Sebelum lebih jauh, kita perlu sepakat bahwa tinggi-pendeknya badan mereka sepenuhnya di luar kendali mereka sendiri. Sama seperti penyandang disabilitas, mereka tidak menghendaki dan tidak bisa menolak kemalangannya sendiri.
Bagaimana supaya masing-masing dari mereka mampu melihat pohon apel? Jawaban saya, orang kedua diberi satu tingkat tangga dan orang ketiga diberi dua tingkat tangga. Inilah yang saya maknai sebagai penciptaan kesetaraan peluang, bukan hasil.
Dengan memberikan bantuan lebih kepada orang kedua dan ketiga, tidak serta-merta mereka kemudian melihat pohon apel. Mungkin setelah diberi bantuan pun, kedua orang itu tetap memilih untuk mengabaikannya, dan itu berarti tidak ada kesetaraan hasil.
Di sini saya hendak mengatakan bahwa, ekonomi inklusif tidak berfokus pada kesamaan hasil, melainkan kesetaraan peluang. Merujuk pada perumpamaan pemberian nilai yang sama kepada semua murid tanpa memerhatikan prosesnya, (pemaksaan) kesamaan hasil adalah tidak adil.
Ekonomi inklusif tidak lain daripada sebuah sistem yang ramah terhadap setiap orang, dan semakin besar jerih payah seseorang, semakin bertambah pula peluang yang dimilikinya
Kendati begitu, toh kalaupun kesetaraan peluang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh semua subjek, maka kesamaan hasil adalah keniscayaan, bukan sesuatu yang dipaksakan. Masalah dari pemaksaan kesamaan hasil, sederhananya, bisa kita lihat pada cara rezim komunis (klasik) dalam mengatur warganya, dan kita tidak menginginkan itu.
Ekonomi Inklusif dalam Momentum Presidensi G20
Betapa pun kerap gagal, kerja sama internasional masih akan terus diperlukan. Tantangan global saat ini dan juga di masa depan menuntut kerja sama internasional dan tindakan yang jauh lebih baik untuk menghindari skenario terburuk.
Meskipun persaingan antara kekuatan besar cenderung tetap menjadi fitur dinamika global sampai jauh hari, minimal kita dapat mengurangi risiko disfungsi, yang diwujudkan dan diperkuat melalui performa kerja sama internasional saat ini terhadap ketidakstabilan global.
Selaku Presidensi G20, sekaligus melalui prestise tuan rumah, Indonesia tidak diragukan lagi memiliki manfaat ekonomi dan hal lainnya, seperti sarana showcasing berbagai pencapaian dan kearifan Indonesia kepada dunia, serta mendukung peningkatan konsumsi domestik.
Pada dasarnya, itulah keuntungan dari domestic political management, meminjam istilah John Kirton.
Dengan demikian, dalam perspektif kacamata kuda, momentum Presidensi Indonesia secara otomatis akan membuka lebih banyak lahan ekonomi untuk digarap, dan itu berarti mendorong ekonomi inklusif pula.