Tentu tidaklah mudah untuk mengungkapkan hajat saya secara akurat, tapi sekurang-kurangnya saya tahu garis besar dari semua ini.
Adalah nilai pribadi saya yang pada akhirnya menentukan siapa saya sebenarnya.
"Siapa Aku Sebenarnya?"
Nilai-nilai pribadi adalah tongkat pengukur yang dengannya kita menentukan apa yang merupakan kehidupan yang sukses dan bermakna. Bisa dibilang, nilai pribadi itu seperti sebuah kitab untuk mengetahui apa yang kita pedulikan dalam kehidupan ini.
Ketika seseorang berkata, "Saya ingin menjadi sukses," definisi tentang apa itu "sukses" akan menjadi cerminan dari apa yang dia hargai. Mungkin baginya sukses itu "mendapatkan banyak uang", atau "menjadi dokter", atau "menjadi artis" dan sebagainya.
Apa pun itu, definisinya tentang "sukses" selalu ditentukan oleh nilai-nilai pribadinya.
Oleh karena itu, kita tidak bisa berbicara tentang pengembangan diri tanpa juga berbicara tentang nilai-nilai. Tidak cukup hanya "berkembang" dan menjadi "orang yang lebih baik", kita harus mendefinisikan apa itu orang yang lebih baik.
Kita harus memutuskan jalan dan ke arah mana kita ingin berkembang. Karena jika tidak, kita semua bisa kacau. Bayangkan bahwa saya diberi jatah umur 30 tahun; apakah saya benar-benar memenuhi hakikat saya sebagai "Andi" dengan waktu sedemikian?
Ada bertumpuk-tumpuk buku dan artikel tentang self-help di luar sana yang mengajarkan kita bagaimana mencapai tujuan kita dengan lebih baik, tetapi hanya sedikit yang benar-benar mempertanyakan tujuan apa yang seharusnya kita miliki.
Jika Anda menghapus kengerian moral dari Hitler, di atas kertas, dia adalah salah satu orang yang paling sukses sepanjang sejarah dunia. Dia berubah dari seniman yang gagal menjadi komandan dari militer paling kuat di dunia kala itu dalam jangka dua dekade.
Dia pekerja keras dan sangat konsisten pada tujuannya. Dia mampu beretorika dengan lihai hingga berjuta-juta orang dapat terinspirasi olehnya. Tetapi semua itu mengarah pada tujuan yang gila dan merusak.
Dan yang terpenting adalah, puluhan juta orang meninggal secara mengerikan karena nilai-nilainya yang sesat dan bengkok. Hitler mencapai tujuannya dengan fantastis, tetapi nilai-nilainya menyimpang dari moralitas yang diakui secara universal.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!