Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan "Mati" Sebelum Mati, Inilah Panduan untuk Mengembangkan Diri Sendiri

1 Juni 2021   20:02 Diperbarui: 4 Juni 2021   02:29 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka, di sinilah saya sekarang, coba membagikan rahasia saya kepada Anda untuk tidak "mati" sebelum mati. Tidaklah mudah untuk melakukan perkembangan diri secara insentif. Diperlukan beberapa kegagalan dan keruwetan untuk menemukan formula yang tepat.

Saya di sini untuk membantu Anda. Atau tidak, saya hanya memaparkan rahasia saya yang barangkali bisa diterapkan juga dalam kehidupan Anda. Siapa yang tahu, mungkin kita punya relevansi yang tersemat.

Jadi, inilah sedikit rahasia saya agar tidak "mati" sebelum mati. (Atau maksudnya adalah sedikit petunjuk agar Anda senantiasa berkembang dari waktu ke waktu).

Membedakan antara tujuan dan harapan

Hati-hati dengan harapan. Meskipun ia selalu datang dengan ramah kepada Anda, hampir semua orang telah membuktikannya sendiri bahwa harapan malah mematikan mereka di masa penghujung.

Kekecewaan bersumber dari harapan. Tidak peduli seberapa baiknya Anda memenuhi harapan itu, akan selalu ada sedikit ruang dari kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Apa yang kita sebut sebagai melampaui harapan hanyalah pernyataan yang dilebih-lebihkan.

Ketika kekecewaan melanda, kebanyakan dari kita menjatuhkan diri ke dalam samudera dan terapung-apung di sana. Mereka putus asa dan menyerah, tidak mau bangkit kembali, apalagi berusaha lagi. Mereka hanya duduk meratapi sesuatu yang tidak bisa mereka ganti.

Inilah dampak menyeramkan dari harapan: ia berpotensi untuk membuat kita tenggelam dalam lautan kekecewaan. Dan pada akhirnya kita pun berhenti berkembang dengan asumsi "tidak ada gunanya lagi melakukan sesuatu".

Tapi orang-orang bilang, ketiadaan harapan adalah jalan kegelapan menuju keputusasaan. Saya katakan "tidak begitu". Kita harus bisa membedakan antara tujuan dan harapan.

Jika saya menjumpai seorang kakek yang kesusahan mengangkut barang, sekadar menolongnya adalah tujuan. Tapi ketika melebihi tujuan itu, maka semua angan-angan yang terbentuk dalam pikiran sudah tergolong sebagai harapan.

Saya tahu itu tidak cukup jelas. Jadi sebelum ke contoh berikutnya, saya akan mengajukan pertanyaan: apakah mungkin untuk membunuh harapan? Sekilas memanglah tidak mungkin, tapi dengan cara sederhana, saya melakukannya.

Saya selalu mencari esensi dari sesuatu untuk membunuh harapan. Karena ketika pikiran saya menembus batas esensi dari sesuatu, maka saya telah berharap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun