Sekarang ini, kita sedang hidup dalam suatu peristiwa sejarah yang mungkin dapat merubah peradaban manusia untuk selamanya. Wabah COVID-19 yang telah berlangsung selama hampir 2 tahun tentunya sudah menyebabkan perubahan yang luar biasa besar dalam kehidupan seluruh umat manusia.Â
Hal ini akan menyebabkan dampak yang unprecedented dan force majeure terhadap situasi geopolitik, ekonomi, sosial, keamanan, pemerintahan, dan berbagai macam hal lainnya. Dalam 10 ribu tahun sejak umat manusia, memilih untuk hidup menetap dan berdekatan satu sama lain, ini bukan wabah pertama yang harus dihadapi umat manusia. Akan tetapi mengutip perkataan dari seorang filsuf asal Perancis Albert Camus "There has been as many plagues as war in history, yet always plagues and wars take people equally by surprise". Walaupun umat manusia sudah seringkali menghadapi wabah, tetap saja kita tidak pernah siap.
Sebenarnya apabila kita membicarakan penyakit menular, hal ini sudah ada sejak pertama kali manusia atau homo sapiens ada di permukaan bumi. Sepanjang sejarah, tercatat beberapa wabah-wabah yang telah merubah arah peradaban manusia baik secara regional maupun global.Â
Wabah Athena
Wabah Athena, adalah satu wabah pertama yang tercatat dalam sejarah adalah yang terjadi sekitar tahun 430 SM. Diduga wabah tersebut adalah wabah tipes yang berasal dari daerah Ethiopia atau Libya. Wabah ini masuk ke Athena ketika perang Peloponesia, perang ini adalah konflik antara Athena dan Sparta, dua polis terkuat dalam peradaban yunani kuno untuk memperebutkan hegemoni dan dominasi di daerah yunani kuno.
Wabah mulai muncul ketika pasukan Sparta sedang mengepung kota Athena, kondisi pengepungan menyebabkan warga Athena berdesakan di dalam kota menyebabkan penularan menjadi semakin cepat. Berdasarkan keterangan dari Thucydides seorang pemimpin perang dan sejarawan, wabah menyebar dengan sangat cepat membunuh para tabib bahkan menakuti pasukan Sparta. Pada akhirnya akibat peperangan dan wabah, Athena kehilangan sepertiga dari populasinya. Hal ini pada akhirnya berdampak menurunnya kekuatan Athena yang ironisnya menyebabkan rival mereka, Sparta melemah juga(stmuscholars.org).
 Dapat disimpulkan bahwa wabah ini memiliki pengaruh yang besar terhadap berakhirnya masa keemasan yunani kuno. Tampuk kekuasaan dan hegemoni kemudian direbut oleh Kerajaan Makedonia yang dipimpin oleh Philip II, yang dilanjutkan oleh Alexander the Great atau Iskandar yang Agung. Melihat fakta ini muncul suatu pertanyaan, Apabila tidak ada wabah Athena, apakah akan ada penaklukan Alexander dan jika tidak ada, akan seperti apa peradaban manusia hari ini?
Wabah Antonine atau Wabah Galen
Memasuki masa Kekaisaran Romawi sekitar tahun 450, penaklukan daerah eropa timur oleh pasukan Hun yang dipimpin oleh Atilla mendorong migrasi besar-besaran suku Germanic yang hidup di timur eropa, ke wilayah Kekaisaran Romawi. Ini menyebabkan peperangan berkelanjutan yang nantinya akan berujung pada keruntuhan kerajaan romawi barat. wabah Antonine atau sering disebut wabah Galen diasumsikan sebagai salah satu akibat dari invasi pasukan Hun.Â
Salah satu dampak terbesar dari wabah ini adalah tewasnya kaisar Marcus Aurelius yang berdampak pada berakhirnya Pax Romana atau kedamaian roma (di masa ini kerajaan romawi mencapai masa keemasannya dengan penduduk mencapai 70 juta jiwa). Cassius Dio seorang senator dan sejarawan romawi mengatakan bahwa kematian Marcus Aurelius mengawali masa kemunduran "from a kingdom of gold to one of iron and rust". Melihat fakta-fakta ini muncul pertanyaan, jika tidak ada wabah ini, apakah kekaisaran romawi akan bertahan lebih lama lagi dan apa dampaknya terhadap peradaban manusia secara luas?
Kemunduran ini akhirnya berdampak pada pecahnya Kekaisaran Romawi di tahun 395 menjadi Kekaisaran Romawi Barat yang tidak berumur panjang dan Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Byzantium yang akan berdiri sampai lebih dari 1000 tahun kemudian.Â
Wabah Justinian
Pada tahun 541 di tengah masa keemasan pertama Kekaisaran Byzantium yang dipimpin oleh Justinian I muncul suatu wabah yang akan menghantui dunia sampai hampir seribu tahun kedepan, yaitu bubonic plague atau pes. Di masa ini masyarakat menyebutnya Wabah Justinian, wabah ini bermula di Ethiopia yang kemudian menyebar ke kota Alexandria di Mesir, kemudian Yerusalem, Antiokia, dan akhirnya Konstantinopel. Luasnya Kekaisaran Byzantium dan perdagangan menyebabkan wabah ini menyebar sampai seluruh eropa. (jmvh.org)
Wabah Justinian ini menyebabkan 10 ribu korban tewas per hari di Konstantinopel. Procopius dari Caesarea sejarawan kekaisaraan menyatakan bahwa wabah ini "which the whole human race came near to be annihilated" dimana wabah ini mengancam keberlangsungan umat manusia.Â
Sampai dengan tahun 546 diperkirakan di Asia, Afrika, dan Eropa terdapat 100 juta korban tewas. Ini kemudian mengubah secara drastis kehidupan di eropa, diawali dengan kemunduran Kekaisaran Byzantium dan akhir dari kekuasaan Justinian I. Akibat hal wabah ini juga terjadi perubahan kebijakan agraria yang mendorong munculnya feodalisme.Â
Akibat feodalisme ini rasa persatuan di bawah bendera "Romawi" hilang dan muncul etnosentrisme masyarakat eropa. Kemudian situasi yang bisa dibilang 'akhir zaman' mendorong penyebaran agama kristen di seluruh eropa, ketakutan apokaliptik menjadi alasan utama. Hal inilah yang pada akhirnya mengawali abad pertengahan (terkadang digunakan istilah derogatori abad kegelapan).(jmvh.org)Â
Melihat fakta-fakta ini muncul pertanyaan besar, jika tidak ada wabah dapatkah Justinian melakukan ambisinya menaklukan kembali Romawi Barat dan mengembalikan masa kejayaan romawi, apakah mungkin Kekaisaran Romawi Timur akan berdiri menjadi pusat peradaban, dan apakah mungkin kita di Indonesia akan menggunakan huruf yunani bukan huruf latin?
Black Death atau Wabah PES
Sekitar 1300-an muncul kembali wabah pes atau mungkin lebih dikenal sebagai black death. muncul di daerah Cina yang saat itu berada dibawah kekuasaan suku Mongolia. Berdasarkan data yang ada, di Provinsi Hubei terdapat 5 juta korban tewas atau 90 persen populasi daerah tersebut.Â
Kemudian apabila kita melihat data sensus dari Dinasti Ming pada tahun 1393, cina telah kehilangan 55 juta jiwa. (BBC.com) Â Angka yang sangat besar ini memang tidak hanya disebabkan karena wabah pes, tapi juga perang saudara dan kelaparan yang mengikuti. Namun, para sejarawan yakin bahwa wabah penyakit adalah sebab utama hilangnya hampir setengah dari populasi Cina seabad yang lalu. Wabah ini kemudian terbawa ke barat melalui jalur sutra. Sepanjang jalur sutra wabah ini membawa jejak kematian dan kehancuran. (thoughtco.com)
Asia tengah kehilangan 40-70 persen populasinya, Persia yang dikuasai oleh Ilkhanate (Suku Mongolia) mengalami depopulasi sampai dengan 30 persen dari seluruh populasinya. Wabah ini juga kemudian berdampak pada runtuhnya Ilkhanate di Persia. Berdasarkan tulisan dari Al-Mazriqi seorang sarjana dari Mesir, hampir seluruh Asia mengalami depopulasi dari Persia sampai dengan Peninsula Korea. (thoughtco.com)
Kemudian wabah ini terus bergerak dan tiba di eropa melalui invasi suku Mongolia ke daerah Crimea yang saat itu dikuasai oleh pedagang Genoa. Pengepungan yang dilakukan di kota Caffa oleh the Golden Horde yang dipimpin oleh Jani Beg, menjadi catatan pertama digunakannya senjata biologis dalam sejarah umat manusia. Pasukan Mongol yang dilanda wabah pes, menggunakan artilerinya (trebuchet) untuk melemparkan mayat-mayat pasukan mereka.Â
Penduduk Caffa hanya dapat melihat hujan tubuh manusia, mereka berusaha langsung membuang mayat-mayat tersebut ke laut. Namun naas, tak berapa lama Caffa pun terjangkit dan pada akhirnya menyerah. Setelah kota Caffa jatuh, banyak sekali orang-orang Genoa yang berusaha untuk kabur. Mereka pergi dari Caffa membawa wabah, sambil berhenti di banyak tempat seperti Konstantinopel, Messina, Marseille, dan pelabuhan- pelabuhan lain di seluruh eropa.(warhistoryonline.com)
Penyebaran wabah yang luar biasa cepat akibat tingkat sanitasi yang rendah di eropa menyebabkan kehancuran besar-besaran. Dimana sekitar sepertiga populasi eropa tewas akibat wabah ini, mayat yang terabaikan, kota-kota yang ditinggalkan, dokter-dokter dengan penutup wajah mengerikan, kuburan massal, dan kematian di tiap sudut menjadi hal yang wajar di lanskap apokaliptik masa itu.Â
Akibat wabah ini runtuhlah sistem feodalisme yang telah bertahan sejak keruntuhan Kerajaan Romawi. Sungguh ironis feodalisme yang muncul akibat wabah pes berakhir pula akibat wabah yang sama. Kehancuran sistem ini mengarah pada munculnya kelas menengah, yang nantinya akan mendorong ada masa Renaissance atau kebangkitan kembali di Eropa. Melihat dampak yang luar biasa besar, muncul pertanyaan jika tidak ada wabah ini, akankah dominasi Suku Mongolia tetap bertahan, akankah Eropa mengalami renaissance dan akankah wajah sosio-ekonomi-kultural kita masih sama dengan sekarang?
Flu Spanyol
Nama flu Spanyol sendiri muncul, bukan karena wabah ini dimulai di Spanyol, tetapi karena di masa peperangan itu hanya Spanyol sebagai negara netral yang melakukan peliputan di media secara besar-besaran. Hal ini tentunya sangat berdampak pada kehidupan umat manusia di masa itu. mungkin saja hasil Perang Dunia I akan berbeda dengan apa yang kita ketahui sekarang. Di AS sendiri wabah ini berdampak kepada bertambahnya hak-hak perempuan, karena mereka harus bekerja, untuk menjalankan roda ekonomi yang ditinggalkan oleh laki-laki baik yang tewas karena perang ataupun wabah. (History.com)
Pengaruh The Columbian Exchange
Berbicara tentang enlightenment atau renaissance, berarti tidak akan jauh dengan dengan kekayaan dan melimpahnya sumber daya di Eropa akibat ditemukannya "New World" atau benua Amerika. Hingga saat ini masih ada miskonsepsi bahwa bangsa Eropa berhasil menaklukan suku-suku asli Amerika karena senjata ataupun perang. Hal ini pada dasarnya tidak tepat, karena hampir 90 persen penduduk asli Amerika tewas karena penyakit-penyakit yang dibawah oleh orang-orang dunia lama ke benua Amerika. Kejadian ini seringkali disebut sebagai The Columbian Exchange, pada saat kedatangan Christopher Columbus di pulau Hispaniola populasinya terdapat 40 ribu namun tidak sampai 100 tahun kemudian populasinya menurun menjadi 500 orang. (History.com)
Berdasarkan data di yang ada sekitar 56 juta jiwa penduduk asli Amerika tewas akibat penyakit 'dunia lama'. Hal ini bahkan berdampak pada perubahan iklim yang terjadi di masa itu, penurunan populasi yang amat besar menyebabkan kandungan CO2 di atmosfer menurun yang mengakibatkan penurunan suhu global. Melihat hal ini tidak dipungkiri lagi apabila tidak terjadi penularan penyakit ini, maka dunia akan sangat berbeda dari apa yang kita lihat sekarang. (History.com)
Sejarah Vaksin dan Obat Dalam Sejarah Kesehatan Manusia
Memasuki tahun 1900-an manusia mulai memahami dan mencegah terjadinya wabah, dengan dilakukannya karantina, ditemukannya vaksin, dan ditemukan obat-obatan lainnya. Umat manusia juga sudah memahami bahwa wabah muncul dari mikroba, bukan suatu hukuman dari kuasa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penanganan wabah di masa ini dilakukan dengan lebih rasional dan scientific, tetapi tidak berarti manusia telah berhasil menumpas wabah.Â
Walaupun ada rasa keyakinan oleh tenaga medis di masa itu bahwa mereka akan bisa menghapuskan penyakit menular dari kehidupan manusia. Ironisnya di masa itu muncul sebuah wabah baru, di tengah mobilisasi manusia besar-besaran yang kita kenal sebagai Perang Dunia I. Kondisi dimana hampir seluruh penduduk dunia sedang bergerak dalam mobilisasi perang besar-besaran di seluruh dunia.
Tentunya ini menjadi sarana penularan yang sangat mudah bagi wabah ini. Hampir 50 juta jiwa tewas akibat wabah ini (sekitar 3 persen populasi dunia saat itu). Namun, estimasi ini belum dapat diyakini sepenuhnya karena pendataan di beberapa daerah yang masih tidak jelas. Uniknya lagi lebih banyak prajurit AS yang tewas karena wabah dibandingkan karena perang, orang-orang penting seperti Presiden AS Woodrow Wilson dan Raja Alfonso dari Spanyol.Â
Kini kita umat manusia, sedang menghadapi wabah baru COVID-19 yang berdampak pada seluruh hajat hidup. Dalam masa ini penting untuk kita sadari bahwa, wabah merupakan salah satu pendorong dan penentu masa depan peradaban manusia. Berkaca dari peristiwa-peristiwa yang lalu serta teknologi yang kita miliki sekarang, bukankah seharusnya kita bisa siap menghadapi ancaman ini. Seperti perkataan Theodore Roosevelt "The more you know about the past, the better prepared you are for the future". Namun apa daya, sesuai dengan perkataan Albert Camus bahwa wabah akan selalu mengejutkan bagi kita  meskipun telah berulang dalam sejarah.Â
Dengan demikian perlu kita sadari bahwa, ditengah pandemi perlu ada kebijaksanaan dan solidaritas dalam tindakan manusia, perlu kita sadari, bahwa nyatanya kekuatan manusia untuk bertahan hidup muncul ketika umat manusia bersatu dan saling bahu membahu. Penulis yakin bahwa kita sebagai umat manusia akan bisa melewati masa sulit ini, sejalan dengan apa yang nenek moyang kita telah lalui.Â
Namun hingga kini masih ada pertanyaaan yang menggaruk dalam hati, akan jadi apa dunia setelah COVID-19. Akankah teknologi internet semakin esensial. atau otomasi pekerjaan akan semakin merajalela, atau bahkan kita akan tetap menggunakan fitur-fitur komunikasi daring yang sebenarnya memudahkan. Penulis rasa hal ini belum dapat terjawab, karena hanya waktu yang dapat menjawabnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H