Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Merayakan Hari Valentine dengan Belajar Seni Mencintai

13 Februari 2023   18:16 Diperbarui: 14 Februari 2023   04:30 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta memanglah anugerah, tapi kita harus menumbuhkan dan memeliharanya sendiri | Ilustrasi oleh Michaela via Pixabay

Seperti halnya bentuk seni yang lain, cinta juga merupakan keterampilan yang bisa dipelajari dan dikembangkan. Dengan begitu, cinta lebih dari sebatas perasaan yang datang dan pergi. Cinta memanglah anugerah, tapi kita harus menumbuhkannya sendiri.

"Mencintai bukanlah perasaan yang kuat semata," tulis Fromm, "ini adalah sebuah keputusan, penilaian, dan janji. Jika cinta hanya sebuah perasaan, tak akan ada basis bagi janji untuk saling mencintai selamanya."

Demikianlah, cinta melibatkan kemampuan untuk terhubung dengan orang lain pada tingkat yang mendalam dan bermakna, untuk memahami perasaan dan pengalaman mereka, serta untuk bertindak dengan cara yang mendukung kebahagiaan mereka.

Sebagai sebuah seni, seperti bentuk seni lainnya, cinta mensyaratkan pengetahuan dan upaya. Namun, karena masyarakat kita memikirkan cinta sebagai sesuatu yang otomatis, orang lantas memandang masalah cinta pertama-tama sebagai soal dicintai ketimbang mencintai.

Dalam budaya kita yang terkini, dicintai sering berarti kombinasi antara menjadi populer dan memiliki daya tarik seksual. Manakala kita mempunyai campuran dari keduanya, entah bagaimana kita (dibuat) yakin bahwa dengan sendirinya kita bakal dicintai.

Terlebih, kita sering terlalu fokus pada masalah objek dan bukannya perkara kemampuan. Kita terus sibuk memikirkan siapa yang harus kita cintai, tapi tak pernah barang sesaat pun bertanya tentang bagaimana caranya mencintai dengan benar.

Buntutnya, kita sering tanpa sadar memperlakukan cinta seperti sebuah transaksi: kita punya selera membeli dan apa pun yang kita beli haruslah menguntungkan. Cinta lantas mengemuka hanya sebagai suatu komoditas yang memungkinkan masing-masing melakukan pertukaran.

Seperti halnya membeli ponsel: saya bakal membelinya dengan harga sekian asal saya bisa terpuaskan oleh fungsinya; kalau tidak, saya mungkin ingin menawar harganya, atau malah batal membelinya sama sekali.

Cinta yang dewasa, dengan demikian, bukanlah "saya mencintai karena saya dicintai", melainkan "saya dicintai karena saya mencintai". Bukan "saya mencintaimu karena saya membutuhkanmu", tetapi "saya membutuhkanmu karena saya mencintaimu."

Itu karena karakter aktif dari cinta sebagai sebuah seni pertama-tama adalah tentang memberi, bukan menerima. Dan bilamana hakikat cinta adalah memberi, maka kita bakal selalu melibatkan kematangan perasaan-diri.

Persis seperti ungkap Spinoza bahwa cinta sejati pada Tuhan tak menyertakan tuntutan balik agar Tuhan juga mencintai kita, atau seniman Joseph Binder yang menyebut cinta sebagai memberi tanpa berpikir akan memperoleh balasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun