Mohon tunggu...
Muhamad Novianto
Muhamad Novianto Mohon Tunggu... Freelancer - cuma bisa nulis

learning is a reality

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Itu Dingin

19 Maret 2024   00:02 Diperbarui: 19 Maret 2024   00:14 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak saat itu susan harus mempersiapkan suplemen untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar tetap sehat, karena ia tahu bahwa beberapa minggu ke depan akan bertambah banyak pekerjaannya.

Tidak seperti biasanya susan lupa dengan alat rias yang selalu dibawanya. Padahal hampir semua jumlah kosmetik yang dimilikinya ia hafal. Tapi hari ini tidak seperti biasanya. Susan mengeluarkan beberapa alat kosmetik dari dalam tas. Bahkan ia menanyakannya pada jani. Jani menjawab dengan santai bahwa ia tidak melihatnya. 

Jani meminta pada susan untuk memeriksa dengan perlahan. "mungkin saja terselip,"tukas jani. Sambil mendengar apa yang diucapkan jani. Susan terus mencari. "orang ini tampan sekali ya, sayang di usia muda sudah meninggalkan dunia", bicara lirih jani ke arah jenazah yang sedang ia rias. Jani meminta susan untuk berhenti mencari dan fokus pada pekerjaannya. Karena hari sudah mulai sore. 

Susan mendengarkan apa yang jani katakan. Hari ini adalah hari terbodoh susan karena tidak menggunakan satu alat kosmetik pada jenazah. Tapi tidak apa. Susan perias profesional, ia bisa menutupi kesalahannya dengan menggunakan alat kosmetik yang lain. Jam kerja sudah selesai. Susan mengambil telepon genggam untuk menghubungi malik dan minta untuk di jemput. 

Jani mengajak susan untuk keluar dari ruangan dan berganti pakaian. Ia berjalan ke ruang ganti. Melepas pakaian kerja dan menanggalkan di lemarinya. Ia berdua bergegas keluar dari rumah sakit dan menunggu jemputan. Klakson motor terdengar di persimpangan jalan. Jani melambaikan tangan kepada pengendara tersebut. Pengendara itu membuka penutup kepala dan menyapa jani. Susan melihat dari kejauhan dan tersenyum ke arah mereka.

Susan mengingat kembali saat ia dulu berpacaran dengan malik. Malik selalu datang dengan penampilan yang menarik untuk dilihat banyak orang. Dari mulai jaket kulit hitam dan celana chino, ditambah dengan sepatu hitam converse yang selalu ia gunakan. Membuat susan tidak dapat berkata apa-apa. Jani menyapa susan untuk pulang terlebih dahulu dan menghilangkan semua ingatan susan. Akan tetapi tatapan susan tidak berhenti ke arah jani yang telah melewati ia berdiri di tepi trotoar jalan. Seruan keras klakson motor yang tiba-tiba berada di depan susan. "hey, kamu kenapa" bisik malik. 

Susan menoreh ke arah malik dengan senyum. "tidak apa-apa" jawab susan. Kemudian susan naik ke belakang malik sambil memegang erat anak dalam kandungannya. Sepanjang perjalanan susan hanya tersenyum dan memeluk malik. Setibanya di depan rumah. Susan mengambil kunci dan membuka pintu. Malik yang sejak tadi terheran melihat susan tersenyum dalam perjalanannya, ia pun melanjutkan perbincangan itu sambil membaringkan tubuhnya di kasur. Malik mematikan lampu. Malam menghanyutkan mereka berdua dalam kenangan.

Matahari menyapa wajah malik. Ia terbangun melihat panggilan telepon genggam yang tidak berhenti bernyanyi. Ia mengangkat telepon yang datang dari kerabatnya. Kerabatnya meminta malik pergi untuk bekerja. Malik melihat jam pada telepon genggamnya. "ah, kesiangan" sambil melepas selimut dan memakai sandal. 

Membangunkan susan dan berjalan ke kamar mandi. Susan terbangun dari tempat tidur dan melihat jam pada telepon genggamnya. "sungguh indah hari ini" tersenyum susan. Malik menegur susan yang sedang tersenyum seorang diri dan meminta susan untuk cepat bersiap dan berangkat bekerja. Karena tempat malik dan susan bekerja ialah satu tempat. Malik yang bekerja sebagai supir ambulan sedangkan susan sebagai perias jenazah. 

Ia selalu berangkat bersama. Seringkali ia berdiskusi mengenai profesi pada pekerjaannya. Bahwa pekerjaan yang mereka kerjakan bukanlah hal yang mudah untuk mental manusia. Karena profesi yang mereka kerjakan berkaitan dengan kondisi kesehatan dan kehidupan manusia. Susan yang terkadang bercerita mengenai jenazah yang kerap ia rias. 

Dari yang muda hingga tua sekalipun, ia hafal dengan banyaknya wajah. Pekerjaan susan yang terbilang amat menyeramkan di tengah situasi. Ia harus bertatap muka dengan jenazah pada berbagai macam kematiannya. Ada yang meninggal dengan penyakit dalam sampai kematian karena kecelakaan. Karena merias datang dari permintaan keluarga korban dan juga tradisi. Mau tidak mau ia harus lakukan. 

Cita-cita susan dahulu ingin membangun tempat rias pengantin, laiknya salon-salon pada umumnya. Alangkah nasib berkata lain, karena belum mempunyai modal untuk membangun salon atau tempat rias pribadi. Ia memulai tabungannya sebagai perias jenazah untuk sementara waktu guna membesarkan anak yang di nanti-nantikan dalam kandungannya. Ketika sampai di depan rumah sakit. Susan menggenggam erat pundak malik sambil memegang anak dikandungannya, susan berbisik ke telinga malik. "aku cinta kamu". Malik pun menjawab yang dikatakan susan sambil berbisik ke anak dalam kandungan susan. "aku juga cinta kamu, dan juga anak kita. Ia pun berpisah di pembatas jalan.

 Setibanya di dalam, jani menyapa susan sambil memegang kandungannya. "semoga kau jadi anak yang pintar seperti ibu kau", bisik jani. Susan mengaminkan apa yang diucapkan jani. Mereka berdua masuk ke dalam ruang rias jenazah untuk melanjutkan jenazah yang belum ia rias. Jani menceritakan kekasihnya ke susan. Bahwa ia sangat sayang kepadanya. 

Susan memberi beberapa saran dan juga pengalaman yang dulu pernah ia lakukan bersama malik. Susan dan malik menikah muda, berselang 5 tahun pernikahannya ia belum dikaruniai seorang anak. Saat sewindu awal ia baru dikarunai anak. Alangkah senangnya malik mendengar kabar bahwa susan hamil. Karena sudah sejak lama susan dan malik menginginkan keturunan. Dari awal bulan kandungannya sampai 9 bulan ini malik selalu memanjakan susan. 

Apapun permintaan yang susan inginkan selalu dituruti olehnya. Maklum, malik dan susan saling mencintai. Ia pernah bersumpah sehidup semati akan selalu mencintai dalam keadaan apapun. Bahkan sampai sekarang ini ia tidak pernah ingkar. Jani yang mendengar kisah susan dan malik terharu dan ingin memiliki hal yang sama dengan kekasihnya. 

Petuah yang diberikan susan sangat berguna bagi jani. Ia pun sangat senang mempunyai sahabat seperti susan. Jani sudah menganggap susan sebagai kakak jani. Usia susan lebih enam tahun dari jani. Persahabatan mereka sangat erat. Begitulah komunikasi yang sering diperbicangkannya. 

Mulai dari curahan hati, perjalanan hidup, bahkan menggosipi jenazah tampan yang sedang ia rias. Kemudian susan ijin kepada jani untuk pergi ke kamar mandi. Ia tengah merasakan kontraksi pada kandungannya. Lalu, jani mengiyakan apa yang dikatakan susan. Sambil menunggu susan datang. Jani kembali melanjutkan pekerjaannya.

 Jauh diluar gedung, malik mengambil mobil untuk menjemput seorang bapak tua yang memiliki penyakit jantung. Lokasinya kali ini agak jauh. Bersama joko sahabatnya, ia pergi bersama. Di perjalanan joko sangat heran dengan orang yang ia jemput lokasinya jauh. Dalam benak joko, orang itu harusnya datang diantar oleh keluarganya bukan malah dijemput. Sedikit obrolan yang malik tangkap dengan atasannya. Pasien ini adalah teman dekat atasannya, ia keluarga miskin dan tidak mampu. Jangankan untuk diantar keluarganya. 

Keluarganya sendiri saja sudah meninggalkan ia 4 tahun lamanya. Joko menganggukan kepala setelah mendengarkan penjelasan malik. Ia berjalan melewati bukit curam dengan jurang yang menganga di setiap tikungannya. Joko bergidik saat melewati jalur yang menyeramkan. Ia sempat berucap pada malik kalau terjadi apa-apa selama perjalanan. 

Jurang yang seperti menunggu seseorang untuk masuk. Konon, jalan ini ialah mistis menurut warga setempat. Banyak sekali kecelakaan yang terjadi, mulai dari saling bertabrakan keras sampai melompat ke dalam jurang. Pada saat malik memberitahunya akan melewati jalan tersebut. Joko beringsut mengeluarkan ponsel dan mencari alamat jalan dan mengetahui jalurnya. Desa sempiral yang terletak di kota denyuma utara. Desa yang menyeramkan. Joko selalu mengingatkan malik untuk menurunkan kecepatannya.

 Ketika sampai di rumah pak basri. Joko dan malik langsung mengangkat pak basri ke dalam mobil. Mereka langsung melanjutkan perjalanannya. Karena melihat kondisi pak basri yang terus menerus mengembang kempiskan nafasnya. Tanpa rasa takut. Mobil yang dikendarai malik melaju dengan kecepatan tinggi.

 Selama perjalanan ke rumah sakit, joko selalu mengomat-amitkan mulutnya agar tidak terjadi apa-apa. Desa sempiral dibilang menyeramkan. Selain jurang dan jalanan yang berkelok tajam, lampu-lampu penerang jalan juga tidak memancarkan cahayanya. Itu yang membuat joko ketakutan. Mobil dengan kecepatan tinggi mencoba melewati tikungan tajam. 

Malik mengendurkan kecepatannya. Sekilas di tepi jalan terlihat wanita tua hendak melintas dengan tergopoh-gopoh. Malik menginjak dengan keras rem penahan kecepatan dan mobilnya memutar lalu menabrak pohon besar di tepi jalan. komat-kamit joko terhenti. Mata joko masih terpejam. Karena ia tahu bahwa kecelakaan terjadi padanya. 

Joko tersungkur dibawah kursi mobil. Setelah 10 menit, ia kembali terbangun dan memanggil malik tanpa melihatnya. Lalu joko membuka mata dan mendongak ke arah malik. Perlahan, darah menetes dari setir mobil dan mengenai tangannya. 

Ia beringsut menarik kepala malik yang dipikir pingsan tertidur. Badan malik di goyahkan. Joko mengecek pernafasan malik sambil berteriak memanggilnya. Malik tidak sadarkan diri. Lalu, joko menoreh ke arah pak basri yang tertelungkup di bawah tempat duduk. Di baliknya punggung pak basri. Namun, pak basri tidak menjawab panggilan joko. 

Joko sangat ketakutan, tubuhnya gemetar. Kemudian, joko mencoba memindahkan malik ke tempat duduknya dan mengambil alih kemudi. Starter mobil di putar olehnya beberapa kali. Sampai pada akhirnya mobil itu dapat menyala kembali. Joko mengemudikan mobil itu dengan kondisi malik dan pak basri tidak sadarkan diri. Ia menangis sepanjang perjalanan, seketika menoreh ke arah mereka berdua. Joko sempat membantah pikiran buruknya terhadap malik dan pak basri yang dianggapnya sudah tiada. Joko berbicara seorang diri sambil mengucapkan kita akan baik baik saja.

 Sesampainya joko di rumah sakit, ia langsung membawa mobil itu ke arah pintu UGD dan meminta perawat untuk membawa malik dan pak basri yang belum juga tersadarkan diri. Joko memarkirkan mobil dengan keadaan menganga pada bagian depan mobil. Beberapa kerabat joko menghampirinya.

Joko menceritakan kronologisnya. Kerabat joko sangat terpukul, beruntungnya dalam keadaan seperti itu, joko masih tersadar dan dapat membawa malik dan pasien yang dijemputnya. Dokter yang memeriksa keadaan malik dan pak basri, meminta petugas medis untuk memanggil joko. Setelah joko masuk ke dalam. Dokter mengatakan kepada joko. "saya sudah berupaya untuk membantu. Pak malik dan pak basri sudah meninggal dalam perjalanan. 

Tangis joko pecah memekah dalam ruang UGD. Joko berjalan tergopoh-gopoh keluar dari ruangan dan menemui kerabatnya. Joko memberi kabar kepada kerabatnya bahwa malik telah meninggal dunia. Gelisah, cemas, terbalut dalam kesedihan yang tidak terpungkiri bahwa sahabatnya telah meninggal dunia. 

Jenazah malik dan pak basri dikeluarkan dari UGD menuju ruang jenazah. Joko dan kerabatnya mengikuti dari belakang. Tubuh joko terkulai lemas, sampai-sampai ia berjalan disanggah oleh kerabatnya. Pintu ruang jenazah dibuka. Jenazah malik ditanggalkan persis di belakang jani yang tengah merias jenazah. Joko menyapa jani yang tengah bekerja. Jani membalas sapaan joko dan menanyakan jenazah yang baru saja datang tanpa membalikkan punggungnya.

 Joko meminta jani untuk melihat jenazah yang baru saja datang. Jani mencoba menghiraukan apa yang diminta joko. Karena jani sedang konsentrasi pada pekerjaan. Sekali lagi joko menegaskan pada jani untuk melihatnya. Jani megikuti apa yang diinginkan joko tanpa meletakkan alat rias pada genggamannya. 

Jani berjalan ke arah jenazah yang dibawanya. Perlahan jani menghampiri. Jani menjatuhkan alat yang digenggamnya. Air matanya jatuh mengenai bahu jenazah malik. Jani menanyakan peristiwa yang terjadi pada joko. Joko menceritakan keseluruhan peristiwa yang dialaminya bersama malik. Tangis jani tidak berhenti. Pucat pasi menghiasi wajahnya. Jani sangat terpukul melihat keadaan yang dilihatnya. Akan sangat rumit ketika susan tahu bahwa suaminya telah meninggal dunia.

 Terdengar langkah kaki dari kejauhan. Pintu terbuka sebagian. Susan masuk ke dalam ruang jenazah. Susan melihat semua orang di dalam menangis di hadapan jenazah yang baru saja datang. Susan menghampiri orang yang mengerumuni jenazah malik. Susan terdiam. 

Matanya terbelalak melihat suaminya telah meninggal dunia. Susan bertanya kepada jani tentang kejadian ini. Ia juga menanyakan kepada joko. Tajamnya mata susan tidak berhenti mengarah ke arah suaminya. Air matanya langsung membanjiri tubuh malik. Ia tidak percaya bahwa suaminya baru saja meninggalkannya. Joko mencoba menjelaskan kejadian yang baru saja dialaminya bersama malik. Susan hanya mendengarkan penjelasan joko tanpa melihat ke arahnya. 

Matanya hanya tertuju kepada malik. Setelah joko selesai menjelaskan keseluruhan peristiwa. Susan meminta kepada semua orang yang berada di dalam ruang jenazah untuk pergi meninggalkannya seorang diri. Dengan sangat terpaksa. Mereka pun meninggalkan susan seorang diri. Tangis susan tidak berhenti. Susan mencoba menegarkan hatinya dan berkata kepada malik. Bahwa anak dalam kandungannya sebentar lagi akan datang menyapa kita. Susan bertanya kepada malik mengenai nama apa yang pantas untuk anaknya. 

Susan tersenyum melihat malik. Ia juga sesekali melemparkan senyum pada kandungannya. Susan kembali bertanya kepada malik. Bahwa anaknya sudah tidak sabar untuk melihat ayah dan ibunya. Tangis susan tidak berhenti. Air matanya hampir habis. Susan mencoba menegarkan hatinya. Ia mengambil alat rias. 

Di riasnya wajah malik dengan perlahan sambil mengelus-elus rambut malik. Susan berkata kepada malik. Bahwa malik harus terlihat tampan saat anaknya melihat ayahnya. Susan menyentuh wajah malik sambil mengatakan bahwa anaknya akan serupa dengannya. Susan bicara seorang diri di hadapan malik. Mengenai cita-cita dan pendidikan anaknya kelak. Ia pun meminta malik untuk tetap melihat anaknya lahir di dunia. Susan tidak menginginkan malik pergi dari dunia dan kehidupannya.

 Jani mengetuk pintu dan meminta ijin pada susan untuk menemani dirinya. Susan mengijinkan jani untuk masuk. Saat jani berjalan menghampiri susan. Susan bertanya kepada jani. Bahwa anaknya nanti akan serupa wajahnya dengan malik. Susan juga mengatakan bahwa baru saja malik memberikan nama pada anaknya. Malik juga menginginkan cita-cita dan pendidikan anaknya nanti. Malik mengatakan itu. Jani hanya terdiam dan menutup wajahnya yang penuh tangis. Jani menyaksikan susan berbicara dengan malik. 

Jani tahu bahwa malik telah pergi meninggalkannya. Tidak sepatah kata pun jani berbicara. Kemudian susan berkata pada jani. Bahwa malam ini sangat dingin sekali. Tubuhnya menggigil. Tangannya gemetar. Suaranya parau. Jani hanya terdiam tanpa membalas ucapan susan. Susan berkata bahwa malam ini tidak seperti biasanya. 

Susan membalikkan wajahnya dan menghadap jani. Ia tersenyum kepada jani sambil menumpahkan air mata. Susan berkata pada jani. Ia sangat bergembira bahwa jenazah yang datang hari ini adalah jenazah yang istimewa. Jani berjalan dan memeluk tubuh susan. Tangis jani tidak berhenti di bahu susan. 

Begitu juga susan. Alat rias yang di genggam susan terjatuh. Susan merasakan sakit pada perutnya. Jani beranggapan bahwa anaknya akan segera lahir di dunia. Kemudian jani merangkul susan untuk berjalan keluar dan memeriksa kondisi dalam kandungannya. Susan mengikuti apa yang diminta jani. 

Jani mengajak susan berjalan untuk meninggalkan ruangan. Sesampainya di pintu, susan membalikkan tubuhnya dan mengatakan kepada malik untuk menunggu di ruangan ini. Susan berkata bahwa anak kita akan segera datang. Sambil merintih kesakitan. Jani membawa susan ke dalam ruangan untuk memeriksa kandungannya. Dokter kandungan meminta jani untuk menunggu di luar.

 Tangis anak susan terdengar jani dari depan pintu persalinan. Dokter keluar dan meminta jani untuk menemui susan. Jani berjalan masuk menghampiri susan. Susan tersenyum melihat kehadiran anaknya. Susan meminta bantuan kepada jani untuk membawa ia dan anaknya menemui malik suaminya. 

Meski sulit bagi jani untuk meminta ijin kepada dokter. Jani memberanikan diri untuk mengatakan keseluruhan cerita yang telah dialaminya. Dengan terpaksa, dokter memberikan ijin kepadanya. Jani kembali menemui susan dan memberi kabar. 

Dari atas ranjang, susan tersenyum dan berbicara kepada anaknya kalau ia akan menemui ayahnya. Bersama dengan dua perawat yang membantu jani. Pintu ruang jenazah terbuka. Jani membawa susan tepat di sebelah jenazah malik. Susan tersenyum melihat anaknya. Susan bertanya kepada malik bahwa anaknya telah lahir. 

Susan bertanya kepada malik mengenai nama yang pantas untuknya. Susan membangunkan tubuhnya dan meminta bantuan jani untuk mendekatkannya sejajar dengan malik. Susan menginginkan malik melihat dengan jelas paras anaknya yang serupa dengannya. Dua perawat menahan tangis tanpa henti melihat susan berbicara pada suaminya yang telah meninggal. Susan meletakkan anaknya di lengan malik. Ia menginginkan malik menyentuh dan melihat anaknya. Susan menghadapkan tubuhnya ke arah malik dengan senyum dan air mata yang tidak berhenti membanjiri wajahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun