Saya terkekeh dan bilang (aslinya dalam bahasa Sunda), "Kalian tak ingat sama sekali dengan ulang tahunku, tiga tahun berturut-turut, dan sekarang aku diberi kue karena aku mencapai sesuatu? Keluarga macam apa kalian!"
Semua ikut terpingkal-pingkal, dan rasanya ada penyesalan tertentu dalam ekspresi mereka, sadar bahwa mereka memang telah melupakan ulang tahun saya selama tiga tahun terakhir. Tapi, apa yang paling mengesankan bukanlah perayaan atau kuenya.
Kakak perempuan ketiga saya (ngomong-ngomong, saya punya tiga kakak perempuan) ujug-ujug mengatakan sesuatu yang telah mengubah hidup saya semenjak itu. Perkataannya sederhana sekali: "Jangan memendam semuanya sendirian."
Dia benar, saya memendam terlalu banyak dan melebihi batas saya sendiri. Ucapan itu mungkin berangkat dari kebiasaan saya yang, pada saat itu, sering murung tanpa alasan, tak menjawab telepon, dan merahasiakan hal-hal yang telah saya raih selama kuliah.
"Teteh [panggilan saya kepadanya] bakal mengapresiasi setiap pencapaianmu, andaikan kamu menceritakannya," lanjutnya.
Saya langsung membuka CV dan menunjukkan kepada mereka satu per satu pencapaian saya, di dalam maupun di luar kampus. Saya tumpahkan semua keresahan saya selama hidup sendirian sebagai anak kos dan mengapa saya tak bahagia selama setahun terakhir.
Tentu saja, itu tak terjadi; saya hanya mengarangnya.Â
Apa yang sebenarnya terjadi adalah saya hanya menganggukkan kepala. Usai berbagi tawa dan lelucon, saya spontan pergi ke kamar mandi. Di sana saya tak bisa menahan air mata saya.
Kompasiana Awards 2023 dan 15 tahun Kompasiana
Setiap artikel yang saya tulis di Kompasiana punya ceritanya masing-masing: bagaimana ide tersebut lahir, proses menulisnya yang kadang tertunda berminggu-minggu, dan segala hal yang terjadi setelah publikasi.
Itulah mengapa, dalam pandangan saya, menapaki tiga ratus artikel lebih merupakan simbol dari investasi waktu, tenaga, dan pikiran daripada uraian ratusan ribu kata. Saya lebih peduli pada apa yang ada di baliknya ketimbang hal-hal di permukaannya.
Pertama kali saya dilibatkan oleh Kompasiana adalah saat saya diundang sosialisasi program "Infinite". Di sinilah saya pertama kali melihat (secara daring) Mas Nurulloh, Mbak Widha, Mas Kevin, dan Kompasianer senior yang sering mondar-mandir di headline.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!