Apa yang kemudian saya sadari adalah, kebahagiaan sejati tidak bisa saya temukan dalam ketakterbatasan. Kebebasan yang pada mulanya saya kira sebagai bentuk ideal dari hidup bahagia, ternyata hanyalah kekosongan makna yang pada wujudnya tampak berkilau.
Hidup yang tanpa hambatan, risiko, rintangan, masalah, termasuk beban adalah persepsi yang datang pada kita sebagai malaikat pelarut dahaga, tetapi sebenarnya kita sedang dijebak dalam kengerian padang Sahara yang hakikatnya selalu membuat kita kehausan.
Tentu saya tidak bermaksud untuk berkata bahwa kebebasan itu mengerikan dan tidak sepatutnya kita memuja kebebasan. Inti dari apa yang saya uraikan sejauh ini adalah kebebasan mutlak yang kita pikir membahagiakan, nyatanya tidaklah demikian.
Kita harus memandang kebebasan sebagai kemerdekaan dalam memilih dan bertindak sesuai keinginan, dan bukannya kebebasan untuk tidak menanggung beban sedikit pun atau tidak ingin berkomitmen terhadap apa pun.
Hidup yang bermakna tidak datang dari kebebasan mutlak, melainkan dari komitmen yang kita perjuangkan sepanjang waktu dan menjadikannya sebagai panggilan hidup kita. Dengan kata lain, kita butuh hambatan, rintangan, masalah, risiko, serta beban untuk kebermaknaan.
Kita butuh ngarai yang dalam untuk mengajari kita tentang cara melompat memetik bintang-bintang di suatu malam yang jernih. Kita butuh batu karang yang tajam untuk menyimpan mutiara kita di dalam kerang yang berhimpit di antaranya.
Kita butuh lumpur yang menjijikkan untuk mengajari kita tentang cara berenang dalam kepekatan tanpa harus melihat apa yang menunggu di depan kita dan memberontak dalam ketidakpastian yang begitu absurd sepanjang waktu.
Hidup tanpa komitmen hanyalah kelesuan yang kita undang dengan sukarela, dan apa yang kita sebut kebebasan mutlak adalah pintu terbuka yang mengizinkan segala hal tentang dunia ini datang menerpa kita.
Justru dengan pembatasan secara tepat, kita hanya mengizinkan masalah tertentu untuk menimpa kita dan mengabaikan hal-hal di luar komitmen kita yang pada dasarnya tidak berarti apa-apa.
Orang akan lebih termotivasi jika dia merasa membutuhkan. Dan untuk menjadi demikian, dia harus menggantungkan dirinya pada sesuatu di luar dirinya sampai saling-ketergantungan dapat terbentuk secara harmonis.
Cintai kebebasan, tetapi jangan menjadi apatis yang secara tegas menolak rintangan atau risiko, sebab nilai kita menjadi manusia tidak diukur dari seberapa banyaknya kita berhasil, justru dari seberapa banyaknya kita gagal dan tetap mampu untuk berjalan kembali.