Namun segera setelah itu, saya menyadari bahwa ketekunan buta dapat berubah menjadi pencarian yang melelahkan dan tidak berguna.
Dengan cepat saya memutuskan untuk menyerah dan terjun ke tempat berseberangan yang cukup asing bagi saya. Hasilnya, di sinilah saya sekarang; di tempat yang membuat kebahagiaan saya amat sederhana dan murah.
Ada beberapa makna yang saya pelajari dari pengalaman tersebut.
Pertama, berhenti bukan berarti akhir dari sebuah impian, justru berhenti bisa menjadi bagian dari impian itu sendiri. Menyerah juga bukan berarti kita harus mencoba hal lain. Tidak, tapi kita bisa saja mencoba hal yang sama dengan menyerah sejenak.
Ini seperti sebuah anak panah yang mundur di tali busurnya supaya bisa melesat lebih kencang lagi dan mencoba sebanyak mungkin tembakan agar sasaran tercapai.
Dalam artian lain, menyerah adalah cara kita untuk bercermin sejenak sebelum memutuskan apa yang pantas kita perjuangkan selama napas masih mengalir.Â
Ingatlah bahwa dunia ini adalah kehidupan, bukan rajutan mimpi yang melekat pada dongeng-dongeng keajaiban.
Kisah-kisah kesuksesan orang besar mungkin akan sangat menggoda kita, bahwa mereka tidak menyerah, bahwa mereka terus bangkit, bahwa mereka tidak kenal lelah. Omong kosong!
Mereka berhenti sejenak, mereka menyerah sejenak, mereka menarik diri sejenak ... untuk bisa mengevaluasi diri.Â
Seorang kaisar yang sedang terlibat dalam pertempuran tidak akan bisa memikirkan strategi terbaik, kecuali dia berhenti bertarung dan mencari tempat aman sejenak.
Menyerah bukan berarti kisah penutup dongeng, melainkan lembaran baru untuk membuka bab baru yang lebih segar dan menarik. Namun selalu ingat juga bahwa menyerah seperti ini diperlukan kemampuan khusus untuk mengevaluasi diri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!