“Halo, Malik.”
Mataku langsung takjub dengan sorot mata penyapaku. Bagaimana dia bisa mengenalku?
“Namamu Malik, kan?”
“Iya, namaku Malik,” masih tersisa rasa takjub, “kok kamu bisa tahu namaku?”
“Iya.”
Mata penyapaku mengerucut. Ketakutan. Atau mungkin malas dengan keramaian. Sama, aku juga benci dengan keramaian Pasar Malam ini. Apa pula yang dicari orang-orang ini?! Mengotori kampungku!
“Kamu mau, kan, berteman denganku?” si pemilik suara bertanya.
Retina mata miliknya membesar dan mengecil menatap tajam ke retinaku. Entahlah, kata artis dalam film yang kutonton di TV, itu bisa berarti bohong atau takut. Dari sekian persentase tebakanku, penyapaku ini ketakutan.
“Aku pulang dulu, ya,” tak bisa kutahan lagi menguap. Malam sudah larut. Pasti Emak akan marah kalau aku pulang lebih telat.
Mata penyapaku kembali mengerucut dan membesar. Ketakutan.
“Jangan pergi.”