Mohon tunggu...
Muhamad GanaAlfauzan
Muhamad GanaAlfauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa mercubuana

Hobi jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Konsep Pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dalam Kasus Asuransi Jiwasraya: Sebuah Analisis Kritis

1 Juni 2023   00:31 Diperbarui: 1 Juni 2023   00:31 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Abstrak:

Artikel ini menggambarkan penerapan konsep pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Konsep Panopticon, yang digagas oleh Bentham pada abad ke-18, mengacu pada struktur penjara yang dirancang untuk menciptakan pengawasan yang konstan dan kontrol sosial. Dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya, konsep ini relevan karena melibatkan praktik yang merugikan pemegang polis, sementara para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan yang tidak terbatas dalam mengelola dana asuransi.

Dalam artikel ini, saya melakukan analisis kritis terhadap implikasi konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Saya melihat bagaimana struktur dan praktik perusahaan mencerminkan karakteristik Panopticon, di mana pemegang polis berperan sebagai subjek yang terus-menerus dipantau oleh perusahaan. Kami menganalisis kekuatan dan kelemahan konsep ini dalam konteks kasus ini, dengan menggambarkan bagaimana pengawasan yang tidak memadai dapat mempengaruhi tindakan perusahaan dan memberikan keuntungan yang tidak adil kepada mereka.

Hasil analisis saya menunjukkan bahwa penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya mengungkapkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi. Perusahaan menggunakan posisi yang kuat dan informasi yang tersembunyi untuk mengelola dana asuransi secara tidak transparan, yang berakibat pada kerugian bagi pemegang polis. Kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak dalam perusahaan mencerminkan kesenjangan yang signifikan antara kontrol sosial yang dijanjikan dalam konsep Panopticon dan kenyataan yang ada dalam kasus ini.

Artikel ini memberikan wawasan tentang relevansi konsep Panopticon dalam konteks keuangan dan asuransi, serta memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang permasalahan yang terkait dengan kasus Asuransi Jiwasraya. Melalui analisis kritis ini, diharapkan dapat mendorong perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi, sehingga melindungi kepentingan pemegang polis dan menghindari praktik yang merugikan seperti yang terjadi dalam kasus ini.

Pendahuluan:

Kasus Asuransi Jiwasraya telah menjadi sorotan publik yang mengguncangkan industri asuransi di Indonesia. Skandal ini melibatkan kerugian finansial yang besar bagi ribuan pemegang polis, sementara pelaku di dalam perusahaan terlibat dalam praktik yang merugikan dan tidak transparan. Dalam konteks ini, penerapan konsep pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika yang terjadi dalam kasus ini.

Pemikiran Panopticon, yang digagas oleh Bentham pada abad ke-18, menggambarkan struktur penjara yang dirancang untuk menciptakan pengawasan yang konstan dan kontrol sosial. Konsep ini menekankan kekuasaan pengawasan yang tidak terlihat, di mana subjek yang dipantau tidak pernah tahu kapan atau apakah mereka sedang diamati. Dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya, konsep Panopticon dapat memberikan perspektif yang menarik untuk menganalisis dinamika antara perusahaan dan pemegang polis.

Pendahuluan ini bertujuan untuk menjelaskan relevansi penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Pertama, kami akan menguraikan secara singkat latar belakang kasus ini, termasuk kerugian yang dialami oleh pemegang polis dan kejahatan yang dilakukan oleh pihak dalam perusahaan. Kemudian, kami akan membahas tentang konsep Panopticon dan bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam konteks kasus ini.

Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terdapat kesenjangan yang signifikan antara janji pengawasan dan kontrol sosial yang dijanjikan dalam konsep Panopticon dengan kenyataan yang terjadi. Perusahaan mengelola dana asuransi dengan cara yang tidak transparan, dan para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengelola dana tersebut. Hal ini memberikan keuntungan yang tidak adil kepada mereka, sementara pemegang polis menjadi subjek yang terus-menerus dipantau dan merasakan kerugian finansial yang besar.

Dengan menganalisis kasus Asuransi Jiwasraya melalui lensa konsep Panopticon, artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang permasalahan yang terjadi dalam industri asuransi. Analisis kritis ini diharapkan dapat mendorong perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri ini, sehingga melindungi kepentingan pemegang polis dan menghindari praktik yang merugikan seperti yang terjadi dalam kasus Asuransi Jiwasraya.

Metode:

Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis kritis terhadap penerapan konsep Panopticon Jeremy Bentham dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Analisis ini melibatkan beberapa langkah untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang hubungan antara konsep Panopticon dan kasus tersebut.

Pengumpulan Informasi: Tahap pertama adalah pengumpulan informasi terkait kasus Asuransi Jiwasraya. Ini melibatkan studi literatur, artikel berita, laporan investigasi, dan dokumen resmi yang terkait dengan kasus tersebut. Tujuannya adalah untuk memahami latar belakang, kerugian yang dialami oleh pemegang polis, dan praktik-praktik yang dilakukan oleh pihak dalam perusahaan.

Studi Konsep Panopticon: Selanjutnya, dilakukan studi mendalam tentang konsep Panopticon yang digagas oleh Jeremy Bentham. Ini melibatkan membaca karya-karya asli Bentham yang menjelaskan konsep tersebut, seperti "Panopticon; or, The Inspection-House". Tujuan dari langkah ini adalah untuk memahami prinsip-prinsip dasar konsep Panopticon dan bagaimana konsep tersebut dapat diterapkan dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya.

Analisis Perbandingan: Dalam tahap ini, dilakukan analisis perbandingan antara konsep Panopticon dan dinamika yang terjadi dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Langkah ini melibatkan mengidentifikasi elemen-elemen Panopticon yang ada dalam kasus tersebut, seperti pengawasan yang konstan, kontrol yang tidak terlihat, dan ketimpangan kekuasaan antara perusahaan dan pemegang polis. Analisis ini memberikan pemahaman tentang relevansi dan implikasi konsep Panopticon dalam kasus tersebut.

Evaluasi Kelemahan dan Kekuatan: Setelah analisis perbandingan dilakukan, langkah selanjutnya adalah evaluasi kelemahan dan kekuatan penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Ini melibatkan mengidentifikasi kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi yang memungkinkan praktik-praktik yang merugikan dilakukan oleh pihak dalam perusahaan. Selain itu, juga diidentifikasi kekuatan konsep Panopticon dalam menggambarkan ketimpangan kekuasaan dan kerugian yang dialami oleh pemegang polis.

Kesimpulan dan Rekomendasi: Terakhir, berdasarkan hasil analisis, dibuatlah kesimpulan yang menggambarkan temuan utama dari penelitian ini. Kesimpulan ini mencerminkan relevansi konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya dan implikasi yang ditimbulkan. Selanjutnya, diberikan rekomendasi untuk perbaikan pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi, dengan tujuan melindungi kepentingan pemegang polis dan mencegah praktik-praktik yang merugikan.

Metode analisis kritis ini memungkinkan pemahaman yang komprehensif tentang penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya, serta memberikan dasar untuk pemikiran kritis dan rekomendasi perbaikan dalam industri asuransi secara umum.

Hasil:

Hasil analisis kritis terhadap penerapan konsep Panopticon Jeremy Bentham dalam kasus Asuransi Jiwasraya menunjukkan beberapa temuan utama:

1. Kelemahan dalam sistem pengawasan: Konsep Panopticon menekankan pengawasan yang konstan dan kontrol yang tidak terlihat. Namun, dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terdapat kelemahan dalam sistem pengawasan yang memungkinkan praktik-praktik yang merugikan dilakukan oleh pihak dalam perusahaan. Informasi yang tersembunyi dan kekurangan transparansi dalam pengelolaan dana asuransi memungkinkan pelaku di dalam perusahaan untuk memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan mereka.

2.Ketimpangan kekuasaan: Konsep Panopticon juga menyoroti ketimpangan kekuasaan antara pengawas (perusahaan) dan subjek yang dipantau (pemegang polis). Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, pemegang polis menjadi subjek yang terus-menerus dipantau dan merasakan kerugian finansial yang besar, sementara para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengelola dana asuransi. Ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan antara janji kontrol sosial dalam konsep Panopticon dengan kenyataan yang ada dalam kasus ini.

3.Implikasi dalam industri asuransi: Penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya mengungkapkan masalah yang lebih luas dalam industri asuransi. Terdapat kebutuhan yang mendesak untuk memperbaiki sistem pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri ini. Transparansi yang lebih baik, pemantauan yang efektif, dan perlindungan yang kuat terhadap kepentingan pemegang polis harus menjadi fokus utama untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan dan membangun kepercayaan kembali dalam industri asuransi.

Berdasarkan temuan tersebut, ada beberapa rekomendasi yang dapat diambil:

1.Penguatan pengawasan: Diperlukan penguatan sistem pengawasan yang efektif dalam industri asuransi, termasuk pengawasan internal dan eksternal yang ketat. Proses audit yang transparan dan independen harus diimplementasikan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku.

2.Peningkatan transparansi: Perusahaan asuransi harus menerapkan tingkat transparansi yang tinggi dalam pengelolaan dana asuransi. Informasi yang relevan harus mudah diakses oleh pemegang polis, dan laporan keuangan yang jelas dan komprehensif harus disediakan secara rutin.

3.Penguatan regulasi: Regulator harus mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dan ketat dalam mengawasi industri asuransi. Regulasi yang kuat dan tegas harus diterapkan untuk melindungi kepentingan pemegang polis dan mencegah praktik-praktik yang merugikan.

4.Pendidikan dan kesadaran pemegang polis: Pemegang polis perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen asuransi. Program pendidikan dan kesadaran harus diselenggarakan untuk memberikan informasi yang jelas tentang produk asuransi, hak-hak pemegang polis, serta cara untuk melaporkan praktik-praktik yang merugikan.

Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan dapat terjadi perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi. Hal ini akan membantu melindungi kepentingan pemegang polis dan memastikan keberlanjutan industri asuransi yang sehat dan dapat dipercaya.

Pembahasan:

1. Kelemahan dalam sistem pengawasan:
Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terdapat kelemahan yang signifikan dalam sistem pengawasan yang memungkinkan praktik-praktik yang merugikan terjadi. Informasi yang tersembunyi dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana asuransi menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak dalam perusahaan untuk memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan mereka. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pengawas untuk mendeteksi tindakan yang tidak etis juga berkontribusi pada kelemahan sistem pengawasan ini.

2.Ketimpangan kekuasaan:
Konsep Panopticon menyoroti ketimpangan kekuasaan antara pengawas (perusahaan) dan subjek yang dipantau (pemegang polis). Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, pemegang polis menjadi subjek yang terus-menerus dipantau dan merasakan kerugian finansial yang besar, sementara para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengelola dana asuransi. Hal ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan antara janji kontrol sosial dalam konsep Panopticon dengan kenyataan yang ada dalam kasus ini.

3.Implikasi dalam industri asuransi:
Penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya memiliki implikasi yang lebih luas dalam industri asuransi. Kasus ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri ini. Pertama, diperlukan penguatan sistem pengawasan yang efektif, baik dari segi pengawasan internal oleh perusahaan maupun pengawasan eksternal oleh regulator. Audit yang transparan dan independen harus dilakukan secara berkala untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku.

Selain itu, transparansi yang lebih baik juga harus diterapkan dalam pengelolaan dana asuransi. Informasi yang relevan harus mudah diakses oleh pemegang polis, dan laporan keuangan yang jelas dan komprehensif harus disediakan secara rutin. Peningkatan transparansi ini akan membantu meningkatkan kepercayaan pemegang polis terhadap perusahaan dan industri asuransi secara keseluruhan.

Selanjutnya, penguatan regulasi juga sangat penting. Regulator harus mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dan ketat dalam mengawasi industri asuransi. Regulasi yang kuat dan tegas harus diterapkan untuk melindungi kepentingan pemegang polis dan mencegah praktik-praktik yang merugikan. Sanksi yang tegas juga perlu diberlakukan terhadap pelaku yang melakukan tindakan yang merugikan pemegang polis.

Selain itu, kesadaran dan pendidikan pemegang polis juga perlu ditingkatkan. Pemegang polis perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen asuransi. Program pendidikan dan kesadaran harus diselenggarakan untuk memberikan informasi yang jelas tentang produk asuransi, hak-hak pemegang polis, serta cara untuk melaporkan praktik-praktik yang merugikan. Hal ini akan memberikan kekuatan kepada pemegang polis untuk berpartisipasi aktif dalam melindungi kepentingan mereka.

Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan dapat terjadi perbaikan yang signifikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi. Hal ini akan membantu melindungi kepentingan pemegang polis, memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi, serta menjaga keberlanjutan industri asuransi yang sehat dan dapat dipercaya.

Kesimpulan:

Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, penerapan konsep Panopticon Jeremy Bentham mengungkapkan kelemahan dalam sistem pengawasan, ketimpangan kekuasaan antara perusahaan dan pemegang polis, serta implikasi yang lebih luas dalam industri asuransi. Temuan ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi.

Diperlukan penguatan sistem pengawasan yang efektif, baik melalui pengawasan internal perusahaan maupun pengawasan eksternal oleh regulator. Transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan dana asuransi harus diwujudkan, dengan informasi yang mudah diakses oleh pemegang polis dan laporan keuangan yang jelas dan komprehensif. Regulasi yang kuat dan tegas harus diterapkan untuk melindungi kepentingan pemegang polis dan mencegah praktik-praktik yang merugikan.

Pendidikan dan kesadaran pemegang polis juga perlu ditingkatkan, sehingga mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen asuransi. Program pendidikan dan kesadaran harus memberikan informasi yang jelas tentang produk asuransi, hak-hak pemegang polis, serta cara untuk melaporkan praktik-praktik yang merugikan.

Dengan mengimplementasikan perbaikan-perbaikan ini, diharapkan dapat membangun kepercayaan kembali dalam industri asuransi, melindungi kepentingan pemegang polis, dan menjaga keberlanjutan industri asuransi yang sehat. Perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika akan membawa manfaat jangka panjang bagi semua pihak terkait dan memastikan integritas industri asuransi sebagai lembaga perlindungan finansial yang andal bagi masyarakat.

Ucapan terimakasih
Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesempatan untuk menyusun artikel ini. Dengan dukungan dan kepercayaan kalian, saya dapat menghasilkan sebuah tulisan yang berfokus pada penerapan konsep Panopticon Jeremy Bentham dalam kasus Asuransi Jiwasraya.

Terima kasih atas dorongan dan panduan yang Anda berikan dalam proses penulisan artikel ini. Dukungan kalian telah membantu saya  menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat dan relevan bagi pembaca.

Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan baru dan memicu diskusi yang positif tentang penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Kami berharap bahwa tulisan ini dapat memberikan manfaat dan memberi sumbangsih dalam memperbaiki industri asuransi secara keseluruhan.

Terima kasih sekali lagi atas kesempatan ini. Saya berharap dapat terus bekerja sama di masa depan untuk menghasilkan karya-karya yang berarti dan memberikan dampak positif bagi pembaca.

Terima kasih atas kepercayaan dan dukungan Anda.

Hormat saya,
Muhamad Gana Al Fauzan

Daftar pustaka 

1. Bentham, Jeremy. (1995). The Panopticon Writings. London: Verso.

2. Foucault, Michel. (1977). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. New York: Vintage Books.

3. Jiwasraya Corruption Case Investigation Team. (2020). Final Report of Jiwasraya Corruption Case Investigation Team. Jakarta: KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

4. Kusumawijaya, I., & Sumantoro, E. (2021). Corruption and Insurance Scandal in Indonesia: The Case of Jiwasraya. In Widyastuti, T., & Raharjo, A. (Eds.), Crime, Deviance, and Social Control in Contemporary Indonesia (pp. 229-253). Singapore: Springer.

5. Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Laporan Tahunan OJK 2019. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan.

6. Prasetiyo, R. A. (2020). Asuransi Jiwasraya: Kasus Korupsi atau Kebobrokan Sistem? Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

7. Suryanto, T. (2021). Problematika Asuransi Jiwasraya di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 25(1), 63-76.

8. Tilaar, H. A. R. (2020). Asuransi Jiwasraya: Skandal atau Kejahatan Sistemik? Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun