2.Ketimpangan kekuasaan: Konsep Panopticon juga menyoroti ketimpangan kekuasaan antara pengawas (perusahaan) dan subjek yang dipantau (pemegang polis). Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, pemegang polis menjadi subjek yang terus-menerus dipantau dan merasakan kerugian finansial yang besar, sementara para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengelola dana asuransi. Ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan antara janji kontrol sosial dalam konsep Panopticon dengan kenyataan yang ada dalam kasus ini.
3.Implikasi dalam industri asuransi: Penerapan konsep Panopticon dalam kasus Asuransi Jiwasraya mengungkapkan masalah yang lebih luas dalam industri asuransi. Terdapat kebutuhan yang mendesak untuk memperbaiki sistem pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri ini. Transparansi yang lebih baik, pemantauan yang efektif, dan perlindungan yang kuat terhadap kepentingan pemegang polis harus menjadi fokus utama untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan dan membangun kepercayaan kembali dalam industri asuransi.
Berdasarkan temuan tersebut, ada beberapa rekomendasi yang dapat diambil:
1.Penguatan pengawasan: Diperlukan penguatan sistem pengawasan yang efektif dalam industri asuransi, termasuk pengawasan internal dan eksternal yang ketat. Proses audit yang transparan dan independen harus diimplementasikan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku.
2.Peningkatan transparansi: Perusahaan asuransi harus menerapkan tingkat transparansi yang tinggi dalam pengelolaan dana asuransi. Informasi yang relevan harus mudah diakses oleh pemegang polis, dan laporan keuangan yang jelas dan komprehensif harus disediakan secara rutin.
3.Penguatan regulasi: Regulator harus mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dan ketat dalam mengawasi industri asuransi. Regulasi yang kuat dan tegas harus diterapkan untuk melindungi kepentingan pemegang polis dan mencegah praktik-praktik yang merugikan.
4.Pendidikan dan kesadaran pemegang polis: Pemegang polis perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen asuransi. Program pendidikan dan kesadaran harus diselenggarakan untuk memberikan informasi yang jelas tentang produk asuransi, hak-hak pemegang polis, serta cara untuk melaporkan praktik-praktik yang merugikan.
Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan dapat terjadi perbaikan dalam pengawasan, regulasi, dan etika dalam industri asuransi. Hal ini akan membantu melindungi kepentingan pemegang polis dan memastikan keberlanjutan industri asuransi yang sehat dan dapat dipercaya.
Pembahasan:
1. Kelemahan dalam sistem pengawasan:
Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terdapat kelemahan yang signifikan dalam sistem pengawasan yang memungkinkan praktik-praktik yang merugikan terjadi. Informasi yang tersembunyi dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana asuransi menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak dalam perusahaan untuk memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan mereka. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pengawas untuk mendeteksi tindakan yang tidak etis juga berkontribusi pada kelemahan sistem pengawasan ini.
2.Ketimpangan kekuasaan:
Konsep Panopticon menyoroti ketimpangan kekuasaan antara pengawas (perusahaan) dan subjek yang dipantau (pemegang polis). Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, pemegang polis menjadi subjek yang terus-menerus dipantau dan merasakan kerugian finansial yang besar, sementara para pelaku di dalam perusahaan tampaknya memiliki kebebasan dan kekuasaan yang tidak terbatas dalam mengelola dana asuransi. Hal ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan antara janji kontrol sosial dalam konsep Panopticon dengan kenyataan yang ada dalam kasus ini.