Sekarang katakanlah saya hendak mengikuti lomba menulis. Sebelum menumpahkan segala jerih payah, saya akan membedakan antara harapan dan tujuan. Maka pertanyaannya: apa esensi (hakikat) dari perlombaan?
Ketika saya membayangkan sebuah perlombaan, saya membayangkan beberapa pihak yang "berkonflik" untuk mencapai kemenangan. Semua perlombaan punya sistem yang sama: para peserta turun bertanding untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Tapi, apa esensi dari menang atau kalah? Oh, belajar sesuatu darinya. Sangatlah percuma jika saya meraih kemenangan tanpa belajar apa pun darinya, dan amat nestapa jika saya mengalami kekalahan tanpa belajar sesuatu pun darinya.
Maka, esensi atau hakikat dasar dari perlombaan adalah pembelajaran. Dengan demikian, tujuan saya adalah memetik pelajaran berharga dari perlombaan tersebut. Jangan tertawa! Inilah yang coba saya gambarkan tentang batas antara tujuan dan harapan.
Ketika kita berusaha mencapai esensi dari sesuatu, maka itu tujuan. Tapi ketika angan-angan kita melebihi esensi itu, maka kita sudah jatuh pada harapan.
Kini saya tidak peduli lagi jika mengalami kekalahan dalam perlombaan. Bahkan ketika saya menang, saya tidak akan dimabukkan oleh kebahagiaan. Apa yang penting adalah sesuatu yang harus saya pelajari darinya.
Dengan menetapkan tujuan tanpa harapan, kita punya potensi untuk berkembang karena kemurnian dari segala tindakan kita. Dan kita pun dapat terlepas dari berbagai kekecewaan yang biasanya membuat kita trauma terhadap sesuatu.
Membuka diri pada yang tidak mungkin
Seandainya orang-orang tidak percaya akan keberadaan gagak putih, seseorang yang ingin berkembang akan tetap mencarinya hingga titik akhir.
Itu adalah gambaran tentang betapa pentingnya untuk membuka diri pada sesuatu yang tidak mungkin. Karena apa yang tidak mungkin di dunia ini? Seluruh kehidupan yang bermula dari dentuman besar pun sudah cukup menjelaskan tentang tidak ada yang mustahil di dunia ini.
Apa pun bisa terjadi, dan orang-orang yang punya keinginan untuk berkembang selalu membuka diri pada kemungkinan-kemungkinan itu. Mereka tidak lagi terkejut pada kejanggalan sesuatu, sebab langkah besar mereka memang sudah diawali dengan keingintahuan.
Maka amatlah penting untuk memiliki keingintahuan yang tinggi. Dengan kemampuan ini saja, kita sudah membuka gerbang pengetahuan yang mungkin selama ini tidak terjangkau. Ya ... keingintahuan adalah modalnya.