Ada banyak sebab dan penjelasan mengapa orang suka menunda-nunda. Saking banyaknya, saya jadi terlalu malas untuk menyebutkannya satu per satu. Dan lucunya lagi, bagian inilah yang membuat saya menunda penulisan artikel ini selama berhari-hari.
Di sini saya hanya akan menguraikan tiga poin penting yang memang pada dasarnya relevan bagi diri saya sendiri.
Pertama, kita menunda-nunda karena takut identitas kita terancam. Semakin banyak sesuatu yang mengancam identitas kita, semakin kita enggan melakukannya. Kita semua punya seperangkat keyakinan tentang siapa kita, dan kita melindungi keyakinan itu.
Jika saya yakin bahwa saya adalah pria baik-baik, saya akan menghindari situasi yang berpotensi menentang keyakinan itu. Sebagai gantinya, saya akan cari kesempatan untuk berulang kali membuktikan kepada diri saya dan orang lain bahwa saya adalah pria baik-baik.
Seseorang tak menulis novel yang diimpikannya karena itu akan mempertanyakan identitasnya sebagai manajer perusahaan. Seseorang tak memberitahu temannya bahwa dia tak ingin bertemu lagi karena itu akan menentang identitasnya sebagai seorang pemaaf.
Kedua, kita menunda-nunda karena takut gagal. Inilah mengapa orang lebih banyak menunda-nunda dalam mengejar tujuan penting daripada yang kurang penting: meningkatnya nilai sesuatu dapat memperburuk penundaan.
Dalam kasus pribadi, saya telah menunda penulisan novel selama berbulan-bulan. Ketika menanyai diri sendiri, respons otomatis saya adalah bahwa saya sedang mencari momentum. Namun, itu hanyalah cara lain untuk mengatakan "saya takut gagal".
Dengan menunda sebuah tugas penting, kita mempersepsikan diri kita akan bekerja lebih baik di waktu nanti. Mungkin itu benar, tapi lebih mungkin lagi kita hanya beralasan. Kita hanya menyembunyikan suatu ketakutan yang bahkan tak begitu jelas asal-usulnya.
Ketiga, kita menunda-nunda karena dibebani terlalu banyak pilihan. Ini merupakan efek paradoks pilihan: semakin banyak pilihan, semakin besar pula biaya komplikasi yang mesti dicurahkan, dan kita pun jadi tak berdaya untuk memutuskan pilihan.
Misal, seseorang mungkin akan cepat membelanjakan uangnya jika hanya ada satu pilihan produk yang tersedia, tapi mungkin menunda jika dia ditawari menu pilihan dengan merek dan variasi produk yang beragam.Â