Idenya adalah, jangan menggurui seorang pun, tetapi berdiskusilah dengan mereka. Karena dengan begitu, kita pun menerima pembelajaran dari mereka.
Ketika kita menggurui seseorang, kita tak ada bedanya dengan kaum sofis (lihat di sini) semasa Socrates hidup.
Dan tidakkah Anda melihat sesuatu yang egois di sana?Â
Socrates mengatakan bahwa pengetahuan dilahirkan dari dalam diri sendiri. Dengan demikian, ketika orang lain ingin "melahirkan" pengetahuan, kita hanya jadi seorang "bidan".
Ketika proses persalinan, bidan tidak melahirkan anak itu. Si ibulah yang melahirkan anak itu. Bidan hanya membantu, memotivasi, "menyemangati" supaya si ibu melahirkan dengan selamat.
Begitu pun dalam upaya kita membantu orang lain dalam mengetahui sesuatu. Semenjak menyadari nasihat ibu itu, ketika saya dihadapkan untuk berbicara di depan orang banyak, saya selalu memulainya dengan pertanyaan, bukan pernyataan.
Ketika mereka menjawab, saya akan menyanggahnya. Kemudian mereka menyanggah kembali; dan begitu pun saya. Maka terjadilah diskusi yang sehat.
Menggurui itu bersifat satu arah, semacam monolog. Karenanya, kita (sebagai orang yang menggurui) tak akan belajar apa pun dari lawan bicara kita.
Sedangkan berdiskusi itu bersifat dua arah, semacam dialog. Karenanya, kita (meskipun kesannya sedang "menggurui") tetap saja lebih terbuka pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara kita dan kita pun menerima pembelajaran darinya.
Menggurui itu biasanya tidak mau dipersalahkan (seperti saya selama masa awal remaja). Tetapi dengan berdiskusi, kita lebih terbuka untuk menerima masukan. Dan begitulah pembelajaran yang sehat terjadi.
Saya mulai bertanya-tanya, bagaimana mungkin ibu memberikan nasihat yang persis seperti Socrates katakan?