Seperti kata Sokrates, "Teruslah bertanya. Jalan menuju kebijaksanaan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang bagus."
Apa yang kemudian saya sadari belakangan ini adalah, saya belajar banyak hal hanya untuk mengerti tentang sejauh mana saya mampu mempertanyakan sesuatu dan sejauh mana batas pengetahuan serta pikiran saya.
Ketika saya mampu mengakui ketidaktahuan saya dengan tulus, oh Anda harus percaya ini: pada momen itu juga saya merasa bangga dan puas terhadap diri sendiri karena saya melakukannya atas dasar kejujuran intelektual, dan tidak semua orang bisa melakukan itu.
Orang-orang di sekitar saya sering bertanya, "Mengapa kamu tidak menulis tentang politik? Bukankah itu identitasmu?" Tentu selaku mahasiswa Ilmu Politik, saya senang membaca buku-buku perpolitikan, utamanya filsafat politik.
Tetapi, saya tidak begitu yakin bisa mengaitkan apa yang telah saya pelajari dengan kondisi perpolitikan di Indonesia. Informasi perpolitikan yang saya terima dari berbagai media terasa meragukan bagi saya, bahwa semua itu mungkin dilebih-lebihkan atau sebaliknya.
Entah karena perpolitikan di Indonesia terlalu abu-abu untuk dipahami atau batas pengetahuan saya terlalu sempit, saya hampir tidak tahu apa perbedaannya. Saya hanya menulis apa yang saya yakini benar dan membantu, serta mengembangkan pemahaman saya.
Kita tidak begitu pandai dalam mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Kita memang selalu merasa nyaman dalam kebohongan daripada sedikit bersusah payah dalam kebenaran. Kecenderungan ini pula yang pada akhirnya kita kenali sebagai kegilaan peradaban kita.
Lihatlah dengan sedikit rasa iba: dunia yang telah sekian majunya ini perlahan digerogoti oleh orang-orang yang tidak tahu tetapi merasa tahu dan banyak berbicara, sedangkan mereka yang tahu terlalu bijaksana hingga akhirnya menutup mulut.
Filsuf Inggris, Bertrand Russell pernah berkata, "Seluruh masalah dengan dunia adalah bahwa orang bodoh dan fanatik selalu begitu yakin akan diri mereka sendiri, dan orang yang lebih bijaksana begitu penuh dengan keraguan."
Mungkin yang lebih menakjubkannya lagi adalah dia mengatakan itu jauh sebelum munculnya internet.
Hari ini, utamanya karena kemeriahan media sosial, kita secara teratur dihadapkan pada banyak orang yang percaya bahwa mereka tahu apa yang mereka bicarakan, padahal sebenarnya tidak.