Oposisi yang demokratis mengkritik pemerintah, tapi tak boleh menyangkal legitimasi pemerintah. Jika kritik-kritik ini menjadi alternatif bernilai lebih, rakyat akan terpikat.
Jadi, sama pentingnya dengan bagaimana seseorang menang, bagaimana seseorang kalah juga sangat penting. Jika dilakukan dengan benar, hal ini bisa membantu nasib politik pihak yang kalah.Â
Keindahan demokrasi adalah bahwa mereka yang menang hari ini bisa saja kalah besok, dan mereka yang kalah hari ini selalu punya kesempatan untuk berkompetisi dan menang di putaran berikutnya.
Jangan biarkan demokrasi mati di kotak suara
Kebenaran tragis tentang kerusuhan pasca Pemilu 2019 adalah bahwa itu akan menjadi preseden yang selamanya menghantui politik Indonesia.Â
Pada Pemilu 2024 mendatang, mungkin kubu yang kalah (atau siapa pun) akan kembali menolak hasil pemilu, lalu menghancurkan demokrasi sembari mereka berjuang untuk mempertahankan kekuasaan dan martabatnya.
Dengan demikian, upaya untuk mencekalnya terulang lagi harus masuk ke dalam prioritas peserta dan penyelenggara pemilu. Jika peserta yang kalah tak mau menerima kekalahan, seluruh usaha demokrasi kita selesai.Â
Kompetisi yang adil berarti pemenang berkuasa atas dasar kehendak dan pilihan rakyat, bukan memaksakan kemauan sendiri.
Terlebih, secara teori, pemungutan suara seharusnya menghasilkan perdamaian. Seorang realis sekeras ilmuwan politik Adam Przeworski menggambarkan pemilu sebagai sarana untuk menjawab pertanyaan siapa yang lebih kuat tanpa harus ada baku tembak.
Spesifiknya lagi, warga negara yang demokratis haruslah pecundang yang baik, yaitu bersedia menerima kekalahan dengan lapang dada karena menyadari bahwa permainan demokrasi tak akan selalu berjalan sesuai dengan harapan mereka.Â
Demokrasi bukanlah sebuah permainan yang bisa dimainkan sesuka hati.
Tak pelak lagi, memenangkan pemilu di setiap tingkatan sangatlah penting. Namun pada akhirnya, memenangkan pemilu saja tak pernah cukup.Â