Ketika berkendara, mungkin saja Anda lebih memilih untuk ngebut karena sedang terlambat menghadiri acara penting; misalnya pernikahan mantan.
Tetapi dalam hidup, kita tidak dituntut apa pun; memangnya hidup menuntut apa dari kita? Umat beragama percaya bahwa hidup adalah untuk menjalani segala perintah Tuhan yang ada dalam kitab suci. Maka pertanyaannya, apakah Tuhan menuntut kita untuk terburu-buru?
Dan sekarang saya agak skeptis; atas dasar apa kita menjalani hidup dengan tergesa-gesa?
Bahkan karena berkendara adalah bagian dari hidup itu sendiri, masih adakah alasan logis untuk kita berjalan ngebut? Pusing? Selamat datang di paradoks ala Andi, hehe.
Semakin cepat kita mengemudikan kendaraan kita, semakin sulit kita mengendalikan kendaraan. Apalagi jika di depan terdapat sesuatu yang menghalangi, kita lebih sulit untuk menghindar; maka kemungkinan untuk terjadi kecelakaan pun sangat besar.
Begitu pun hidup, semakin kita tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu, semakin sulit kita “mengendalikan” diri sendiri. Maka peluang terjadinya kegagalan dan penyesalan pun menjadi semakin besar.
Itulah jawabannya. Menyelesaikan segala hal dengan cepat (yang selama ini kita anggap baik) ternyata hanya akan membuat kita sulit mengendalikan diri dan hambatan yang menghalangi lebih sulit dihindari.
Tetapi dengan lebih tenang menjalani segala sesuatu membuat kita lebih mudah untuk menghindari segala hambatan, karena kita lebih berhati-hati, juga teliti. Dan yang terpenting, kita menikmatinya.
Kuncinya bukan "berjalan" lambat, tapi "berjalan" lebih tenang. Hanya balita yang tak bisa mengenali perbedaan di antara keduanya. Dan itu yang saya rasakan manfaatnya.
Memang, ada beberapa kondisi di mana waktu “mengejar-ngejar” kita. Tetapi tetap menjalaninya dengan tenang pun bukan suatu ide yang buruk, kan?
Kita sering kali takut bahwa kita tak dapat menyelesaikan apa pun jika kita terlalu bersikap tenang. Kita takut, bahwa maut mendahului kesuksesan kita. Saya pun mulai bertanya-tanya, apakah sukses adalah tujuan kita hidup di dunia ini?