-Itikad baik dalam penyelesaian sengketa
Jika terjadi perselisihan mengenai perjanjian, para pihak harus berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik, adil, dan sesuai dengan semangat kerja sama. Mereka diharapkan tidak memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi secara berlebihan.
-Itikad baik dalam penafsiran perjanjian
Prinsip ini juga digunakan untuk menafsirkan isi perjanjian apabila terdapat ambiguitas atau ketidakjelasan. Hakim akan mempertimbangkan niat asli dari para pihak serta unsur keadilan dalam menafsirkan perjanjian tersebut.
Tantangan utama dalam implementasi prinsip itikad baik di pengadilan, dan bagaimana hal ini memengaruhi keputusan hukum
Tantangan Menerapkan Prinsip Itikad Baik di Pengadilan:
 a.Doktrin Bona Fides, yang berasal dari hukum Romawi, adalah dasar prinsip itikad baik dalam hukum perikatan Indonesia. Namun, karena definisi dan batasan yang jelas dari doktrin ini, seringkali sulit diterapkan secara konkret di pengadilan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian tentang apakah suatu tindakan dilakukan dengan niat baik.
B. Kesulitan Menetapkan Batasan: Sulit menetapkan batasan yang jelas tentang itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian. Misalnya, apakah dapat dianggap sebagai pelanggaran itikad baik untuk tindakan yang dianggap sebagai manipulasi atau tekanan? Untuk menentukan apakah suatu tindakan telah melanggar etika moral, hal ini memerlukan analisis yang mendalam dan konteks yang khusus.
C. Keterlibatan Doktrin Undue Influence: Dalam beberapa situasi, dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu perjanjian telah dibuat dengan niat baik atau tidak. Namun, doktrin ini memiliki keterbatasan karena sulit untuk menentukan apakah suatu tekanan yang tidak patut telah terjadi. Untuk menentukan adanya pengaruh, diperlukan bukti yang kuat dan analisis yang teliti.
2.Dampak pada Keputusan Hukum: A. Ketidakpastian Hukum: Sulit untuk menerapkan prinsip itikad baik dapat menyebabkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi keputusan hukum karena hakim harus menghadapi kesulitan untuk menentukan apakah suatu tindakan melanggar prinsip itikad baik atau tidak. Hal ini dapat menghasilkan keputusan hukum yang tidak adil dan tidak konsisten.
B. Ketergantungan pada Konteks: Keputusan hukum yang dibuat dalam kasus yang melibatkan prinsip itikad baik seringkali bergantung pada konteks tertentu. Interpretasi apa yang dianggap sebagai itikad baik dapat dipengaruhi oleh konteks tersebut. Oleh karena itu, keputusan hukum harus dibuat dengan hati-hati dan mempertimbangkan situasi unik setiap kasus.
c. Perluasan Doktrin: Untuk mengatasi kesulitan dalam menerapkan prinsip itikad baik, doktrin itikad baik dapat diperluas ke dalam hubungan pra-kontraktual dan pelaksanaan kontrak. Misalnya, menggunakan doktrin undue influence atau misbruik van omstandigheden dapat membantu menentukan apakah suatu perjanjian dibuat dengan niat baik atau tidak.