Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

G20 dan Indonesia: dari Forum Eksklusif menuju Ekonomi Inklusif

26 Juli 2022   20:59 Diperbarui: 31 Juli 2022   00:45 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
G20 adalah sebuah forum kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. (Antara Foto/Pool/Hafidz Mubarak A via kompas.com)

Sebelum lebih jauh, kita perlu sepakat bahwa tinggi-pendeknya badan mereka sepenuhnya di luar kendali mereka sendiri. Sama seperti penyandang disabilitas, mereka tidak menghendaki dan tidak bisa menolak kemalangannya sendiri.

Bagaimana supaya masing-masing dari mereka mampu melihat pohon apel? Jawaban saya, orang kedua diberi satu tingkat tangga dan orang ketiga diberi dua tingkat tangga. Inilah yang saya maknai sebagai penciptaan kesetaraan peluang, bukan hasil.

Dengan memberikan bantuan lebih kepada orang kedua dan ketiga, tidak serta-merta mereka kemudian melihat pohon apel. Mungkin setelah diberi bantuan pun, kedua orang itu tetap memilih untuk mengabaikannya, dan itu berarti tidak ada kesetaraan hasil.

Di sini saya hendak mengatakan bahwa, ekonomi inklusif tidak berfokus pada kesamaan hasil, melainkan kesetaraan peluang. Merujuk pada perumpamaan pemberian nilai yang sama kepada semua murid tanpa memerhatikan prosesnya, (pemaksaan) kesamaan hasil adalah tidak adil.

Ekonomi inklusif tidak lain daripada sebuah sistem yang ramah terhadap setiap orang, dan semakin besar jerih payah seseorang, semakin bertambah pula peluang yang dimilikinya

Kendati begitu, toh kalaupun kesetaraan peluang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh semua subjek, maka kesamaan hasil adalah keniscayaan, bukan sesuatu yang dipaksakan. Masalah dari pemaksaan kesamaan hasil, sederhananya, bisa kita lihat pada cara rezim komunis (klasik) dalam mengatur warganya, dan kita tidak menginginkan itu.

Ekonomi Inklusif dalam Momentum Presidensi G20

Betapa pun kerap gagal, kerja sama internasional masih akan terus diperlukan. Tantangan global saat ini dan juga di masa depan menuntut kerja sama internasional dan tindakan yang jauh lebih baik untuk menghindari skenario terburuk.

Meskipun persaingan antara kekuatan besar cenderung tetap menjadi fitur dinamika global sampai jauh hari, minimal kita dapat mengurangi risiko disfungsi, yang diwujudkan dan diperkuat melalui performa kerja sama internasional saat ini terhadap ketidakstabilan global.

Selaku Presidensi G20, sekaligus melalui prestise tuan rumah, Indonesia tidak diragukan lagi memiliki manfaat ekonomi dan hal lainnya, seperti sarana showcasing berbagai pencapaian dan kearifan Indonesia kepada dunia, serta mendukung peningkatan konsumsi domestik.

Pada dasarnya, itulah keuntungan dari domestic political management, meminjam istilah John Kirton.

Dengan demikian, dalam perspektif kacamata kuda, momentum Presidensi Indonesia secara otomatis akan membuka lebih banyak lahan ekonomi untuk digarap, dan itu berarti mendorong ekonomi inklusif pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun