Jangan-jangan, ibu adalah seorang "filsuf"? Atau hanya sebatas kebetulan? Tentu tidak, ibu adalah sosok "filsuf" bijaksana yang pertama saya kenal.
Semua anggapan saya tentang ibu yang begitu cuek dan tak peduli telah berubah semenjak saya menginjak masa remaja; lebih tepatnya ketika saya telah mampu mencerna pesan tersirat ibu.
Bagi saya, ibu adalah seorang "filsuf" bijaksana yang juga telah merawat saya sejauh ini. Saya tahu beliau juga banyak berbuat kekeliruan. Saya sadar tak ada seorang pun yang sempurna. Atau, setiap orang sempurna dengan segala "kecacatannya"? Ya, pertanyaan yang terakhir itu lebih tepat untuk dipercayai.
Tetapi bagi saya, ibu, adalah manusia sempurna tanpa "kecacatan". Apa pun yang orang lain anggap itu sebagai "kecacatan" dari ibu saya, justru bagi saya itu adalah pembelajaran lainnya dari ibu.
Semakin tumbuh dewasa, semakin banyak peran ibu yang saya sadari begitu berharga bagi saya; bahkan semua emas di bumi tak mampu menyainginya.
Ibu adalah malaikat harapan saya. Dan ibu, adalah sekolah pertama saya.Â
Tak salah lagi, ibu adalah sosok "filsuf" itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H