Nah, overthinking dapat dihentikan dengan membunuh harapan. Ketika kita membangun harapan, artinya kita mengkhawatirkan hasil akhir. Dan sayangnya, hasil akhir bukanlah sesuatu yang dapat kita kendalikan.
Katakanlah saya berjumpa dengan seorang nenek yang hendak menyeberang jalan. Terkesan sepele, tapi bantuan saya mungkin akan menghindarkan nenek tersebut dari pemborosan waktu atau bahkan kecelakaan.
Namun bagaimana jika saya teringat dengan Efek Kupu-kupu? Saya akan berpikir bahwa bantuan saya terhadap nenek tersebut mungkin akan berujung penolakan, dibentak, atau suatu hari, dia tidak akan pernah membalas kebaikan saya.
Pikiran tersebut sebenarnya adalah bentuk harapan bahwa nenek tersebut akan membalas kebaikan saya di waktu nanti. Dan dengan harapan tersebut, saya menjadi ragu untuk menolong dan jika tetap membantu, kebaikan saya telah ternodai.
Bayangkan skenario lainnya. Saya membunuh segala harapan dan hanya pergi membantu nenek tersebut menyeberangi jalan. Selanjutnya saya tidak bisa mengendalikan hasil; apa yang terjadi hanya akan terjadi.
(Siapa yang tahu, mungkin nenek tersebut memberikan imbalan sebuah jeruk pada akhirnya).
Ada perbedaan mendasar antara membangun nilai/makna dan membangun harapan. Dalam kasus di atas, membantu nenek tersebut murni atas nama kebaikan adalah membangun nilai/makna. Tetapi ketika melampaui itu, maka ia menjadi harapan.
 "Jika seseorang akan mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan; tetapi jika dia akan puas hidup dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian. " (Francis Bacon)
Nah, itulah sedikitnya 4 pelajaran terselubung dari konsep Efek Kupu-kupu. Pada intinya, seluruh rangkaian kehidupan kita memang dipenuhi hal-hal kecil dan remeh yang sering kali kita abaikan. Tapi dengan mengenal konsep ini, kita sekarang tahu di mana letak harta karunnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H