Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan "Mati" Sebelum Mati, Inilah Panduan untuk Mengembangkan Diri Sendiri

1 Juni 2021   20:02 Diperbarui: 4 Juni 2021   02:29 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya berada di dunia yang setiap detiknya mengalami kemajuan, tapi saya sendiri melawan arus utama itu dan tidak tergoyahkan dalam duduknya. Kematian mental mendahului kematian jasmani. Saya telah "mati" sebelum mati.

Beruntung pada pertengahan semester ganjil, saya melihat beberapa teman yang memamerkan kesuksesan mereka dalam berprestasi. Langkah saya jauh tertinggal dari mereka. Dan itu membunyikan alarm merah dalam jiwa saya bahwa kehidupan tidak bisa berjalan seperti ini selamanya.

Alam bawah sadar bergetar hebat. Dorongan untuk menemukan jalan yang baru semakin kuat. Suatu revolusi diri besar-besaran menjadi darurat. Saya memerhatikan keadaan sekitar, rasanya semua orang dalam batinnya memaki-maki saya sebagai jelmaan koala.

Ada benarnya juga kata orang-orang bijak, "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan." Saya menemukan jalan saya sendiri yang jelas radikal dari jalan sebelumnya. Detik ke detik terasa cepat, dan secepat itu pula saya mulai berkembang. Saya mulai "hidup" kembali di waktu yang tepat.

Semua itu menjadi cermin pembelajaran bagi saya hingga kapan pun. Bahkan ketika pandemi tiba, saya tidak harus mengalami kebingungan seperti mereka yang terjebak dalam "siklus setan" sebelumnya. Saya tahu apa yang harus saya lakukan, dan tidak setiap orang punya kemampuan itu.

Sedikitnya saya melihat ke sekeliling saya, ternyata ada banyak orang yang juga pernah mengalami pengalaman serupa. Mereka berhenti berkembang karena terjebak dalam rutinitas yang tidak jelas atau yang saya sebut sebagai "mati" sebelum mati.

Beberapa dari mereka adalah kawan saya. Bahkan segelintir yang lainnya adalah guru-guru. Ternyata banyak di antara mereka yang seperti batu asah. Mereka berusaha "menajamkan" orang lain, tapi justru mereka sendiri masih "tumpul".

Mereka berusaha habis-habisan untuk memberikan pengajaran kepada murid, tapi mereka sendiri telah lama berhenti belajar. Mereka terjebak dalam dimensinya sendiri, dan berpotensi memalukan jika seorang muridnya punya keliaran dalam bertanya. 

Ya ... saya tidak suka menyungkup kebenaran.

Satu-satunya yang membedakan adalah kemampuan dari keduanya untuk berubah. Jika batu asah tidak berdaya sedikit pun untuk menajamkan dirinya sendiri, tapi tentu mereka punya kekuatan untuk mempertajam dirinya sendiri.

Tapi, sematkan dulu perihal itu. Kita sedang membicarakan perkembangan diri, Anda ingat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun