Ulama faraidh berbeda pendapat tentang bagian warisan khunsa musykil, yaitu: Pendapat pertama, yaitu pendapat Ibnu Abbas yang kemudian diikuti Ahmad, Al-Sya'bi, Ibnu Abi Laila, Al-Tsauri, Ahli Madinah dan Makkah, Abu Yusuf, Syarcik, al-Lu'lu dan beberapa ulama lainnya, bahwa khunsa musykil ini menerima hak separuh hak laki-laki dan separuh hak perempuan.Â
Pendapat kedua, yaitu pendapat Abu Hanifah dan para pengikutnya, bahwa khunsa muykil itu menerima jumlah minimum dari kemungkinannya sebagai laki-laki atau ia sebagai perempuan. Pendapat ketiga, yaitu pendapat Imam Syafi'i dan diikuti oleh Abu Tsaur, Daud, dan Ibnu Jarir, bahwa khunsa musykil dan orang yang bersamanya mendapat yang meyakinkan sampai ada kepastian jenis kelaminnya atau sampai mereka bersama memutuskan secara damai.
Kewarisan janin dalam kandungan, bayi dalam kandungan juga berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya yang telah meninggal, hal ini sejalan dengan prinsip bahwa bayi dalam kandungan memenuhi ketentuan sebagai subjek hukum karena telah memenuhi persyaratan.Â
Cara membagi warisan anak dalam kandungan dapat dilakukan; pertama, tidak usah dibagi dahulu sebelum anak yang dalam kandungan itu lahir. Ini tidak menimbulkan kesulitan, karena sudah diketahui, apakah janin itu lahir dalam keadaan sudah meninggal atau dalam keadaan hidup, dan jenis kelaminnya juga telah jelas. Kedua, harta peninggalan si pewaris tersebut segera dibagikan tanpa menunggu kelahiran anak yang masih dalam kandungan. Ini agak rumit, karena tidak diketahui, apakah janin itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau meninggal, dan belum jelas kelaminnya, apakah laki-laki atau perempuan.Â
Kewarisan orang hilang (mafquf), orang hilang atau dalam fiqh disebut mafquf adalah orang yang terputus beritanya sehingga tidak diketahui hidup-matinya. Kewarisan mati bersama, yang dimaksud mati bersama atau mati beruntun adalah orang-orang saling mewarisi sekaligus meninggal, tidak diketahui siapa diantara mereka siapa yang meninggal terlebih dahulu, dan siapa yang belakangan. Ada beberapa cara untuk penyelesaian pembagian harta warisan yang ahli warisnya ada yang mafqud, yaitu; pertama, dikerjakan dahulu beberapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap masih hidup. Kedua, dikerjakan lagi beberapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap sudah mati. Kemudian dari dua pekerjaan tersebut, maka para ahli waris diberikan bagian ah yang terkecil dari dua perkiraan. Sisanya ditahan untuk si mafqud sampai persoalannya menjadi jelas, baik melalui vonis pengadilan, maupun karena kadaluwarsa masa tunggu.
Kewarisan anak hasil zina dan anak mula'anah, anak hasil zina adalah anak yang lahir sebagai akibat dari hubungan badan diluar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama, sedangkan anak mula'anah adalah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita yang di li'an oleh suaminya. Anak hasil zina dan anak mula'anah ini hanya mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah dengan ibu dan keluarga ibunya.
Pada waris Islam terdapat beberapa istilah-istilah yang berhubungan denganya, yang akan dibahas disini adalah wasiat dan hibah. Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat. Menurut Kompilasi Hukum Islam, wasiat yaitu pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Sebagaimana halnya hibah, bahwa dalam hal wasiat ini juga merupakan perbuatan sepihak, dengan kata lain tidak ada kontrak prestasi dari pihak penerima.
Hikmah adanya wasiat, yaitu sebagai berikut; wasiat dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah SWT, wasiat dapat menambah kebaikan pewasiat, wasiat dapat menolong dan memberikan keluasan ekonomi kepada penerima.
Adapun rukun (unsur) wasiat, yaitu; pertama, pewasiat (al-Muhshi). Syarat pewasiat adalah orang yang berakal dan sudah dewasa, mukallaf, dan tidak dipaksa orang lain." Menurut Kompilasi Hukum Islam, syarat Pewasiat telah berumur 21 tahun, berakal sehat, dan tidak ada paksaan. Kedua, penerima wasiat, syarat penerima wasiat, yaitu; dia bukan ahli waris yang memberikan wasiat, orang yang diberi wasiat ada pada saat pemberi wasiat mati, baik mati secara benar-benar maupun mati secara perkiraan, dan penerima wasiat tidak membunuh orang yang diberi wasiat.Â
Ketiga, harta yang diwasiatkan, syarat harta yang diwasiatkan, yaitu; objek yang diwasiatkan bisa berupa semua harta yang bernilai, harta yang diwasiatkan tidak boleh melebihi sepertiga dari harta peninggalan/warisan, kecuali apabila semua ahli waris setuju, harta benda yang diwariskan harus merupakan hak dari pewasiat, dan kepemilikan terhadap harta benda tersebut baru dapat dilaksanakan ketikaa pewasiat meninggal. Redaksi (sighat) wasiat.
Dalam wasiat ini, juga terdapat hal-hal atau kondisi dimana wasiat dapat batal, wasiat menjadi batal apabila; calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena: a) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat;Â