Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Teori Konspirasi Berisiko Mengganggu Pemilu 2024

11 November 2023   18:32 Diperbarui: 12 November 2023   19:32 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, kebanyakan kasus menunjukkan bahwa kecurigaan dan ketidakpercayaan yang tak masuk akal terhadap elite bukanlah resep untuk meminta pertanggungjawaban kekuasaan. Jika ada, teori konspirasi cenderung memperdalam ketidakpercayaan satu sama lain.

Kita tahu bahwa, di negara demokrasi mana pun, polarisasi sering kali menjadi penyebab inti mengapa demokrasi membusuk. Dan itu benar: ketika polarisasi semakin memburuk, warga semakin terpecah belah, demokrasi lumpuh dan malah jadi sarang penyakit.

Polarisasi ditambah budaya pemikiran konspiratif adalah perpaduan yang mematikan. Teori konspirasi, ketika berseliweran pada masa kontestasi elektoral, berisiko mengubah disfungsi demokrasi yang biasa menjadi spiral kematian demokrasi.

Polarisasi dan teori konspirasi juga memiliki efek timbal balik yang mengerikan.

Ketika masyarakat terpolarisasi, daya pikat teori konspirasi akan semakin meningkat, apalagi jika teori itu menguntungkan kubunya sendiri. Sebaliknya, ketika teori konspirasi terasa jauh lebih memikat dan penganutnya semakin banyak, polarisasi bakal kian keruh.

Jika berdiri sendiri, polarisasi memang merusak, tapi masih bisa dikelola. Saat polarisasi menyatu dengan teori konspirasi yang gila, maka kehancuran demokrasi jadi jauh lebih mungkin terjadi. Perpaduan inilah yang kita saksikan pada tragedi di ujung Pemilu 2019.

Mari kita tarik bahaya-bahaya tersebut ke dalam konteks Pemilu 2024.

Berdasarkan temuan aneka penelitian, para penganut teori konspirasi lebih mungkin untuk golput. Kalaupun mereka memutuskan untuk pergi memilih, pilihan mereka mungkin bukan didasarkan pada alasan-alasan yang rasional. Dua-duanya jalan buntu.

Pertama, paparan teori konspirasi dapat meningkatkan perasaan tak berdaya di kalangan pemilih, karena mereka cenderung berpikir bahwa tak ada tindakan atas nama mereka yang akan membuat perbedaan dalam politik.

Seorang teman pernah berterus terang pada saya bahwa ia mungkin akan golput di Pemilu 2024 nanti. Alasannya bikin saya meringis: ia yakin bahwa suara rakyat, apalagi suaranya pribadi, tak akan berpengaruh karena para elite sudah menentukan hasil pemilu.

Jadi, mengapa repot-repot memberikan suara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun