Mohon tunggu...
Muhammad Azmi
Muhammad Azmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Book Review: Hukum Kewarisan Islam di Indonesia

14 Maret 2023   17:18 Diperbarui: 30 Maret 2023   16:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasulullah SAW, memerintahkan dan mengajarkan hukum kewarisan Islam (faraidh), agar tidak terjadi perselisihan-perselisihan dalam membagi harta warisan, lantaran ditakutkan ketiadaan ulama yang menguasai ilmu hukum waris (faraidh). Oleh karena hal tersebut sangatlah penting, maka sampai-sampai hukum mempelajari ilmu faraidh ini adalah fardhu khifayah (wajib bila ada orang yang telah melaksanakanya, jika tidak seorangpun maka semua berdosa).

Adapun untuk rukun-rukun dalam waris Islam yaitu; harta warisan, pewaris, dan ahli waris. Tentu jika terdapat rukun juga terdapat syarat, adapun syarat-syarat mendapat warisan dalam waris Islam yaitu; orang yang mewariskan (muwarris) sudah meninggal' orang yang menerima warisan (ahli waris) masih hidup pada saat kematian pewaris, tidak ada penghalang untuk mendapat warisan, dan tidak terhijab atau tertutup oleh ahli waris yang lebih dekat. Dan sebab-sebab terjadinya mewarisi dalam Islam yaitu; hubungan kekeluargaan, hubungan perkawinan, hubungan agama, dan hubungan wala' (sebab memerdekakan budak).  

Dalam hukum waris Islam seorang ahli waris bisa jadi tidak bisa untuk mendapatkan waris. Sebab-sebab terhalang mendapat warisan yaitu; pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari pewarisan yang telah dibunuhnya, orang kafir tidak berhak mendapat warisan dari pewaris yang beragama Islam, dan perbudakan. Sebelum melaksanakan pembagian waris terdapat hak-hak yang terlebih dulu harus diselesaikan, hak-hak yang berhubungan dengan harta warisan yaitu; biaya perawatann yang masih terhutang, biaya penyelenggaraan jenazah, membayar hutang-hutang pewaris, dan melaksanakan wasiat pewaris. 

Dan kewajiban ahli waris terhadap pewaris, yaitu; mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman selesai, menyelesaikan hutang pewaris, menyelesaikan wasiat pewaris, dan membagi harta warisan kepada ahli waris yang berhak.

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia memiliki hubungan darah dan atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Dilihat dari bagian yang diterima, atau berhak tidaknya mereka menerima warisan, ahli waris dibedakan menjadi tiga, yaitu; dzawil furudh (ashab furudh), ashabah, dan dzawil arham. 

Dzawil furud atau ashab furudh adalah mereka yang mempunyai bagian yang telah ditentukan dalam al-Qur'an. Ahli waris ashabah di dalam bahasa arab adalah anak laki-laki dari kaum kerabat dari pihak ayah. Ahli waris dzawil arham adalah orang yang sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan pewaris, namun karena ketentuan nash tidak mendapat bagian, maka mereka tidak berhak mendapat bagian, kecuali ahli waris dari ashab furudh dan ashabah tidak ada.

Sebelum harta warisan dibagikan, terdapat hal-hal yang perlu diselesaikan, yaitu; pemisahan dari harta bersama, biaya penguburan mayit, melunasi hutang-hutang, dan pelaksanaan wasiat.

Terdapat beberapa cara terkait menyelesaikan proses pembagian harta warisan, yaitu; menghitung harta warisan dengan sistem asal masalah, yaitu untuk membagi warisan kepada ahli waris harus ditentukan terlebih dahulu siapa saja ahli warisnya dan berapa bagian masing-masing, menghitung harta warisan dengan sistem perbandingan, yaitu yang dibandingkan adalah seluruh bagian ahli waris satu sama lain, pembagian 'aul adalah bertambahnya jumlah ashabul furudh yang menyebabkan hak warisnya berkurang.

Apabila hal ini terjadi maka yang dilakukan dalam pembagian waris adalah menambah asal masalah, pembagian masalah rad, yaitu mengembalikan sisa dari harta warisan setelah bagian tetap kepada ashabul furudh secara proporsional apabila tidak ada ashabah, dan terakhir pembagian masalah umariyah, adalah salah satu bentuk masalah kewarisan yang pernah diputuskan oleh Umar dan diterima oleh mayoritas sahabat dan jumhur ulama'. 

Cara lain pembagian kewarisan menurut KHI, yaitu; perdamaian, penggantian kedudukan, anak zina dan anak li'an, pembagian warisan ketika pewaris masih hidup, sistem kewarisan kolektif, pewaris meninggalkan istri lebih dari seorang, dan pewaris tidak memiliki ahli waris.

Waris Islam juga mengatur mengenai hukum waris yang terjadi pada kondisi atau keadaan yang berbeda atau tidak pada umumnya. Terdapat kewarisan dalam bentuk tertentu, yaitu; kewarisan khunsa, kewarisan janin dalam kandungan, kewarisan orang hilang, kewarisan mati bersama, dan kewarisan anak hasil zina dan anak mula'anah. Kewarisan khunsa, khunsa adalah orang yang mempunyai dua alat kelamin baik itu laki-laki maupun perempuan. Pada redaksi lain dikatakan, khunsa adalah seseorang yang diragukan apakah dia laki-laki atau perempuan karena dia meiliki keduanya atau tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun