa 'i dan ijtihad insya'i . Ijtihad intiqa'i adalah memilih satu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang terdapat pada warisan Fiqih Islam yang penuh dengan fatwa dan keputusan hukum dalam ijtihad ini seorang mujtahid mengadakan studi komparatif terhadap beberapa pendapat dan meneliti kembali dalil-dalil Nash dan dalil-dalil ijtihad yang dijadikan sandaran seorang mujtahid sehingga pada akhirnya dapat memilih pendapat yang terkuat sesuai dengan kaidah-kaidah tarjih. Termasuk dalam kaidah tarji yang harus diperhatikan adalah kehendaknya mendapat itu mempunyai relevansi dengan kehidupan di zaman sekarang. Pada pendapat itu lebih mendekati kemudahan yang telah ditetapkan Syariah lebih memprioritaskan untuk merealisasikan maqosit Syariah mengedepankan kemaslahatan manusia, dan mencegah marah bahaya yang akan menimpa.

Prinsip moderasi dalam pemikiran hukum Islam menurut Qardhawi moderasi adalah prinsip yang selalu ditonjolkan dalam setiap perumusan hukum yang difatwakannya . Qardhawi memaparkan tiga golongan dalam aliran pemikiran hukum Islam yakni aliran madrasah zahiriyah baru, madrasah panganulir baru, dan madrasah moderat.

Pada golongan yang pertama Qardhawi i mengidentifikasi cirinya: pemahaman dan penafsiran yang literal, keras, dan menyulitkan sombong terhadap pendapat mereka, tidak menerima orang-orang yang berbeda terdapat, udah mengafirkan orang-orang yang berbeda pendapat, dan tidak peduli terhadap fitnah. Sedangkan dari segi landasan berpikir, kelompok zahiriyah baru memahami teks secara literal tanpa memperhatikan illat ,makna, maksud yang terkandung dalam teks tersebut. Kurang menghargai peran akal dan bahkan cenderung tidak menggunakan akal dalam memahami teks serta menempuh jalan yang sulit.

Golongan kedua Qardhawi disebut sebagai madrasah penganulir baru dapat diidentifikasi dengan ciri-ciri komahaman yang dangkal terhadap syariat, berani berpendapat tanpa ilmu, dan mengikuti pola pikir barat. Sedangkan landasan berpikirnya mereka meninggalkan akal daripada Wahyu mengklaim bahwa Umar menganulir teks atas nama maslahah, berpegang pada maslahah dalam pemikiran Al thufi dan kaidah di mana ada kemaslahatan di sana ada syariat Allah.

Contoh moderasi Qardhawi terlihat dalam satu fatwanya tentang kebolehan seorang muslim menerima warisan dari kerabatnya yang non muslim. Ketika diajukan pernyataan oleh seorang lelaki mualaf yang ditinggal mati kedua orang tuanya yang non muslim tentang kebolehan mewarisi harta dengan dua pertimbangan: sebagai pewaris tunggal dan harta yang didapatkan akan dipergunakan untuk kepentingan lembaga-lembaga keislaman. Sebaliknya jika harta tersebut tidak diperolehkan untuk diwarisi maka akan jatuh ke tangan orang-orang non muslim.

Qardhawi secara tegas menyatakan bahwa yang diberlakukan pada era modern ini adalah opsi yang memandang pintu ijtihad terbuka dan tetap terbuka. Para ulama dituntut untuk melakukan upaya rekonstruksi terhadap khazanah hukum Islam secara inovatif. Termasuk yang cukup urgen adalah upaya para ulama tersebut untuk secara terus-menerus melakukan ijtihad di bidang fiqih secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab kajian ijtihad akan selalu ada mengingat kedudukan dan fungsi ijtihad dalam produk-produk fiqih apakah itu berfungsi sebagai purifikasi atau rektualisasi.

Latar belakang historis pemikiran sahrur yang mengaruhi pandangannya, yang meliputi epistemologi, metode pembacaan AlQuran Muhammad syahrur, serta pandangannya terhadap Fiqih Islam. Terdapat satu kata kunci yang dapat menunjukkan epistemologi yang dianut oleh Sahrul dalam studi keislamannya. Kata kunci tersebut adalah Al Haq. Dalam teori pengetahuan manusia, Al Haq inilah yang membedakan dengan Al batil sebagaimana disebutkan dalam Quran surat ar-ra'd ayat 17 dan Quran surat al-baqarah ayat 42. Al Haq yang dimaksud dalam interpretasi Sahrul terdapat beberapa poin yaitu: pertama Al Haq adalah Allah dan kalimatnya, kedua kalimat Allah adalah eksistensi realitas yang diciptakannya yang meliputi eksistensi kealaman dan kemanusiaan. Samping kalimat Allah juga memberikan kalamnya kepada manusia melalui nabi Muhammad dalam bentuk wahyu Alquran.

Sahrur terhadap karakter agama Islam, yang berupa Hanafiah dan istiqomah pada dasarnya memberi efek yang sangat signifikan terhadap hasil-hasil ijtihadnya. Sebab, sebagian komentar well B . Hallaq, relasi antara Hanafiah dan istiqomah sepenuhnya dialektis. Ketetapan dan perubahan yang tepat pada hubungan tersebut terjalin berkalindan. Dialektika ini sangat penting karena mewujudkan bahwa hukum itu dapat beradaptasi secara elektrik di setiap waktu dan tempat. Dari adanya relasi dua karakter itu sahru memperkenalkan teorinya yang sangat populer yakni teori batas. Tapi tetap dalam garis-garis yang ditetapkan. Teori ini dalam disiplin metodologi hukum Islam sepenuhnya baru dan tidak akan ada disiplin fiqih klasik, maupun pemikiran-pemikiran keislaman kontemporer sebelum dan sesudah sahur. Namun, Sahrul memaklumi karena teori limitasi memang hadir belakangan tepatnya pada saat diperkenalkan oleh Isaac Newton.

Maqosit Syariah adalah makna yang dijadikan tujuan yang hendak direalisasikan oleh syar'i di balik pembuatan syariat dan hukum yang diperoleh melalui penelitian terhadap teks-teks Syariah. Atau bisa juga berarti ilmu yang mempelajari tujuan dan rahasia pembebanan Syariah serta mengatur kemaslahatan manusia dalam kehidupan di dunia dan akhirat sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut.

 pemikiran maqasit auda yang dituangkan dalam karyanya itu menunjukkan bahwa metode yang dipakai dalam memahami maqashid syariah adalah metode konvergensi seperti yang telah dipetakan oleh Al sayathibi, yaitu dengan menggabungkan antara literal teks makna batin dan bentuk penalaran. Metode ini disebut oleh sathibit sebagai metode Al rashunafi Ilmi. Sementara dengan peminjam tripologi well B Hallaq, udah termasuk dalam kelompok religius liberalism yang selalu geram dengan bangunan epistemologi hukum Islam yang terlalu menitikberatkan pada analisa kebahasaan sehingga muncullah dikotomi qot'i dzani maupun timbulnya asumsi tentang taarudin adillah bagi auda pendekatan maqasit akan mampu menyelesaikan dua persoalan tersebut.

Khalid Abou El fadl boleh disebut sebagai pemikir yang tergolong relatif langka. Dengan penguasaan literatur klasik dan kontemporer ia telah memberikan warna tersendiri dalam pemikirannya termasuk hermaotika otoriatif yang beliau tawarkan. Tawaran teoretis tersebut diyakini dapat membongkar fenomena sikap otoriterisme dalam fatwa yang mengatasnamakan agama dan Tuhan seperti yang diperontonkan oleh kalangan puritan Wahabi dalam lembaga fatwa CRLO yang banyak memberikan fatwa yang dianggap sangat bias gender dan otoritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun