2. Transparansi: Akuntabilitas yang tinggi sering kali disertai dengan transparansi dalam pengambilan keputusan. Ketika proses dan keputusan publik dapat diakses dan dipahami oleh publik, pejabat akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Sebaliknya, kurangnya transparansi dapat menyebabkan pejabat merasa bahwa mereka tidak perlu dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko korupsi.
3. Mekanisme Pengawasan yang Kuat: Dalam banyak kasus, akuntabilitas yang rendah disebabkan oleh mekanisme pengawasan yang lemah. Jika tidak ada lembaga atau sistem yang secara aktif memantau dan mengevaluasi tindakan pejabat publik, maka peluang terjadinya korupsi pun meningkat. Misalnya, jika tidak ada audit yang dilakukan terhadap penggunaan anggaran, pejabat dapat dengan mudah menggelapkan atau menyalahgunakan dana.
Dampak Akuntabilitas yang Rendah
- Korupsi yang Marak: Ketika akuntabilitas rendah, praktik korupsi dapat berkembang tanpa banyak hambatan. Pejabat yang tidak merasa tertekan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya cenderung menyalahgunakan kekuasaannya, yang merugikan masyarakat dan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.
- Hilangnya Kepercayaan Publik: Ketika publik melihat bahwa pejabat tidak bertanggung jawab atas tindakannya, kepercayaan terhadap pemerintah dapat menurun. Hal ini dapat menyebabkan apatisme dan skeptisisme di kalangan warga negara, yang pada gilirannya dapat mengganggu partisipasi publik dalam proses demokrasi.
- Keadilan Sosial: Akuntabilitas yang rendah dapat menyebabkan ketidakadilan, di mana keputusan yang diambil tidak mencerminkan kepentingan publik, tetapi justru menguntungkan individu atau kelompok tertentu. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat.
Korupsi merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dua teori yang sering dibahas dalam konteks penyebab korupsi adalah Teori Jack Bologna dan Teori GONE. Mari kita bahas masing-masing teori tersebut.
Teori Jack Bologna
- Keserakahan (Greed): Individu yang terlibat dalam korupsi sering kali didorong oleh keinginan untuk memperkaya diri sendiri, meskipun mereka sudah berada dalam kondisi yang cukup baik secara finansial .
- Kesempatan (Opportunity): Korupsi terjadi ketika ada kesempatan yang tersedia bagi individu untuk melakukan tindakan koruptif tanpa takut akan konsekuensi.
- Kebutuhan (Needs): Meskipun banyak pelaku korupsi berasal dari kalangan yang berkecukupan, ada kalanya kebutuhan tertentu juga dapat memicu tindakan korupsi.
- Pengungkapan (Expose): Faktor ini berkaitan dengan seberapa besar kemungkinan tindakan korupsi akan terungkap. Jika risiko terungkap rendah, individu lebih cenderung melakukan korupsi.
Teori Jack Bologna menekankan bahwa korupsi sering kali muncul dari interaksi antara individu dengan lingkungan sosial dan ekonominya. Menurut teori ini, ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya korupsi:
1. Lingkungan Sosial: Lingkungan tempat seseorang berada dapat memengaruhi perilakunya. Jika individu tumbuh dalam lingkungan yang toleran terhadap korupsi, mereka mungkin lebih cenderung melakukan praktik korupsi. Misalnya, jika pejabat publik melihat rekan-rekannya melakukan korupsi tanpa konsekuensi, mereka mungkin merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama.