Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cara Introspeksi Diri di Tahun Baru

28 Desember 2022   07:17 Diperbarui: 28 Desember 2022   07:17 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul setengah delapan. Mungkin barusan Nyonya Lili berteriak menyuruh anak-anak untuk membeli trompet, masing-masing satu. Atau sepertinya kau salah kira. Kau terlalu fokus memancing makna di kolam memori. Kau telah salah mempersepsi sekitar.

Tarik napasmu dalam-dalam, embuskan perlahan sambil memejam. Buka dirimu bak ruangan sempit yang meloloskan sinar matahari masuk, melewati setiap celah tanpa ragu, memberi kehangatan dan keceriaan pada segala yang dijamahnya.

Kini sudah waktunya kau memahami diri pelan-pelan, mengenal kau yang apa adanya tanpa khayalan ini-itu. Dekatilah realitas, pengalaman, dengan jujur. Memang, tak ada orang yang begitu paham akan dirinya, tapi paling tidak ketahuilah apa yang bukan dirimu.

Apa saja hal-hal itu, tak perlu kausebutkan satu-satu. Ambil potret besarnya. Sudah? Jangan buru-buru. Kau mungkin mudah mengingat, menyimpulkan. Namun, kau juga gampang salah dan tertipu. Resapi semua bayangan buruk, jatuh ke dalamnya. Menangislah.

Pukul delapan. Nyonya Lili, dan kau sungguh yakin tentang ini, agaknya sedang menyirami bunga-bunga kesayangannya di pekarangan. Dia melangkah dari satu bunga ke bunga lain, menyanyikan lagu yang lumayan akrab bagimu. Kalau tak salah, Dancing Queen ABBA.

Kau hampir melewatkan waktu sarapan, atau mungkin kau memang tak membutuhkannya. Patah arang, kau bangkit dari ranjangmu dan memutuskan pergi untuk menyapa Nyonya Lili. Dugaanmu benar. "Anggrek Anda indah sekali, Nyonya," tuturmu.

"Lain kali cuci mukamu dulu sebelum keluar," balas Nyonya Lili, bergurau. "Aku tak punya anggrek di kebunku."

"Oh, maaf. Saya tak hafal nama-nama bunga."

"Jangan memanggil bungaku 'anggrek', kalau begitu."

Dia benar. Selepas tertawa untuk menghargai Nyonya Lili, kau lanjut menatap langit. Sekali lagi, dugaanmu benar. Di sini mendung; Desember memang biasanya begitu.

"Ambil trompetmu di anak-anak," kata Nyonya Lili tiba-tiba. "Aku membelikanmu satu buat nanti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun