Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Dalam Hidup, Apakah Kebahagiaan Harus Selalu Dikejar?

19 November 2020   21:22 Diperbarui: 23 November 2020   01:51 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari tampak cerah dan segar; hari yang lain berawan dan kacau. Langit berubah, tapi kita tetap sama. Kita selalu berpikir bahwa kita akan merasa bahagia dan puas jika telah mendapatkan sesuatu yang kita dambakan. 

Pada nyatanya, kita selalu mendapati kondisi serupa, bahwa kita tak pernah puas dan kemudian memikirkan hal lain yang kiranya bisa membuat kita benar-benar puas dan bahagia.

Hal ini bisa dijelaskan dengan sederhana: bahwasanya standar kebahagiaan kita akan meningkat seiring kita mencapai kebahagiaan itu sendiri.

Seperti contoh tadi, ketika Anda membayangkan bahwa membeli mobil baru akan sangat membuat Anda bahagia, itu (mungkin) memang benar adanya. Tapi seketika itu juga, ketika Anda membeli mobil baru, Anda akan memiliki standar bahagia yang lebih tinggi lagi. 

Demikian juga kebahagiaan Anda, akan dengan cepat ke level normal kembali. Maka dengan standar yang lebih tinggi itu, Anda menginginkan rumah baru atau ... pasangan romantis baru.

Dalam sebuah penelitian yang sangat terkenal yang diterbitkan oleh para peneliti di Northwestern University pada tahun 1978, ditemukan bahwa tingkat kebahagiaan dari orang lumpuh dan pemenang lotre pada dasarnya sama dalam waktu satu tahun setelah peristiwa tersebut terjadi. 

Ya, Anda membacanya dengan benar. Di satu sisi, memenangkan sejumlah uang yang mengubah hidupnya dan yang satu kehilangan fungsi anggota tubuh mereka. Dan dalam jangka waktu satu tahun saja, kedua orang itu sama-sama bahagia dalam level yang sama.

Penting untuk dicatat bahwa studi khusus ini belum pernah direplikasi selama bertahun-tahun sejak diluncurkan, tetapi tren umum telah didukung lagi dan lagi. 

Kita memiliki kecenderungan kuat untuk melebih-lebihkan dampak yang akan ditimbulkan oleh peristiwa ekstrem pada kehidupan kita. Peristiwa ekstrem positif dan negatif tidak benar-benar memengaruhi tingkat kebahagiaan jangka panjang kita hampir sebanyak yang kita kira.

Peneliti menyebut ini sebagai Impact Bias, karena kita cenderung melebih-lebihkan sesuatu yang belum terjadi atau intensitas kebahagiaan yang akan diciptakan oleh peristiwa besar. 

Sederhananya, ini merupakan kecenderungan kita untuk berlebihan dalam memperkirakan seberapa besar dan lama pengaruh sesuatu terhadap perasaan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun