Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cara Introspeksi Diri di Tahun Baru

28 Desember 2022   07:17 Diperbarui: 28 Desember 2022   07:17 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, biarkan dirimu terbaring bebas di ranjang. Tak usah menghitung waktu. Kau akan bangun saat kau mau. Sekarang pukul tujuh dan kau coba menebak suhu pagi ini dari gradasi cahaya gorden kamar. Gelap. Kau tak melihat bayangan apa pun di dinding seberang jendela.

Pejamkan matamu dan atur pernapasan. Sejenak kau memikirkan tanggal berapa hari ini. Kau tak tahu. Jelas belum tahun baru karena malam tadi tak ada riuh trompet dari rumah Nyonya Lili, atau sorak anak-anak di taman kota. Mungkin malam ini, atau besok; kau tak tahu.

Ingat-ingat lagi kenangan menyenangkan sepanjang tahun ini. Ingat kembali, misalnya, saat kau berjumpa Dahlia tanpa sengaja di sebuah persimpangan jalan. Tiga tahun tak bertemu, agaknya. Dia sedang buru-buru, jadi kau menyapanya cepat-cepat karena takut mengganggu.

Jumpa lagi nanti, katanya. Kau melambaikan tangan, dan dia tak menoleh, berjalan hingga lenyap ke dalam kerumunan. Itu singkat sekaligus melegakan. Kau tersenyum tipis, lanjut berjalan menuju toko buku. Atau toko bunga. Kau tak ingat persis.

Ingat kembali, misalnya, pada suatu hujan di bulan September. Kau pulang mengambil rute memutar agar bisa lebih lama berjalan kaki. Kau tak yakin mengapa, hanya saja terasa nikmat untuk basah kuyup, ditertawakan orang-orang yang tengah berteduh.

Kau tertawa balik pada mereka.

Ingat kembali, misalnya, ketika sore mendung dua minggu lalu. Kau membaca Kafka dan lalu mendapati dirimu terbangun di bangku taman, dengan lampu-lampu menyala redup, langit tak gelap penuh.

"Pulanglah," seru penyapu taman. Kau enyah dari sana. Tubuhmu sedang buruk. Sebelah kiri atas punggungmu rasanya panas, mata kiri terasa bengkak, dan kaki seperti membeku tertiup angin malam. Kau berhenti di trotoar kota, duduk sekadarnya melanjutkan bacaan tadi.

Nah, apa yang kau pelajari, kalau begitu?

Kau masih terbaring di ranjang, menunggu sesuatu muncul di kepala. Kau mengingat banyak kenangan dan pengalaman, tapi tak punya petunjuk tentang apa maknanya semua itu. Seperti yang sudah-sudah, kau merasa berada di tepian pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun