Ekonomi inklusif dirancang untuk menjadi masyarakat-sentris, sehingga landasan kelembagaannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sementara pada saat yang sama juga memberikan tingkat keadilan dan pemerataan yang lebih besar.
Gambaran tersebut tidak utopis, sebab titik tolaknya berfokus pada perluasan peluang daripada mematok hasil yang spesifik. Selama ini orang beranggapan bahwa keadilan sosial adalah kepemilikan materi yang setara, tidak boleh ada yang lebih kaya daripada yang lain.
Itu mustahil, dan justru tidak adil. Rasanya sangat curang untuk memberikan nilai yang sama kepada semua murid jika beberapa di antara mereka ada yang lebih ulet belajar dan jujur, sedangkan sisanya hanya menyontek.
Rangkaian kepemilikan saat ini, bersandar pada pemikiran Robert Nozick, adalah adil jika (dan hanya jika) semua orang memperoleh kepemilikan mereka dengan cara yang benar. Itulah ekonomi inklusif, menurut hemat saya.
Tetapi penjabaran demikian masih belum mencukupi. Saya menghendaki ekonomi inklusif yang lebih kontekstual dan fleksibel. Karenanya, saya menimbang orang-orang yang kurang beruntung dalam arti sesungguhnya: para penyandang disabilitas.
Menciptakan kesetaraan peluang yang saya maksud tidak sama dengan membiarkan segala sesuatunya terjadi tanpa intervensi khusus. Seolah-olah jika kita melepaskan kontrol terhadap realitas, maka setiap orang memiliki peluang yang sama.
Tentunya tidak demikian. Dalam konteks ekonomi, ada sebagian dari kita yang jika diberi peluang yang sama, kejadiannya tetap tidak adil. Bagi para penyandang disabilitas, sekalipun kita menempatkan mereka pada garis start yang sama, itu masih belum bisa dikatakan adil.
Dan pastinya pula, bukan itu yang saya maksudkan dengan ekonomi inklusif.
Bayangkan terdapat tiga orang yang ingin memandang pohon apel di seberang mereka, tetapi pandangan mereka terhalangi sebuah pagar. Bagi orang pertama, itu bukan masalah; dia memiliki postur badan tinggi sehingga mampu menjangkau tepi atas pagar dengan mudah.
Bagi orang kedua, dia harus melompat-lompat agar pandangannya mampu melewati tepi atas pagar. Sedangkan bagi orang ketiga, dia tidak mampu melihat pohon apel sama sekali karena terlalu pendek.