Tentunya ini menjadi sarana penularan yang sangat mudah bagi wabah ini. Hampir 50 juta jiwa tewas akibat wabah ini (sekitar 3 persen populasi dunia saat itu). Namun, estimasi ini belum dapat diyakini sepenuhnya karena pendataan di beberapa daerah yang masih tidak jelas. Uniknya lagi lebih banyak prajurit AS yang tewas karena wabah dibandingkan karena perang, orang-orang penting seperti Presiden AS Woodrow Wilson dan Raja Alfonso dari Spanyol.Â
Kini kita umat manusia, sedang menghadapi wabah baru COVID-19 yang berdampak pada seluruh hajat hidup. Dalam masa ini penting untuk kita sadari bahwa, wabah merupakan salah satu pendorong dan penentu masa depan peradaban manusia. Berkaca dari peristiwa-peristiwa yang lalu serta teknologi yang kita miliki sekarang, bukankah seharusnya kita bisa siap menghadapi ancaman ini. Seperti perkataan Theodore Roosevelt "The more you know about the past, the better prepared you are for the future". Namun apa daya, sesuai dengan perkataan Albert Camus bahwa wabah akan selalu mengejutkan bagi kita  meskipun telah berulang dalam sejarah.Â
Dengan demikian perlu kita sadari bahwa, ditengah pandemi perlu ada kebijaksanaan dan solidaritas dalam tindakan manusia, perlu kita sadari, bahwa nyatanya kekuatan manusia untuk bertahan hidup muncul ketika umat manusia bersatu dan saling bahu membahu. Penulis yakin bahwa kita sebagai umat manusia akan bisa melewati masa sulit ini, sejalan dengan apa yang nenek moyang kita telah lalui.Â
Namun hingga kini masih ada pertanyaaan yang menggaruk dalam hati, akan jadi apa dunia setelah COVID-19. Akankah teknologi internet semakin esensial. atau otomasi pekerjaan akan semakin merajalela, atau bahkan kita akan tetap menggunakan fitur-fitur komunikasi daring yang sebenarnya memudahkan. Penulis rasa hal ini belum dapat terjawab, karena hanya waktu yang dapat menjawabnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H