Cinta Selalu Menuntut Janjinya
Tuhan pencipta segala alam, pemberi apa saja yang semua makhluknya butuhkan kecuali satu, keabadian. Begitulah waktu yang fana ini terus memburu usia setiap manusia menuju kematian. Dukri memang telah tiada, namun semua yang ditinggalkan tidak boleh dilupakan begitu saja. Biarkan saja orang tua keras kepala itu pergi, lalu meninggalkan luka kenangan yang mendalam. Luka itu seperti pisau yang menancap di bagian hulu hati. Semakin lama semakin terasa saja sakitnya. Begitulah Krismon merasakan baik-baik kesendiriannya itu. Luka itu selalu saja terasa di dadanya, semakin ia teringat akan kebenciannya terhadap sikap Dukri maka semakin pula ia kecewa dengan perbuatannya sendiri. Apakah memang harus berlalu, tapi bukan begitu cara menyudahinya.Â
Hamparan warna hijau, burung-burung kecil berlarian di udara. Birunya tak menggema, seakan bertanya soal sisa usia. Entah kenapa kali ini pria itu mendapatkan kesialan. Nasib sedang tidak memihak Krismon sore itu. Dari pagi sampai siang tiba, barang dagangannya masih tetap utuh. Entah kenapa para pelanggannya tiba-tiba puasa. Atau mungkin karena pria itu telat bangun lebih awal untuk berjualan. Sebab semalaman Krismon tidak bisa tidur lantaran Ia mempunyai begitu banyak kekhawatiran dalam dirinya. Wajah-wajah keponakannya memberikan rasa iba yang dalam bagi hidupnya. Suatu hari ia harus kembali mengusahakan diri supaya orang tua Ridwan dan Satrio pulang sebagai upaya penebusan janji.Â
Tetapi apa boleh dikata, dia sendiri harus segera menyudahi kesendiriannya itu. Bisikan untuk menikah awalnya datang dari mulut Darno Blenduk. Juragan satu ini kini terlihat seperti seorang sahabat. Entah apa yang membuat laki-laki berkepala empat itu begitu simpati terhadapnya. Semenjak Dukri tiada semua hubungan nampak berbeda. Selain Krismon semakin dekat dengan Darno Blenduk dan Ustad Karim, kini ia pun kembali dekat dengan kekasih masa kecilnya. Sebenarnya Krismon tidak mempunyai hubungan apa-apa kepada perempuan itu. Tapi sejak kecil pria lugu itu sudah menyimpan rahasia. Sulit sekali untuk menjelaskan kenapa laki-laki itu suka kepadanya. Perempuan itu memiliki wajah yang sama seperti wanita pada umumnya. Krismon sendiri tidak tahu apa arti cantik. Jelasnya, perempuan yang ia sukai itu sangatlah berbeda dan luar biasa. Inilah yang membuatnya susah tidur sepanjang malam.
Wanita itu bernama Sulis, anak salah seorang pemangku agama di desanya. Hubungan Suli dan Krismon sebenarnya memang sudah terjalin sejak lama. Pria yang tidak banyak bicara itu selalu saja menutup diri. Namun perbuatannya sangat mudah ditebak. Semasa kecil Krismon selalu bersembunyi jika Sulis datang berkunjung ke rumahnya. Tidak hanya di rumah saja, pernah suatu hari saat bermain dengan kawan seusianya, Krismon selalu kabur kalang kabut sesaat setelah Sulis datang dan ikut bergabung.Â
Kelakuan bocah itu tentunya mendapat perhatian berbeda dari seorang Sulis. Ia menduga kalau Krismon begitu jijik kepadanya. Beberapa kali gadis itu hendak menemui Krismon dan berusaha bertanya soal kelakuannya itu. Namun berkali-kali pula bocah itu menghindar. Hal ini semakin membuat Sulis bertanya-tanya. Lantas gadis itu pun mendatangi beberapa rekan main Krismon. Salah satu dari mereka justru tertawa saat ditanyai oleh Sulis. Sehingga perempuan itu tidak mendapatkan informasi apa pun. Semua rekan main Krismon telah ditanyai satu persatu, namun tidak semua anak sekolah dasar itu menjawab dengan benar. Hingga keduanya telah tumbuh dewasa seperti saat ini. Krismon masih saja menyimpan wajahnya saat bertemu dengan Sulis.
Hari yang telah lalu telah banyak menentukan keadaan manusia saat ini. Terutama sekali soal perasaan dan janji. Keduanya adalah hal yang harus diakhiri dengan segala perjuangan. Begitulah arti kesadaran oleh seorang Krismon. Dan kesadaran itu telah berakar di dalam benaknya sebagai sebuah beban besar. Garis kemiskinan adalah salah satu sebabnya. Perlu dipercaya atau tidak, kemiskinan sudah begitu merubah watak dan sifat seorang Krismon. Semasa remaja pria itu selalu merendahkan diri jika bertemu dengan kawannya yang berkecukupan. Tidak hanya itu saja, melihat banyak sekali orang kaya yang dihormati dan mendapatkan beberapa tempat terbaik di desanya, membuat ia bercita-cita ingin menjadi pegawai negeri. Sebab dengan menjadi pegawai negeri segala urusan jabatan, kekayaan dan kehormatan bisa sedikit demi sedikit didapatkan.
Masa-masa kecil telah berlalu tanpa sedikit pun kenangan seorang ibu. Seperti pesan Dukri kepadanya, kerja, kerja dan kerja. Selalu menceritakan kemiskinan masa lalu, orang tua itu sudah sedemikian kakunya. Sikap Krismon kepada Sulis dipengaruhi oleh bapaknya sendiri. Dukri menceritakan kisah masa muda dahulu saat pembantaian terhadap orang-orang komunis terjadi. Ustad Karim adalah salah satu pemuda Ansor yang terlatih pada masanya. Selain belajar agama Ia sudah menguasai berbagai macam jurus pencak silat. Salah satu tujuannya adalah untuk melindungi para ulama dan kiyai. Si jagoan pada masanya itu terlibat dalam pembantaian. Ialah yang mengeksekusi beberapa pengikut partai terlarang itu.Â
Dukri sendiri ingat betul bagaimana suasana kelam itu terjadi. Ia dan beberapa kawannya menghadapi sebuah peristiwa mengerikan. Di mana orang-orang Ansor memenggal kepala mereka tanpa rasa ngeri. Begitu yakin dan bangga atas perbuatannya. Kejadian itu pula yang membuat Dukri dan Ustad Karim tak pernah bertutur sapa. Entah kenapa keduanya enggan untuk berbicara satu sama lain. Dukri ingat betul detail kejadian itu. Sebuah malam yang panjang dengan wajah tertutup kain hitam. Mata mungkin tidak bisa melihat apa-apa, tetapi telinga mendiang itu telah banyak merekamnya. Suara-suara itu masih terngiang-ngiang menusuk kepala. Di mana suara histeris, tangisan, raungan, rintihan dan teriakan korban bercampur aduk. Membuat perasaan batin meronta-ronta antara ketakutan dan kepercayaan. Orang-orang Ansor melayangkan golok ke leher para pemuda satu persatu. Hingga pada gilirannya tiba,Â
Dukri satu-satunya manusia yang keluar dari jurang kematian. Ia lolos dari ancaman golok orang-orang Ansor berkat ayat suci yang dihafalkannya. Di sanalah peran Ustad Karim datang memberikan kesempatan bagi Dukri untuk membuktikan bahwa Dukri muda kala itu hanyalah salah satu korban yang tidak tahu apa-apa. Wajah Dukri memang tertutup kain hitam pada saat itu, namun telinganya sanggup mengingat suara milik Ustad Karim yang berteriak mendesaknya.Â