Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal Politik Dinasti di Indonesia

24 Oktober 2023   06:30 Diperbarui: 24 Oktober 2023   08:08 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persamaan hak sangatlah penting dalam demokrasi. Betul sekali. Tapi asumsi di balik anggapan itu perlu dikoreksi. Anak petani dan anak presiden memang punya hak untuk dipilih, hanya saja, secara empiris, lapangan permainan bagi keduanya sangat timpang.

Ungkapan "biarkan rakyat yang memilih" juga sama sekali tak menyelesaikan masalah dan justru mengaburkan masalah sebenarnya. Hasil pemilu memang berada di tangan rakyat, tapi hasil pemilu (pertama-tama dan terutama) ditentukan oleh partai politik.

Itu karena rakyat hanya memilih siapa yang ada dalam menu, dan menu itu ditentukan oleh partai politik. Masalahnya, mengingat pemilu membutuhkan ongkos yang mahal dan popularitas yang tinggi, partai lebih memilih anak petani atau anak presiden?

Mari saya jelaskan lebih jauh tentang poin ketiga ini.

Privilese pencalonan

Kekhawatiran saya bukanlah hal baru. Mosca (1896) berpendapat bahwa setiap kelas punya kecenderungan untuk menjadi turun-temurun, bahkan jika hukum melarangnya. Sekalipun jabatan terbuka buat semua orang, anak presiden lebih diuntungkan daripada anak petani.

"Hukum besi oligarki" juga menyatakan bahwa bahkan dalam organisasi demokratis, pemimpin, setelah terpilih, akan mengukuhkan dirinya dalam kekuasaan, merusak prinsip demokrasi tentang lapangan permainan yang setara.

Dengan demikian, keluarga dinasti akan lebih mudah untuk memenangkan pemilu daripada talenta baru, karena di dalam dinasti terdapat mesin politik yang tangguh, dana yang besar, serta berbagai keuntungan lainnya dari menjadi petahana.

Lapangan permainannya condong ke arah dinasti.

Sejumlah temuan mendukung asumsi tersebut. Geys (2017), misalnya, menemukan bahwa politisi dinasti dengan pendidikan yang lebih rendah daripada politisi non-dinasti cenderung memenangkan pemilu di Italia dari tahun 1985-2012.

Keuntungan yang tak setara ini membuat para kandidat baru, terutama mereka yang berasal dari akar rumput, enggan untuk maju. Hal ini sejalan dengan teori industri: ketika sunk cost terlalu tinggi, perusahaan-perusahaan baru enggan masuk ke dalam pasar.

Akibatnya, tingkat partisipasi politik masyarakat berkurang, seolah siapa yang berkuasa dan sampai kapan kekuasaan tersebut berlangsung hanyalah urusan keluarga-keluarga tertentu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun