Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Toxic Masculinity Menyakiti Saya (dan Kita Semua)

3 November 2023   13:39 Diperbarui: 5 November 2023   14:00 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak ada yang diuntungkan oleh toxic masculinity | Ilustrasi oleh Viktor Ristic via Pixabay

Sementara itu, istilah "maskulinitas beracun" (toxic masculinity) merujuk pada karakteristik yang bertahan lama dan sering kali tak sehat tentang apa artinya menjadi "pria sejati". Jadi, istilah ini menekankan aspek terburuk dari atribut stereotip maskulin.

Semua orang sudah familier dengan doktrin-doktrinnya.

Lelaki, agar dianggap jantan, jangan menunjukkan emosi selain keberanian atau kemarahan. Jangan bergantung pada siapa pun, selamanya. Jangan melakukan apa pun yang bisa dianggap sebagai kelemahan. Diam dan tahanlah rasa sakit. Jadilah unggul dalam segalanya.

Semua itu memberitahu lelaki tentang bagaimana cara berpakaian, cara berbicara, hal-hal yang harus diminati, cara memperlakukan perempuan, dan pada dasarnya "cara membawa diri sendiri". Jika lelaki tak memenuhi kriteria ini, ia dianggap lemah atau banci.

Itu bukan berarti laki-laki secara alamiah tak peduli, penyayang, atau emosional. Hanya saja, sebagai masyarakat, kita tak menghargai sifat-sifat ini pada laki-laki. Konsekuensinya, lelaki dikondisikan untuk percaya bahwa sifat-sifat ini tak berharga.

Meskipun terkesan gamblang, beberapa pihak telah menentang penggunaan istilah "toxic masculinity". Menurut mereka, istilah ini seolah mencoba meyakinkan para pria untuk tak usah repot-repot menjadi jantan.

Jurnalis Fox News Todd Starnes bahkan berkomentar bahwa upaya sejumlah kampus untuk memerangi maskulinitas beracun adalah cara "meyakinkan para pria untuk menumbuhkan organ kewanitaan".

Singkatnya, istilah "toxic masculinity" dianggap menegaskan bahwa menjadi lelaki itu salah, bodoh, dan beracun. Dengan mengkritik maskulinitas beracun, kita dianggap mengkritik laki-laki itu sendiri. Katanya, ini sama seperti membunuh maskulinitas sepenuhnya.

Namun, jika dipahami dengan benar, istilah toxic masculinity tak bertujuan untuk melarang seorang lelaki untuk menjadi "lelaki". Istilah ini justru menyoroti maskulinitas tertentu dan serangkaian ekspektasi sosial yang tak sehat atau berbahaya.

Dengan pendekatan ini, kita mengakui bahwa masalahnya bersifat sosial dan bukan individu. Kita ingin mengungkapkan bagaimana lelaki dikonstruksi dan diatur sedemikian rupa, hingga akhirnya merugikan mereka sendiri dan orang lain.

Salah kaprah itu perlu diluruskan karena menyalahartikan apa yang sebenarnya merupakan masalah serius dan masalah berbasis gender yang dikonstruksi secara kultural adalah sikap yang picik dan rabun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun