“tidak ada apa-apa mas.”jawabnya datar
“mas suamimu fa, berbagilah… Apapun itu selagi mas bisa berbuat sesuatu untuk menghilangkan kesedihanmu mas pasti akan melakukannya.”
“jika dengan bersatu dengan danu akan menghilangkan kesedihanku apakah kau juga akan melakukannya?” rintihnya dalam hati.
“ayolah fa.. katakan ada apa?” aku sungguh khawatir melihatnya bersedih.
“aku merasa tidak menjadi istri yang baik, aku masih belum bisa membahagiakanmu”
“ssssstttt… tidak fa, kamu berada di sampingku saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia”
kafa masih tertunduk lesu, nampaknya ucapanku tidaklah cukup untuk menghibur kegundahan hatinya.
“mas... apa tidak sebaiknya mass menikah lagi?” perkatan itu keluar dari bibir merona kafa! Ia mengucapkannya dengan lugas tiada unsur keterpaksaan.
“astaghfirulloh kafa, apa yang kamu katakan?!!” jantungku berdebar kencang, aku sama sekali tidak pernah berfikir untuk poligami seumur hidupku.
“ini demi kebaikan kita mas, mas tau sendiri umi selalu menanyakan cucu setiap kali menghubungi mas atau ketika datang kesini. Sedangkan aku masih belum bisa memenuhi kewajiban lahiriyahku padamu. Aku masih belum siap sampai saat ini.”
“aku tidak ingin mengkhianatimu fa. Dari awal kita menikah sampai sekarang aku berjanji pada diriku sendiri tidak akan menyakitimu, apalagi pologami! Tidak. Tidak. Aku tidak akan pernah menduakanmu”