SpongeBob pun merasa tersinggung oleh kritikan tersebut, dan lalu berupaya menjadi normal dengan pertama-tama menonton sebuah CD yang berjudul "How to be Normal for Beginners".
Dalam rekaman, kita melihat seorang pria bernama "Tuan Normal" yang bekerja sebagai pegawai kantoran dan menjalani rutinitas yang persis sama dengan orang-orang di sekitarnya, bahkan demikian pula rumah mereka.
Itu benar-benar contoh sempurna untuk apa yang saya katakan sejauh ini, atau barangkali lebih tepatnya "contoh yang ekstrem". Namun yang jelas, episode tersebut seolah merupakan satire yang memparodikan tendensi masyarakat modern pada rutinitas yang kaku.
Dan ironisnya, rutinitas kaku itulah yang disebut sebagai "gaya hidup normal". Atau sialnya juga, kita mengikatkan diri pada semua itu sehingga orisinalitas tidak lagi muncul ke permukaan. Meminjam frase SpongeBob, itulah "ironi di atas ironi".
Di episode tersebut, kita tahu bahwa pada akhirnya SpongeBob berusaha untuk kembali menjadi dirinya sendiri yang sempat dianggapnya "aneh". Tetapi lepas dari apa yang selanjutnya terjadi, apa yang dapat kita pelajari dari "olok-olok" ini?
Jika Anda penonton yang loyal, Anda pasti mengerti bahwa sepanjang kartun tersebut tayang, karakter bawaan SpongeBob memanglah atraktif seperti yang ditayangkan dalam episode "Not Normal".
Ketika kemudian ia memutuskan untuk kembali menjadi dirinya sendiri, dapatkah kita menyimpulkan bahwa SpongeBob lebih suka "menjadi aneh dan tidak normal"? Saya pikir itu bukan kesimpulan yang kita cari.
Kesimpulan yang lebih tepat adalah, "menjadi normal berarti menjadi diri sendiri".
Apabila kita menggunakan definisi "normal" yang pertama (bahwa orang mesti sesuai dengan Perilaku Kerumunan), maka Squidward berkata benar. Namun konsekuensinya, orang menjadi "terasing" atau teralienasi dari dirinya sendiri seperti yang dialami SpongeBob.
Mereka tidak lagi mengenal dirinya yang sejati. Mereka hanya tahu seperti apa dirinya di mata orang lain, karena memang itulah yang selama ini selalu mereka tunjukkan ke permukaan. Mereka tidak melihat ke kedalaman; mereka sepenuhnya tertipu oleh bayangan.
"Orang berakal sehat menyesuaikan diri dengan dunia," tulis Bernard Shaw. "Orang tak berakal sehat gigih berusaha menyesuaikan dunia dengan dirinya. Oleh karena itu, seluruh kemajuan bergantung pada orang tak berakal sehat."