Jika seseorang meragukan kepastian mereka sendiri, maka mereka mengizinkan potensi Tuhan untuk menunjukkan kepada mereka sesuatu yang berbeda.
Perbedaannya adalah antara menjadikan diri sendiri sebagai tuhan yang mutlak atau, dalam kerendahan hati, membiarkan kemungkinan adanya Tuhan dalam hidup kita.
Ini tidak apa-apa sejauh kita mengakui bahwa kita mungkin memiliki sesuatu yang belum dipelajari.
Keraguan bukanlah lawan dari iman; itu adalah elemen dari iman. -- Paul Tillich
Peran keraguan dalam sains dan filsafat
Satu-satunya yang aku ketahui adalah bahwa aku tidak tahu apa-apa. -- Socrates
Bapak filsafat modern, Rene Descartes, membangun filsafatnya sendiri dengan fondasi keraguan. Dia meragukan segala sesuatu, dan hanya itulah yang dia yakini.
Namun, kemudian dia menyadari sesuatu: satu hal pasti benar, dan itu adalah bahwa dia yang sedang ragu. Ketika dia ragu, dia pasti sedang berpikir, dan karena dia berpikir, pastilah bahwa dia seorang makhluk yang berpikir.
Maka terkenallah ungkapannya yang khas: Cogito, ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada).
Dalam pepatah Persia, "Keraguan adalah kunci ilmu." Inilah yang membuat keraguan begitu "sakral" di ranah sains (atau ilmu pengetahuan) dan filsafat.
Peradaban manusia akan runtuh tanpa sains, dan sains akan runtuh tanpa keraguan. "Pikiran yang tidak tahu dan ingin tahu" akan mengungkapkan cahaya dari gelap.
Dalam ranah sains dan filsafat, kita menanyakan tidak hanya di mana ada celah dalam pengetahuan kita, tetapi juga di mana kepercayaan saat ini mungkin salah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!