"Terima kasih, Nyonya, tapi saya bukan lagi anak-anak," jawabmu, padat.
Nyonya Lili hanya menggelengkan kepalanya dua kali. Mungkin dengan sedikit senyum juga. Kau menebak isi pikirannya. Dia sedang bergumam, "Setiap orang tak pernah jadi dewasa." Oh atau mungkin: "Setiap orang selalu jadi anak-anak."
Kau ujug-ujug pergi menuju pintu, dan Nyonya Lili sempat bertanya, "Ke mana?" Kau tak begitu yakin, tapi jawab saja bahwa kau ingin lanjut berbaring, memancing makna di kolam memori. "Saya akan keluar saat langit cerah," ucapmu pada Nyonya Lili.
"Jumpa nanti," responsnya.
Di kulkas, satu-satunya yang tersisa dan bisa dimakan hanyalah sekotak sereal. Maksudnya, seperempat kotak. Kau tak berpikir panjang karena sadar akan kelalaianmu sendiri. Kau lahap menyantapnya.
Separuh mangkuk, kau tak sengaja melihat tanggal kadaluwarsanya. Itu tertulis 25 Desember 2022. Kau ingat-ingat lagi sejenak. Natal itu tiga hari yang lalu, kan? Atau enam hari yang lalu? Abaikan. Habiskan sarapanmu.
Meski mulanya hanya spontanitas, kau betul-betul menepati ucapanmu pada Nyonya Lili: kau lanjut berbaring di ranjang dengan gorden masih tertutup. Pertahankan lampu tidurmu. Lihat sudut langit-langit yang amat putih, yang lama-lama menyilaukan matamu.
Buramkan sedikit pandanganmu. Itu lebih baik.
Kau terbangun oleh keriuhan dari luar, seperti puluhan orang yang sedang berkumpul. Kau mengintip dari jendela, dan memang sekumpulan orang tampak sedang bersua ceria di bawah payung sore yang menenangkan.
Jam berapa, ya, sekarang? Matahari bukan hanya naik, tapi hampir tenggelam. Berapa lama kau tertidur? Kau buru-buru mandi, berganti pakaian dan pergi ke luar menjumpai mereka yang kelihatannya merupakan tamu Nyonya Lili.
Jelas kau tak mengenal mereka. Anggap saja kau berkunjung untuk Nyonya Lili. Katakan: "Halo, saya tetangga Nyonya Lili. Dia suka anggrek dan Dancing Queen ABBA." Jabat tangan mereka. Tersenyumlah.