Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Demokrasi Bergantung pada Mereka yang Bersedia Menerima Kekalahan

13 Oktober 2023   07:18 Diperbarui: 26 Oktober 2023   06:30 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, perspektif mana pun yang kita ambil ujung-ujungnya tetap akan mengarahkan kita pada satu faktor pasti: keengganan untuk menerima kekalahan. 

Padahal, prinsip menerima kekalahan adalah ciri fundamental yang membedakan masyarakat demokratis dari rezim otokratis.

Prinsip itulah yang menandakan komitmen warga negara terhadap supremasi hukum dan konstitusi, serta bentuk penghormatan terhadap kehendak rakyat dan nilai transisi kekuasaan secara damai. Demokrasi, pada intinya, mewujudkan prinsip menerima kekalahan sebagai bagian integral dari proses politik.

Itu bukan berarti menggugat hasil pemilu tak diperbolehkan. Konstitusi kita mengizinkannya. 

Namun, saat gugatan tersebut hanya didasarkan pada keengganan untuk menerima kekalahan, misalnya mengkhawatirkan nasib politik dan aneka kepentingannya sendiri di masa depan, bukan alasan lain yang lebih vital dan berbasis bukti, demokrasi akan mati.

Kita perlu membicarakan ini untuk preseden Pemilu 2024 mendatang.

Menerima kekalahan adalah bentuk komitmen terhadap aturan main demokrasi

"Saya berjanji dan berikrar," kata Donald Trump kepada para pendukungnya di Ohio beberapa hari menjelang pemungutan suara Pemilu 2016, "bahwa saya akan menerima sepenuhnya hasil pemilihan presiden yang hebat dan bersejarah ini - jika saya menang." 

Demikian pula, pada Pemilu 2020, Trump menolak berjanji untuk menerima hasil pemilu kalau pihaknya kalah. Dan Trump benar-benar "menepati" janjinya. 

Dia dan para sekutunya menggugat hasil Pemilu 2020 ke pengadilan, bersikeras bahwa kekalahannya disebabkan oleh kecurangan serta berbagai kejanggalan lainnya selama proses pemilu. Akan tetapi, para pejabat kepemiluan, baik dari partai lawan maupun partainya sendiri, berterus-terang tak menemukan adanya kecurangan besar-besaran.

Orang-orang seperti Trump jelas berbahaya untuk kelangsungan hidup demokrasi: mereka ikut bermain di dalamnya, tapi, jika tak membuat aturan sendiri, mereka menolak hasil permainan yang ada kalau mereka kalah. Trump berterus-terang, yang lainnya mungkin bermain lebih halus.

Setiap kali mereka menang, mereka akan mengatakan bahwa itu adalah kemenangan bagi demokrasi dan rakyat secara keseluruhan. Sebaliknya, andai mereka kalah, mereka akan selalu berusaha mencari alasan untuk menyalahkan semua orang atau apa pun selain diri mereka sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun