Mohon tunggu...
MUHAMMAD ALRAFI
MUHAMMAD ALRAFI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Melangkah kecil bukan hal yang salah tapi itu salah satu strategi untuk menuju ke hal yang besar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menganalisis Konsep Jiwa Menurut Ibn Sina dan Al-Ghazali

23 Juni 2024   09:52 Diperbarui: 6 Agustus 2024   18:12 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

  • Pengertian Jiwa

    Jiwa (berasal dari Bahasa sanskerta Jiva yang artinya "benih kehidupan") Dalam agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. [1]Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa. Di beberapa budaya, benda benda mati dikatakan memiliki jiwa, kepercayaan ini disebut animisme.[2]

 

  • Konsep jiwa menurut Ibn Sina

 

     Jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud yang terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Walaupun jiwa tidak mempunyai fungsi fisik. Panca indera yang lima dan daya-daya batin dari jiwa binatanglah, yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya.[3]

 

     Apabila jiwa telah mencapai kesempurnaannya, maka badan tidak diperlukan lagi bahkan menjadi penghalang mewujudkan kesempurnaan. Sejalan dengan terpisahnya antara badan dengan jiwa tersebut, maka jiwa manusia tidak mesti hancur dengan hancurnya badan.

 

    Tetapi jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang yang terdapat dalam diri manusia, hanya mempunyai fungsi-fungsi yang bersifat fisik akan mati dengan mati nya badan tak akan dihidupkan kembali di akhirat. Balasan nya untuk kedua jiwa ini pun dicukupkan di dunia saja. Berbeda dengan jiwa manusia yang bertujuan pada hal-hal yang abstrak akan dihidupkan kelak di akhirat.

 

     Jiwa manusia akan kekal dan jika mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, bahkan ia selama nya akan berada dalam kesenangan, tetapi kalo tidak belum mampu melepaskan dari pengaruh hawa nafsu, maka ia akan hidup dalam keadaan menyesal dan akan ditimpah kesengsaraan yang sangat berat di akhirat karna tidak terpenuhi nya hasrat jasmania.[4]

 

     Meskipun begitu kesengsaraan dan penderitaan yang menyertai nya tidaklah abadi, karna hal itu akan tergantung pada hubungan aksidental jiwa dengan tubuh. Ketika hubungan itu terputus, jiwa akan terbebas sama sekali dari hubungan apapun dengan materi dan akan memasuki suasana kebahagiaan yang pada dasar nya melupakan hak nya.

 

     Kekuatan jiwa itu menimbulkan fenomena yang berbeda-beda, seperti benci-cinta, susah gembira, menolak pemerintah, semua fenomena itu merupakan satu kesatuan, sebab saling bermusuhan tidak akan timbul keharmonisan. Karna itu, perlu jiwa untuk mempersatukan fenomena jiwa yang berbeda tersebut supaya timbul keserasian. Bila kesatuan fenomena psikologis mengharuskan ada nya asal sebagai sumbernya, tentu tidak bias di elakkan bahwa jiwa itu ada.

 

 

 

 

 

  • Menurut Al-Ghazali 

 

     Bahwa jiwa mempunyai seusuatu perbuatan dengan dirinya sendiri, bila tidak diganggu oleh atau disibukkan dengan suatu apa pun. Hakikatnya secara umum jiwa mempunyai dua fungsi : yang satu berhubungan dengan tubuh (mencakup arah atau control terhadapnya), dan yang lain berhubungan dengan prinsip-prinsip dan esensinya (mencakup pengertian terhadap hal-hal yang dapat dipikirkan [ma'qulat].[5]

 

     Kedua fungsi ini ekslusif secara mutual (mumtsni) dan bertentangan satu sama lain (mjuta'anid). Jiwa disibukkan dengan satu hal, maka ia dibolehkan dari yang lain. Mustahil baginya untuk memadukan keduanya.

 

     Lenyapnya jiwa tidak lepas dari kematian tubuh, terjadinya lawan jiwa yang datang untuk menggantikan posisinya, atau kekuasaan zat yang berkuasa. Tidak benar bahwa jiwa dapat lenyap karena kematian tubuh. Sebab tubuh akan bukan substratum jiwa.

 

     Namun ia hanyalah instrument yang dipergunakan oleh jiwa dengan perantaraan fakultas-fakultas yang terdapat di dalam tubuh. Kehancuran instrument tidak menuntut kehancuran pengguna instrumen tersebut, kecuali pengguna itu bertempat di dalamnya atau terpasang padanya, seperti jiwa binatang atau fakultas-fakultas jasmani.[6]

 

     Dan karena jiwa mempunyai dua tindakan: (1) memerlukan bantuan atau bekerja sama dengan instrument, dan (2) tidak memerlukan bantuan instrument atau tidak perlu bekerja sama dengannya. Demikian juga tidak benar mengatakan bahwa jiwa bias lenyap karena munculnya kebalikan atau lawannya. Karena subtansi (jawhar) tidak mempunyai kebalikan. Yang bias lenyap di dunia hanyalah aksiden dan bentuk yang bergantian melekat pada segala sesuatu.

 

     

 

     Bentuk air lenyap karena terjadinya kebalikannya yaitu bentuk udara. Tetapi materi yang merupakan substratum dari bentuk, secara mutlak tidak dapat lenyap. Dalam hal substansi yang tidak berada pada substratum, kelayapan karena terjadinya kebalikan juga tak dapat dibayangkan. Sebab apa yang tidak berada dalam substratum tidak mempunyai kebalikan, sedang kebalikan-kebalikan  (adda) itu terjadi secara bergantian pada substratum yang sama.

 

  • Analisis antara konsep jiwa menurut Ibn Sina dan Al-Ghazali

 

     Dari pendapat ibn sina dapat kita ambil kesimpulan bahwa jiwa mempunyai wujud yang terlepas dari badan, dan juga jiwa mempunyai 3 bagian yang pertama jiwa manusia, kedua jiwa binatang dan yang ketiga jiwa tumbuh-tumbuhan. Yang dimana jiwa binatang dan jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai fungsi fisik yang mana akan mati dengan matinya badan, sedangkan jiwa manusia bertujuan pada hal-hal abstrak yang akan dihidupkan diakhirat.

 

     Dari Al-Ghazali bahwa jiwa mempunyai seusuatu perbuatan dengan dirinya sendiri, bila tidak diganggu oleh atau disibukkan dengan suatu apa pun. jiwa disebut mempunyai dua fungsi yang satu berhubungan dengan tubuh yang satunya berhubungan dengan prinsip-prinsip dan esensinya, jiwa juga mempunyai 2 tindakan : 1. Membutuhkan bantuan dan bekerja sama dengan instrument 2. Tidak membutuhkan bantuan atau tidak bekerja sama dengan instrument.

 

     Dan juga antara kedua konsep jiwa dari 2 tokoh tersebut mempunyai karakter nya masing-masing dimana dan kesamaannya adalah bahwa jiwa adalah salah satu yang terlepas dan tidak terikat dari badan, dan didalam pembagian jiwa disebutkan bahwa ada yang berkaitan dengan fungsi fisik dan ada juga yang fungsinya hanya bersifat abstrak yang bersifat diakhirat, jiwa memang suatu yang berbeda dengan badan dan fisik tetapi juga jiwa mempunyai keterikatan antara satu dengan lainnya.

 

     Dan jiwa manusia merupakan sesuatu hal yang tidak mati seperti badan karena dia akan hidup diakhirat jika badannya telah mati dan terlepas dari badan.

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun