1.1 Mengapa pernikahan Wanita hamil terjadi dalam masyarakat?
Sudah dapat kita ketahui bahwasanya, sudah banyak sekali kasus pernikahan wanita hamil di masyarakat. Banyak dari calon pasangan suami-istri di bawah umur mengajukan permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke pengadilan agama setempat. Dispensasi nikah sendiri yaitu pemberian hak kepada calon pasangan pengantin untuk menikah, meskipun belum mencapai batas minimum usia pernikahan yaitu 19 tahun. Jadi, mengapa fenomena pernikahan wanita hamil marak di masyarakat? Salah satu alasan utamanya adalah perzinaan. Adapun faktor-faktor yang memengaruhinya adalah :
1. Pergaulan bebas yang di luar batasÂ
Pada saat ini pergaulan bebas sangat mengkhawatirkan, anak muda zaman sekarang cenderung lebih agresif dan berani melakukan hal-hal yang dilarang. Mereka berani melalukan hal tersebut (perzinaan) karena pengaruh dari pergaulan yang tidak sehat dan lingkungan yang tidak baik.Â
2. Tidak mempertimbangkan akibat yang terjadi kedepannya
Terjadinya hal yang tidak diinginkan (hamil di luar nikah) juga dipengaruhi dari rasa 'tidak takut akan akibat'. Orang yang melakukan hal tersebut tidak memikirkan dampak apa yang akan timbul dari perbuatan mereka. Mereka tidak berpikir panjang dan lebih memilih terjerumus dalam melakukan hal yang merugikan.Â
3. Kurangnya kontrol diri
Faktor ini juga memperngaruhi terjadinya kecelakaan dalam pergaulan. Mereka yang kurang bisa mengendalikan nafsu dalam dirinya bisa dengan mudah tergelincir pada hal tersebut (perzinaan)
4. Tingkat pendidikan dan pemahaman agama yang kurang
Keterbatasan pendidikan menimbulkan minimnya ilmu pengetahuan khususnya tentang seks. Mereka kurang memiliki pemahaman akan fungsi dan aturan dalam seks serta bagaimana dampak-dampak dari seks bebas akan dengan mudah tergelincir ke seks bebas. Kurangnya pemahaman agama juga memengaruhi hal ini, jika pemahaman agama seseorang kuat maka besar kemungkinan akan terjerumus dalam seks bebas.
2.2 Apa yang menjadikan penyebab terjadi pernikahan Wanita hamil
Pernikahan wanita hamil ini sering kali terjadi di masyarakat yaitu karena kurang nya edukasi dalam seks sehingga mereka melakukannya tanpa ada batas, berikut ada beberapa faktor yang mana faktor tersebut dapat memicu adanya pernikahan wanita hamil :
1. Tingkat pendidikannya kurang
2. Pergaulan bebas
3. Pengaruh Lingkungan sekitar
4. Lemahnya dalam pemahaman Agamanya
5. Kurang nya moral dan Lemah nya keimanan seseorang
6. Perkembangan Tegno yang mana tidak ada batasan UsiaÂ
7. Berkurang nya Norma SosialÂ
8. Kurang nya perhatian dari orang tua / lengah nya orang tua dalam mengawasi dan mendidik seorang anak.
9. Menutup aib keluarga
Diatas itulah yang menjadikan faktor terjadinya pernikahan wanita hamil , oleh karena itu kita sebagai seorang muslim harus bisa mengontrol diri / menjaga diri dari zina.
3.3 Pandangan beberapa ulama mengenai pernikahan wanita hamil . Diantaranya:
Madzhab Hanafiyyah: masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, diantaranya:
Pernikahan tetap sah, baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak
Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan
Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan
Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro'
Malikiyyah : tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Imam Syafi'i : Beliau berpendapat lebih longgar. Bukan berarti zina itu dilegalkan. Itu adalah praduga yang salah, karena perzinaan apapun sudah terkutuk. Imam Syafi'i berkata, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal ? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". Tapi agar tidak salah paham- apakah dia terbebas dari dosa berzina ataukah dia terbebas dari murka Tuhan? TIDAK. Itu tadi dari segi hukum. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah. adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah.
Imam Abu Hanifah : menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal: yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun.
Jadi kesimpulannya, jika seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad). Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya boleh.
 4.4 Tinjauan secara Sosiologis, Religious dan Yuridis di dalam pernikahan Wanita hamil
Tinjauan Yuridis
Pandangan Hukum Islam terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya kawin hamil sesuai dengan Maqasid Asy-Syari'ah, yaitu: untuk memelihara jiwa (hifz an-Nafs), memelihara keturunan (hifz an-Nasl) dan memelihara akal (hifz al-'Aql) Pada KHI Pasal 53, tidak bertentangan dengan isi surat An-Nur (24) ayat 3, wanita hamil akibat zina boleh dinikahkan dengan pria yang menghamilinya, demi kemaslahatan mereka berdua dengan pria yangÂ
menghamilinya, demi kemaslahatan mereka berdua dan anaknya, apabila wanita hamil akibat zina akan dikawinkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya, maka tindakaan yang di ambilnya adalah tidak menikahkan wanita hamil tersebut, agar tidak terjadi percampuran nasab.
Perkawinan wanita yang hamil diluar nikah adalah sah apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat perkawinan yang dimuat dalam KHI dan Undang-Undang NomorÂ
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan wanita hamil di luar nikah boleh dilakukan, tidak wajib, asalkan dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya maupun orang lain apabila ia bersedia dan menghendakinya dan tidak perlu dilakukan perkawinan ulang ketika anak itu sudah lahir. Status dan kedudukan anak yang lahir dalam perkawinan wanita hamilÂ
di luar nikah yaitu adalah anak sah apabila anak itu lahir dalam perkawinan yang sah antara ibu dan ayahnya. Karena dalam pasal 42 UUP dan pasal 99 KHI menetukan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sehingga anakÂ
tersebut dapat dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya dan ayah yang menikahi ibunya.Â
Namun dalam ketentuan demikian, dalam Hukum Islam anak yang lahir dari perkawinan wanita hamil di luar nikah untuk dapat dinasabkan kepada ayahnya si anak itu harus lahir sekurang-kurangnya enam (6) bulan sejak perkawinan orang tuanya.
b.) Tinjauan Sosiologis
Beberapa faktor terjadi perkawinan wanita hamil di luar nikah yakni pertama, kadar keimanan para pelaku rendah, kedua, pergaulan bebas, ketiga, tidak mendapatkan restu dari orang tua, keempat, kurang adanya hukum bagi para pelaku perzinaan, kelima, kurang adanya penyuluhan para remaja yang hamil di luar nikah dari KUA.
Para remaja yang hamil di luar nikah tidak bisa memahami batasan-batasan pertemanan yang diatur di dalam syariat Islam, terutama pertemanan dengan lawan jenis. Sehingga pertemanan mereka tidak ada batasannya dan dapat dikatakan dengan pergaulan bebas. Mereka menganggap bahwa pergaulan bebas dapat memberikan rasa lebih mudah mendapatkan kesenangan, hubungan pertemanan menjadi lebih akrab, memperoleh pengalaman baru, menghilangkan rasa ingin tahu, memenuhi/melampiaskan hasrat yang terpendam serta merasa lebih diterima dalam pertemanan. Kemudian, faktor minimnya pendidikan agama.
c.) Tinjauan Religius
Mazhab Syafi'i berpandangan bahwa sah perkawinan yang dilakukan oleh wanita hamil baik dengan pria yang menghamilinya maupun pria lain, tidak perlu menunggu si wanita tersebut melahirkan terlebih dahulu. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa sah mengawini wanita hamil baik oleh pria yang menghamilinya maupun pria lain, dengan catatan jika yang mengawininya bukan pria yang menghamilinya, maka pria itu tidak boleh mencampuri wanita tersebut hingga si anak lahir. Lain dengan Mazhab Maliki,Â
pelaksanaan kawin hamil menurut Malikiyyah adalah haram secara mutlak, baik pria yang menghamili atau bukan harus menunggu bayi tersebut lahir baru dapat mengawini wanita tersebut. Kemudian Mazhab Hanbali berpendapat bahwa tidak sah menikahi wanita yang diketahui telah berbuat zina, baik laki-laki yang menzinainya maupun laki-laki yang bukan menzinainya. Pria baru boleh mengawini wanita tersebut apabila wanita tersebut sudah habis masa iddahnya dan telah bertaubat dari perbuatan maksiat.
5.5 Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam?
Sebagai umat muslim yang baik kita pastinya menginginkan suatu keluarga yang islami penuh kebahagiaan dan keharmonisan dalam membangun rumah tangga , disini ada bebrapa langkah untuk mewujudkan keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warrahmah :
1. Terima Kelebihan dan Kekurangan Pasangan
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita. Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya.
2. Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lalu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar.
3. Menjalin komunikasi dari dua belah pihak
Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita lalai menjaga kehangatan komunikasi.
4. Â Hindari Berburuk Sangka
Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah pertengkaran dalam rumah tangga.
5. Intropeksi diri ( memperbaiki diri )
Kita itu tidak lah mudah merubah seseorang sebelum kita memperbaiki diri kita sendiri.
6. Saling terbuka satu sama lain
Kejujuran di suatu hubungan ia lah hal yang paling pentingÂ
7. BerdoaÂ
Hanya lah kepada allah kita meminta untuk menjadikan keluarga kita harmonis tanpa ada perpecahan.
# Kelompok 3_ HKI 4B
- Azizah Fais Syifaunnida 212121038
- Amadhea Rahmadhani.A 212121047
- Putri Aprilia 212121051
- Maysa Ayu Bintang Maharani 212121054
- Muh.Sulthan H.A 212121060
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H