Mohon tunggu...
muhamad yahya
muhamad yahya Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

visioner yang tenang dan bebas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reuni Membawa Malapetaka

23 Juli 2024   22:21 Diperbarui: 23 Juli 2024   22:37 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa pukul 02.15 aku terbangun tanpa berfikir panjang ku ambil air wudhu. bermujahadah   telah menjadi rutinitasku setiap hari dari semenjak dipondok. Kulihat kafa tertidur lelap dikamarnya, kami memang tidur terpisah karna aku sangat menghargainya.“fa ayo bangun.. mujahadah..” ucapku sembari mengetuk pintu kamar yang terbuka.“iya mas…” terlihat jelas dia masih mengantuk. Tapi wajahnya itu masyaAllah masih sangat terlihat cantik
“mas tunggu.” Aku bergegas ke mushola tepat di samping ruang tengah.
setelah selesai berjamaah dan berdoa kami saling diam. Ingin sekali aku mencium keningnya sebagai tanda kasihku padanya, tapi aku takut dia marah aku tidak ingin melihatnya menangis lagi.
“sabar ali… belum saatnya” ucapku dalam hati
“mas ali..” jantungku selalu berdebar saat dia memanggil namaku. Suaranya sungguh lembut nan merdu.
“iya fa?” jawabku sembari menoleh dan menatapnya.
“lusa ada acara reoni SMA di alun-alun bandung, bolehkah jika aku kesana?” terlihat jelas dari sorot matanya dia sangat ingin datang kesana.
“mulai jam berapa? Biar mas antar”
“besok kan mas kerja, acaranya jam 08.15 nanti biar hana saja yang ngantar.”
“jangan pulang larut malam.” Ucapku dengan berat hati.
 Reoni SMA? Itu berarti dia juga akan bertemu danu? Apakah mungkin kafa akan pergi bersama danu? Ah tapi tidak mungkin! aku harus percaya pada istriku dia pasti bisa menjaga dirinya. Lagi pula dia pergi dengan sahabat2 prempuannya mereka pasti akan mengingatkan dan menjaganya. 

Aku sungguh gelisah menunggu kepulangan kafa. Sekarang jam 22.30 tapi dia belum datang. Hpnya juga tidak bisa dihubungi, “aaaargghhh… kafa... kamu dimana?” aku tidak tahan lagi amarahku memuncak! Tanpa berfikir panjang ku susul kafa ke alun-alun bandung.
“hana kafa mana?”
“kafa? Emmm.. bukankah setelah maghrib dia langsung pamit pulang?”
“dia pulang dengan siapa?”
“sendiri.” Jawaban hana dengan ekspresinya yang santai itu membuat amarahku semakin memuncak.
“sendiri?!? Teman macam apa kamu membiarkan sahabat prempuannya pulang sendiri! Hah? Hana ini bandung! Kalo sampai terjadi apa-apa dengan istriku aku tidak akan pernah memaafkanmu!”
tanpa mendengar jawabnnya aku langsung pergi dan mencari kafa di sepanjang jalan.
“yaa Allah lindungi istriku… kafa kamu dimana? Kenapa tak memberi kabar?” aku menangis penuh kekhawatiran.
            Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat! Ku dapati istriku tengah asyik mengobrol dengan seorang pria?!? Sangat menyakitkan jantungku rasanya berhenti berdetak. Sesak nan pilu.
aku sangat mengkhawatirkannya sedangkan dia sama sekali tidak memperdulikan bahkan mengkhawatirkan aku yang menunggunya berjam jam?!?
“kafa pulang!!!” teriakanku membuat para pengunjung restoran menatap kami.
“mas ali? Bagaimana bisa mas disini…”
“cukup kafa! Ayo pulang!” aku menarik tangannya dengan keras. Belum pernah aku semarah ini.
“hey! Bersikap lembutlah pada wanita!” pria itu menangkis tanganku. Memisahkan genggaman tanganku dan kafa.
“jangan ikut campur! dia istriku dan aku berhak atas dirinya! ”
“tapi dia tidak mencintaimu. Kau tidak berhak atas hatinya!” pria itu tersenyum penuh kemenangan.
kata-katanya seperti sebuah pukulan bertubi-tubi membuatku lemas dan ingin berhenti bernafas.
“apa benar yang dikatakannya fa?” ku tatap wajahnya dengan iba meminta pembelaan meminta kepastian
“…” dia tidak menjawab. Kulihat tetesan air matanya dari matanya yang indah. Bagiku diamnya seorang kafa az-zahra merupakan pembenaran.
“baiklah kafa mulai detik ini mulai hari ini ku bebaskan kau dari genggamanku. Setelah kepergianku dari tempat ini jatuhlah talakku padamu.” Aku tak sanggup lagi menatap wajahnya. Terlalu menyakitkan! Ku tinggalkan dia dengan perasaan tercabik.
langkahku tertahan oleh genggaman tangannya, ya. Dia tidak ingin aku meninggalkannya.
“…” dia diam dan berdiri tepat dihadapanku, sedetik kemudian pelukan eratnya mendarat didadaku.

ah… perasaan apa ini bahkan tangan ini tak kuasa mencegahnya.
“istighfar mas ali, aku tidak akan pernah mengizinkanmu pergi. Aku tidak mau mas menjatuhkan talak, maafkan aku mas tapi ini tidak seperti yang mas fikirkan, aku bisa jelaskan semuanya. Aku mencintaimu…” ucapannya sungguh telah mengobati luka hatiku dalam sekejap.
“ampun mas… jangan hukum aku dengan talakmu” dia masih menangis didadaku, aku pun tak kuasa membendung air mata.
“astaghfirullah kafa… mas yang seharusnya minta maaf sebagai suami mas telah lalai dalam menjagamu, maaf tadi mas sempat berkata dan bertindak kasar. Yasudah ayo pulang...” ku usap pipinya lembut dan menggandeng tangannya lembut. entah kemana pria itu pergi, dia menghilang saat kafa memelukku.

Sesampainya dirumah aku mulai canggung, istriku kini ia telah mencintaiku. Lalu apa yang harus aku perbuat?
“tadi ba.da magrib aku langsung pulang, tapi dijalan ada segerombolan lelaki menghalangi dan mencoba menggodaku. Aku terlalu takut sampai tak kuat berterik. Alhamdulillah ada danu dia yg menyelamatkanku. Aku masih syok dengan kejadian tadi makannya danu mengajaku ketempat tadi untuk menenangkan diri, aku gak mau mas khawatir makannya aku sengaja tidak memberi kabar..” dia menundukan kepala, terlihat penyesalan yang sangat dalam dari nada suaranya.
“yaa Allah … mas sungguh mengesal sudah suudzon. padahal seharusnya  mas mempercayaimu sepenuhnya.. mas sungguh menyesal fa, apa tangan kamu sakit ketika mas tarik tadi?” harusnya aku tau istriku memang setia.
“…” dia tersenyum sembari menggeleng.
“mas janji itu adalah terakhir kalinya mas bersikap kasar.”
“aaaamiiin… hampir jam 12 malam mas, ayo istirahat…”
“kafa mengajakku istirahat? Apa itu berarti dia telah mengizinkanku untuk menjalankan kewajibanku sebagai suami? Atau aku yang terlalu GR?” tanyaku dalam hati.
dia melangkah kekamar dan menutup pintu.
“maafkan aku mas.. ini adalah kebohongan terbesar dalam hidupku.” Gadis itu menangis dibalik pintu. Meratapi hatinya,hidupnya,dan kisah cintanya.
“mas ali begitu baik yaa Allah tapi kenapa Kau masih belum mengizinkan aku untuk mencintainya?!?”

             Aku tersenyum konyol ketika kafa menutup pintu kamarnya, aku memang terlalu GR menganggap ajakannya sebagai sebuah izin. sudah ku duga dia masih belum siap.

“sabar ali akan tiba saatnya..” ku tenangkan diriku sendiri, setidaknya pengakauan cintanya telah membuatku lega.

****

            Gadis itu tau ini salah. Tidak seharusnya ia masih mencintai kekasihnya dulu sedangkan dirinya telah menjadi istri orang, tapi hatinya memberontak seperti tidak terima jika ia melupakan cinta pertamanya sejak 6 tahun silam. Ini memang menyakitkan seberapa keraspun ia berusaha mencintai suaminya tetap saja tidak bisa.

“aku akan setia menunggumu kafa hingga tangan tuhan memisahkan kita aku akan tetap menunggumu kembali.” ia membaca pesan itu berulang-ulang bahkan sampai hafal. Pesan dari danu memang selalu ia simpan, baginya itu adalah pelipur lara ketia merindukannya.

“apakah jatuh cinta harus sesakit ini?” kafa tak sanggup menahan tangis.

“ada apa fa? Apa yang terjadi hingga kamu menangis seperti ini?” suara lembut ali membuatnya kaget. Segera ia hapus air matanya dan mencoba tersenyum.

“tidak ada apa-apa mas.”jawabnya datar

“mas suamimu fa, berbagilah… Apapun itu selagi mas bisa berbuat sesuatu untuk menghilangkan kesedihanmu mas pasti akan melakukannya.”

“jika dengan bersatu dengan danu akan menghilangkan kesedihanku apakah kau juga akan melakukannya?” rintihnya dalam hati.

“ayolah fa.. katakan ada apa?” aku sungguh khawatir melihatnya bersedih.

“aku merasa tidak menjadi istri yang baik, aku masih belum bisa membahagiakanmu”

“ssssstttt… tidak fa, kamu berada di sampingku saja itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia”

kafa masih tertunduk lesu, nampaknya ucapanku tidaklah cukup untuk menghibur kegundahan hatinya.

“mas... apa tidak sebaiknya mass menikah lagi?” perkatan itu keluar dari bibir merona kafa! Ia mengucapkannya dengan lugas tiada unsur keterpaksaan.

“astaghfirulloh kafa, apa yang kamu katakan?!!” jantungku berdebar kencang, aku sama sekali tidak pernah berfikir untuk poligami seumur hidupku.

“ini demi kebaikan kita mas, mas tau sendiri umi selalu menanyakan cucu setiap kali menghubungi mas atau ketika datang kesini. Sedangkan aku masih belum bisa memenuhi kewajiban lahiriyahku padamu. Aku masih belum siap sampai saat ini.”

“aku tidak ingin mengkhianatimu fa. Dari awal kita menikah sampai sekarang aku berjanji pada diriku sendiri tidak akan menyakitimu, apalagi pologami! Tidak. Tidak. Aku tidak akan pernah menduakanmu”

“aku mohon mas lakukan ini demi umi..” suaranya bergetar. Yaa Allah kenapa ia harus menangis!!
“dari pada menduakanmu lebih baik mas kesepian!!! Mas tidak ingin ada orang ketiga dalam rumah tangga kita fa, entah itu dari kamu. Apalagi dari mas, naudzubillah.. ” nadaku meninggi. Menunjukan ketegasan.
“mas… tujuan menikah selain mendapatkan ridho dari Allah dan menjalankan sunnah rosul_Nya juga untuk memperoleh keturunan. Satu hal yang belum bisa aku berikan sampai 3 tahun usia pernikahan kita ini.. aku mohon mas ali mau mendengarkan aku, ini pertama kalinya aku meminta satu hal dari mas ali kata mas waktu itu apapun yang aku minta akan mas beri”
“tapi fa… tidak untuk permintaanmu yang ini..”
“mas.. aku mohon..” dia menangis dipangkuanku, ah.. kafa.. jangan menangis, aku tak kuasa melihat kesedihan dalam matamu yang indah itu.
“baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu. Dengan satu syarat.” Ku hapus air mata di pipinya dengan penuh kasih sayang
“apa itu mas?” ku lihat matanya berbinar. Apa ia bahagia? Ya dia sangat bahagia, mendengar aku setuju untuk menikah lagi. Yaa Allah… miris hatiku melihatnya.
“kamu yang pilihkan.”

Aku pergi meninggalkannya, sedetik kemudian air mata ini tak sanggup lagi aku bendung. Aku menangis sejadi-jadinya dimushola. Hanya Allahlah yang bisa menenangkan hati hambanya

Yaa allah pernikahan macam apa ini? Hamba telah mendzolimi istri hamba. Dan membohongi diri hamba. Ampuni aku yaa Allah.. ampuni... ” aku bersujud dengan pasrah dipenuhi rasa bersalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun