Nama: Muhammad Aditya Firmansyah
NIM: 34202200034
Prodi: Pendidikan Matematika
Dosen: Nila Ubaidah, M.Pd.
Pendahuluan
Matematika hakikatnya adalah mata pelajaran yang berhubungan dengan dunia nyata. Tujuan belajar matematika adalah mempelajari dasar-dasar matematika agar siswa ingin mengembangkan dan menerapkannya dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. (Risdiyanti, Charitas, and Prahmana 2018) menyiratkan bahwa matematika memiliki karakteristik aktivitas manusia yang relevan dengan kehidupan manusia.
Bangun Datar adalah salah satu  yang langsung terikat dengan kehidupan sehari-hari. Banyak dari kita dikelilingi oleh benda-benda yang menyerupai atau bahkan memiliki bentuk yang sama dengan bentuk bangun datar, seperti pintu berbentuk persegi panjang, buku yang berbentuk persegi, piring yang berbentuk lingkaran, layangan berbentuk layang-layang, dan lain-lain. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan siswa serta berada dekat dengan siswa agar materi bangun datar lebih menarik dan mudah diserap oleh siswa.
Pemanfaatan komponen budaya yang sering dijumpai pada konsep matematika merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dikenal dengan etnomatematika. Dalam kaitannya dengan tindakan menghitung, mengukur, mendesain, mengelompokkan, memainkan, dan aktivitas matematika lainnya, etnomatematika menerapkan prinsip-prinsip matematika secara luas. (Noto, Firmasari, and Fatchurrohman 2018) menegaskan bahwa menggunakan etnomatematika adalah pendekatan yang berguna untuk memahami dan siswa mungkin mendapatkan apresiasi yang lebih besar dari budaya lokal mereka dengan mempelajari konsep matematika.
Pembelajaran yang dilandasi pemahaman terhadap budaya lokal memungkinkan berkembangnya pengetahuan yang benar baik dalam proses belajar mengajar. Dalam budaya lokal terdapat aspek maupun nilai-nilai dari pendidikan, budaya, kepribadian daerah, karakter lokal, dan karakter bangsa, sehingga pemanfaatannya sebagai media pembelajaran mampu menginspirasi siswa untuk belajar matematika. Peningkatan kemampuan kognitif matematika siswa juga dapat dicapai dengan menggunakan budaya lokal sebagai sumber. Hal itu didukung oleh penelitian (Anida and Eliza 2020) Ketika nilai-nilai budaya lokal dimasukkan ke dalam pembelajaran, siswa dapat tumbuh, terutama dalam hal perkembangan kognitifnya.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memasukkan permainan tradisional daerah ke dalam pembelajaran etnomatematika. Permainan tradisional dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar matematika. Dengan demikian, visualisasi matematis membantu perkembangan gagasan siswa untuk pemikiran abstrak. (Bigoniya and Rana 2009) berpendapat bahwa karakter bangsa dapat berhasil dibentuk dengan menanamkan nilai-nilai kepada siswa.Â
Salah satu strategi untuk menjamin eksistensi dan pemeliharaan budaya bangsa adalah dengan menumbuhkan karakter bangsa pada generasi penerus. Penerapan etnomatematika dalam pembelajaran matematika untuk menanamkan ide-ide matematika dan mempromosikan pengembangan karakter bangsa didorong oleh para pendidik. Untuk menjadi fasilitator yang efektif dan menanamkan nilai-nilai tersebut pada siswa, pendidik harus mampu menganalisis nilai-nilai budaya..
Hasil dan PembahasanÂ
Layangan biasanya diterbangkan di lapangan sebagai bagian dari permainan tradisional populer, yang dilakukan oleh orang dewasa dan anak-anak. Sejak pertama kali ditemukan ribuan tahun yang lalu, layang-layang telah digunakan untuk menangkis kejahatan, mengirim pesan, menggambarkan kejadian alam, dan bahkan mengukur cuaca. Namun, layang-layang kini hanya diterbangkan untuk tujuan rekreasi.
Permainan tradisional layangan mmeiliki unsur-unsur matematika yang disajikan pada Gambar
Pada bagian kerangka layangan terdapat konsep dasar matematika seperti diagonal, titik sudut, garis, panjang, dan sudut. Berdasarkan keterangan pada Gambar , Kerangka layangan tersebut dapat dijadikan sebagai media pembelajaran matematika sebagai pengenalan sifat-sifat bangun datar layang-layang. Bangun datar layang-layang mempunyai:
- Sepasang sudut yang berhadapan sama besar yaitu sudut B yang sama besar dengan sudut D
- Memiliki empat titik sudut (A,B,C dan D)
- Memiliki dua diagonal yaitu diagonal BD dan AC
- Memiliki dua pasang sisi yang sama panjang
- Diagonal BD membagi diagonal AC sama panjang dan tegak lurus AC.
Mengingat bahwa keliling bangun datar layang-layang merupakan penjumlahan dari setiap panjang sisi, Karena laying laying memiliki 2 pasang sisi yang sama Panjang, jsdi rumus keliling layang-layang dapat dinyatakan sebagai (2 x AB) + (2 x BC).
Menurut Gambar, layang-layang terdiri dari dua segitiga kongruen atau segitiga yang sama, yaitu segitiga putih disebut juga segitiga ACD, dan segitiga ungu disebut juga segitiga ACB. Dimungkinkan untuk menemukan rumus luas bentuk layang-layang dengan menggunakan segitiga ACD dan ACB memiliki perkiraan luasnya sebagai berikut.
Luas layang-layang   = L ACD + L ACB
                 = (1/2 x AC x DE) + (1/2 x AC x BE)
                 = (1/2) x AC (DE + BE) Â
                 = (1/2) x AC x BD
                 = ( 1/2) x (diagonal 1) x (diagonal 2)
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa rumus luas bangun datar layang-layang = (diagonal 1) (diagonal 2).
 Cara lain untuk menggambarkan bangun datar layang-layang adalah sebagai bangun datar yang terdiri dari dua segitiga sama kaki, terutama segitiga sama kaki BCD dan ABD. Hasilnya, anda bisa mendapatkan rumus luas layang-layang dengan menggunakan dua segitiga sama kaki tersebut.
Berdasarkan gambar di atas, rumus luas layang-layang dapat diperoleh:
Luas layang-layang   = L ACD + L ACB
                 = (1/2 x AC x DE) + (1/2 x AC x BE)
                 = (1/2) x AC (DE + BE) Â
                 = (1/2) x AC x BD
                 = (1/2) x (diagonal 1) x (diagonal 2)
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa rumus luas bangun datar layang-layang = (diagonal 1) (diagonal 2).
Perkiraan jumlah bilah bambu yang dibutuhkan, lebar plastik atau kertas yang dibutuhkan, dan panjang benang, semuanya diperlukan saat membuat layang-layang. Akibatnya, pendidik dapat menggunakan proses pembuatan layang-layang dalam kegiatan evaluasi pembelajaran dengan memasukkan pertanyaan kontekstual. Berkaitan dengan pembuatan layang-layang. Menurut teori Freudenthal (1991), pengalaman dunia nyata siswa dapat digunakan sebagai sumber untuk belajar matematika sehingga mereka dapat menghubungkan pengalaman tersebut dengan ide-ide matematika.
       Berikut merupakan contoh soal kontekstual berkaitan dengan layang-layang.
- Pada hari Ahad Silfiana dan Sheila pergi ke swalayan dan membeli kertas berukuran 75 cm 130 cm. Mereka akan menggunakan kertas tersebut sebagai bahan untuk membuat layang-layang dengan panjang diagonal 45 cm dan 40 cm, berapa luas kertas yang tersisa?
- Ragil berencana untuk membuat layang-layang sebagai tugas keterampilan, Ragil mempunyai dua buah bilah bambu yang berukuran 60 cm dan 54 cm. Ragil akan menggunakan plastik untuk melapisi kerangka layang-layang tersebut, berapa minimal luas plastik yang diperlukan arya untuk membuat layang-layang?
Siswa dapat belajar untuk berpikir kritis dan menganalisis ide sambil memecahkan kesulitan dengan menggunakan masalah cerita kontekstual yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Akibatnya, pendidik dapat membuat pertanyaan berbasis kontekstual untuk menilai kemampuan pemahaman siswa dalam kegiatan penilaian pembelajaran.
Permainan layang-layang secara tidak langsung membentuk karakter siswa selain memiliki unsur-unsur matematika karena memberikan banyak manfaat bagi tumbuh kembang anak. Sifat-sifat karakter berikut dapat dikembangkan melalui bermain layang-layang.
1. Nilai kerjasama
Pentingnya kolaborasi dapat ditunjukkan dalam menerbangkan layang-layang karena membutuhkan kerja sama beberapa siswa untuk menerbangkan layang-layang dengan sukses. Masing-masing memiliki tugas tertentu; ada yang menarik benang layang-layang agar layang-layang bisa terbang tinggi, ada pula yang berfungsi sebagai pemegang layang-layang. Pentingnya kolaborasi dalam game klasik dapat memberikan efek yang baik dan berkontribusi dalam pengembangan karakter.
2. Nilai pantang menyerah
 Saat menerbangkan layang-layang, prosedurnya bisa diperhatikan. Untuk menarik tali dan membuat layang-layang bisa terbang tinggi, mereka bekerja keras dan pantang menyerah. Ketika mereka gagal mnerbangkannya, mereka akan terus berusaha sampai berhasil. Alhasil, permainan layang-layang secara implisit mendorong siswa untuk pantang menyerah.
3. Nilai Keterampilan
Memainkan permainan layang-layang akan menunjukkan nilai skill. Karena beberapa orang berjuang dengan menerbangkan layang-layang, ada taktik dan kemampuan unik yang dibutuhkan dalam permainan layang-layang agar layang-layang dapat terbang tinggi.
4. Nilai Keaktifitas dan Mandiri
Pentingnya kemandirian dalam proses pembuatan layang-layang, dimana siswa didorong untuk merancang dan mengkonstruksi sendiri layang-layang sesuai dengan kecerdikan mereka sendiri. Membuat dekorasi atau memilih warna layang-layang adalah dua cara yang dapat dilakukan siswa untuk menyampaikan pendapatnya.
Menurut uraian di atas, permainan layang-layang tradisional biasanya memasukkan moral dan ide-ide matematika dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang menyenangkan. Kualitas inti layang-layang tradisional berfungsi untuk menonjolkan nilai nilai budaya daerah yang meresapi semua kegiatan siswa.
Simpulan
Etnomatematika adalah strategi pengajaran yang mengintegrasikan aspek budaya lokal ke dalam pembelajaran matematika. Dari hasil kajian dan diskusi terlihat jelas bahwa permainan layang-layang tradisional menggunakan etnomatematika. konsep dasar matematika seperti garis, panjang, diagonal, titik sudut, dan sudut tercakup dalam bagian kerangka layang-layang. Jika ditelusuri lebih lanjut, layang-layang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran matematika untuk mengenalkan siswa pada sifat-sifat bangun dasar layang-layang. Dengan menggunakan desain layang-layang sebagai panduan, siswa dapat memperkirakan dua segitiga kongruen atau dua segitiga sama kaki pada bangun layang-layang untuk mendapatkan luas layang-layang dan kelilingnya. Hal ini menunjukkan keserbagunaan layang-layang sebagai alat pengajaran matematikaa.
Pemanfaatan media game untuk pembelajaran matematika berbasis etnomatematika, layang-layang tradisional merupakan salah satu inovasi dalam pendidikan yang dapat menumbuhkan suasana belajar mengajar yang menyenangkan dan dekat dengan siswa. Mereka juga membantu memvisualisasikan bentuk bidang layang-layang danmenanamkan nilai-nilai karakter moral siswa dapat mendorong kecintaan terhadap budaya lokal.
Referensi:Â
Anida, Anida, and Delfi Eliza. 2020. "Pengembangan Model Pembelajaran Saintifik Berbasis Kearifan Lokal Untuk Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun." Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 5 (2): 1556--65. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.898.
Bigoniya, Papiya, and Avtar Chand Rana. 2009. "Radioprotective and In-Vitro Cytotoxic Sapogenin from Euphorbia Neriifolia (Euphorbiaceae) Leaf." Tropical Journal of Pharmaceutical Research 8 (6): 521--30. https://doi.org/10.4314/tjpr.v8i6.49399.
Noto, Muchamad Subali, Siska Firmasari, and Mohammad Fatchurrohman. 2018. "Etnomatematika Pada Sumur Purbakala Desa Kaliwadas Cirebon Dan Kaitannya Dengan Pembelajaran Matematika Di Sekolah." Jurnal Riset Pendidikan Matematika 5 (2): 201--10. https://doi.org/10.21831/jrpm.v5i2.15714.
Risdiyanti, Irma, Rully Charitas, and Indra Prahmana. 2018. "Etnomatematika: Eksplorasi Dalam Permainan." Journal of Medives 2 (1): 1--11. http://e-journal.ikip-veteran.ac.id/index.php/matematika/article/view/523.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H