Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Krismon: Bagian 3 Cinta Selalu Menuntut Janjinya

5 April 2022   05:15 Diperbarui: 9 Maret 2023   00:46 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ustad Karim pula yang menyuruh Dukri untuk membaca surat Yasin sebagai bukti bahwa dia salah sasaran. Karena Dukri sanggup menglafalkan ayat suci tersebut lantas Ustad Karim menyeretnya keluar barisan dan menyuruhnya untuk segera lari. Itulah kenapa kedua orang itu tidak pernah lagi bertutur sapa. Dukri sendiri masih menyimpan dendam pribadi kepada Ustad Karim. Menurut almarhum apapun dasarnya dan apa pun kepercayaannya, orang-orang Ansor telah melanggar hak manusia untuk tetap hidup. Kisah itu berujung dendam yang menyuruh Krismon untuk tidak berhubungan dengan Sulis, puteri Ustad Karim itu. Meskipun begitu Krismon masih dibolehkan untuk belajar agama dengannya.

Dukri atau Ustad Karim bukanlah sebuah pilihan. Mereka hanyalah manusia yang tidak lepas dari salah dan dosa. Krismon memiliki sudut pandang sendiri yang mempengaruhi hubungannya dengan Sulis. Salah satunya karena Ia merasa tidak pantas berteman dengan keluarga orang saleh. Apa lagi nama Ustad Karim dikenal sebagai keluarga terhormat, ulama pula. Sangat jauh berbeda dari sesosok Dukri yang begitu sembrono dan keras. Citra Dukri di mata penduduk desa terbilang cukup rendah. Parahnya beberapa anak muda menyebut Dukri PKI. Lantaran laki-laki kasar itu pernah membacok bola voli hingga meletus. Kejadiannya terjadi cukup cepat dan singkat. Saat itu anak-anak muda tengah bermain voli di depan tanah lapang dekat dengan kediaman Dukri. Tiba pada sebuah giliran memukul bola. Seorang pemuda dengan semangat membara menghentak si kulit bundar tanpa sebuah perhitungan. 

Akhirnya bola itu melayang deras menuju jendela rumah Dukri. Dukri yang tengah memotong kayu bakar di sebelah rumahnya mendadak terkejut mendengar suara dentuman. Ia pun menuju asal suara. Dan didapatinya sebuah bola menggelinding di ruangan depan. Juga banyak pecahan kaca berserakan. Dukri pun naik pitam dan memukul bola voli tersebut dengan golok yang tengah digenggamnya. Seluruh pemuda kalang kabut ketakutan. Tidak ada yang berani bertanggung jawab. Setelah kejadian itu, kesalahan menjadi sebuah kebenaran yang nyata. Para pemuda mulai menyebutnya si PKI yang kejam. Tanpa mereka harus menyadari dosanya sendiri. Peristiwa itu menambah deretan alasan mengapa Krismon tersisih dari pergaulan. Tidak hanya tersisih oleh strata sosial, juga karena ekonomi dan persepsi.

Pemikiran Krismon tentang kekayaan dan kehormatan seketika berubah saat ia bertemu dengan Caeng di ibu kota. Laki-laki betawi pemilik warisan tanah seabrek itu nyatanya hanyalah mantan mahasiswa. Caeng kerap menginap di penjara akibat aksinya membela rakyat miskin atas dasar kemanusiaan. B

eruntung ia punya cukup banyak uang untuk membayar polisi. Sehingga nasibnya tidak seperti mahasiswa lain yang bertahun-tahun hilang dari peradaban dan entah kemana batang hidungnya. Caeng memang berhenti menjadi mahasiswa namun ia masih memendam kebencian pada kekuasaan tirani. Beberapa kali Caeng masih terlibat untuk mempengaruhi mahasiswa lewat cara yang begitu halus, yaitu dengan menulis. Mantan aktivis yang tak pernah tamat diploma itu sering memberikan beberapa lembar bacaan untuk Krismon. Dari situlah Krismon mulai belajar melihat kehidupan di depan matanya.

Pengaruh Caeng telah memberikan pola pikir yang baru. Baginya belajar seharusnya dapat mengurangi beban hidup bukan menambah. Tapi seperti itulah yang terjadi di depan matanya. Ia menemukan pendapatnya sendiri soal pendidikan. Menurutnya pendidikan belum bisa memberikan pemikiran yang merdeka dan bebas seperti di angan-angan negeri ini yang tercantum di dalam undang-undang dasar. Karena menurut kacamatanya pendidikan selama ini hanya dijadikan modal untuk bekal karir, memperebutkan baju coklat dan memperbanyak kekayaan. Meskipun pria itu hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, tapi pengetahuan serta cara pandangnya sangat berbeda dari kebanyakan orang di desanya. 

Hal tersebut ia dapatkan karena Krismon suka sekali membaca buku-buku milik Caeng dan rajin mengikuti pengajian. Kemiskinan akal, kemiskinan moral, kemiskinan kepercayaan dan kemiskinan kemanusian adalah hal yang paling sulit untuk diakui oleh kebanyakan orang. Sebagai seseorang yang ditunjuk untuk menjadi ketua karang taruna di desa, Krismon enggan bekerja sama dengan para pejabat desa. Salah satu alasannya karena pria itu tidak mau mengkultuskan manusia. 

Seperti kebanyakan orang terpelajar yang mencari peruntungan di bawah kekuasaan orde baru. Mereka berlomba menjadi abdi negeri, namun enggan melihat kelingking kaki sendiri. Begitulah tanggapan Krismon terhadap kejahatan negeri oleh para kaum terpelajar. Mereka seperti halnya pohon beringin yang berakar lebat dan mencengkeram tanah dengan begitu kuat. Terorganisasi dengan begitu rapi, tapi saling silang-menyilang. Bertubuh besar karena rakus memakan kesuburan tanah tapi berbuah kerdil. Sehingga tidak banyak memberikan manfaat. Kecuali jika pohon itu ditumbangkan. Maka bisa jadi orang-orang akan berlarian membawa golok dan kampak untuk memotongnya menjadi bagian-bagian yang bermanfaat.

Kini sesosok Krismon telah menemukan arti hidup yang berbeda. Kemiskinan dan kekayaan sejatinya hanyalah sehelai rambut yang membelah samudera. Begitu tipis sehingga tidak nampak berbeda. Krismon dewasa telah bertekad untuk menebus janji. Membesarkan kedua keponakannya dan kembali mengumpulkan keluarga yang telah lama terpisah. Tapi bagaimana dengan perasaan cintanya kepada Suli. Akankah dapat tercurahkan. Mengingat umur terus berjalan tanpa seorang pendamping hidup. Dan perasaan kepada Suli yang tak pernah kunjung surut. Saatnya Krismon berjanji untuk kepentingan dirinya sendiri.

Meskipun Krismon tersisih dari orang-orang seumurannya, nyatanya ialah salah satu pemuda yang paling berpengaruh. Dialah sesosok pemuda yang berani mengorganisasi adik-adik di desa untuk mengurus musala dan membuat berbagai kegiatan keagamaan. Meskipun sempat mendapat ketidak percayaan dari generasi orang tua, namun berkat kegigihan serta kerja kerasnya tidak ada yang tidak mungkin bakal terjadi. Ia adalah ciri pemuda yang peka dan terbuka terhadap masalah adik-adiknya di desa. 

Pasalnya banyak oknum pejabat menggunakan organisasi pemuda sebagai alat kampanye. Awalnya mereka datang untuk membantu pendanaan kegiatan. Namun donasi yang diberikan tidaklah sepenuhnya ikhlas. Mereka menginginkan balas budi dari para pemuda. Seperti memasangkan spanduk kampanye, menyebarkan selebaran dari ke rumah-rumah warga hingga melibatkan pemuda ke dalam aksi iring-iringan. Beruntung tidak semua pemuda merasa senang diperlakukan demikian. Mereka bukan lagi seekor sapi perahan. Zaman terlalu cerdas untuk mengkerdilkan pemikiran manusia. Datanglah Krismon menawarkan perubahan. Ia nekat membuat dualisme kelompok pemuda yang tidak menerima bantuan pemangku kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun